Mau tak mau Arsya pun menerima kunci mobil Mamanya, dan segera masuk ke mobil, diikuti Safia dan Mamanya.

"Hotel mana?" tanya Arsya melirik Ratih yang duduk di sampingnya.

"Royal Antriksa."

***

"Kamu sih, Kak, nyetirnya lama. Jadi telat kan kita," gerutu Ratih saat mereka baru saja menginjakkan kaki di lobby hotel.

"Kok aku sih, Ma? Mama yang kelamaan siap-siapnya. Safia juga!" balas Arsya tak terima.

"Mama tuh!" ucap Safia seraya menoel lengan Ratih.

"Kalian berani nyalahin Mama?!"

"Gak," ucap Arsya malas.

Ratih berjalan memimpin kedua anaknya menuju tempat acara diselenggarakan. Acara ini digelar di pool. Banyak aneka stand makanan, band yang bernyanyi secara live, juga tamu undangan dengan berbagai tampilan mewahnya masing-masing.

Arsya jadi heran sendiri, apa datang ke sebuah acara seperti ini sama saja ajang pameran kekayaan?

"Kesana yuk, ketemu temen-temen Mama dulu."

Arsya dan Safia mengangguk. Mereka pun kembali mengikuti langkah Ratih.

"Selamat ulang tahun ya Mbak Linda. Semoga panjang umur, dan sehat selalu. Maaf kita terlambat."

"Terima kasih, Mbak Ratih. Gak apa-apa, acaranya juga baru dimulai," ucap Linda, lalu menatap Arsya yang juga sedang menatap dirinya dengan tersenyum.

"Wah, ini siapa? Cantik sekali."

"Dia anak sulungku Mbak, namanya Arsya," ucap Ratih.

Arsya menghampiri Linda, dan mencium tangan wanita itu. "Arsya, Tante," ucapnya dengan tersenyum manis.

"Kamu cantik banget, sayang," ucap Linda seraya memeluk Arsya sebentar.

"Tante juga cantik."

"Selamat ulang tahun Tante Linda, Semoga apa yang tante harapkan dan do'akan, dikabulkan Allah, aamiin."

"Aamiin. Terimakasih cantik."

"Lalu ini?" tanya Linda seraya menatap Safia.

"Ini anakku yang bungsu Mbak, namanya Safia," ucap Ratih.

Safia mencium tangan Linda dengan tersenyum cantik.

"Kenapa cantik-cantik sekali anakmu, Mbak?"

"Terima kasih Tante, apa Safia boleh makan sekarang?"

Linda tertawa mendengar ucapan polos Safia. Arsya hanya menahan tawanya, sedangkan Ratih menahan malu. Begitulah Safia, tampangnya boleh dikatakan sedikit dewasa. Namun soal sifat? Sangat mirip seperti bocah TK.


"Tentu saja, Nak, nikmatilah."

Safia mengangguk, dan pergi menuju stand makanan yang tersedia.

"Maaf ya Mbak, Safia memang anaknya begitu," kata Mama tak enak.

Setelah itu, Mama berkumpul dengan teman-temannya, meninggalkan Arsya sendirian dalam kebosanan. Arsya memutuskan untuk berjalan ke arah kursi-kursi yang tersusun rapi di sisi kolam renang, lalu mengambil orange juice dan duduk disalah satu kursi pojok dekat pohon besar yang dihiasi lampu kerlap-kerlip. Ia meminum minumannya sambil memandangi tamu-tamu yang berjalan kesana-kemari. Hingga tatapannya terhenti pada seorang pria yang sangat ia kenali.


Kenapa dia bisa ada disini?

Hampiri? Tidak?

Hampiri saja, siapa tau memang sudah waktunya untuk berdamai dengan masa lalu.

Arsya meletakan gelasnya di atas meja, lalu menghampiri pria itu dengan tersenyum kecil. Namun, saat tinggal beberapa langkah lagi, ada wanita berjilbab yang menghampiri pria itu sambil menggandeng tangannya.

Arsya berhenti melangkah. Senyumnya memudar. Tanpa sadar, Arsya berjalan mundur, hingga tak sengaja menabrak seorang pelayan yang membawa nampan berisi minuman di belakangnya.

Prangg.

Arsya menoleh kebelakang. Minuman itu sudah tumpah dan gelasnya sudah pecah semua. Ia juga melihat semua tamu tengah menatap ke arahnya.

"Ma-maaf ya, Mas. Saya gak sengaja, maaf, maaf," ucap Arsya, lalu membantu pelayan itu memunguti pecahan gelas.

"Tidak apa-apa, Nona. Biar saya saja yang bersihkan."

"Kamu kenapa, Kak?" tanya Ratih, menghampiri putrinya dengan tergesa-gesa.

Arsya mendongak dengan mata berkaca-kaca. "Maafin aku Ma, aku gak sengaja."

"Udah gak papa," ucap Ratih menenangkan putrinya. "Maafin anak saya ya, Mas," katanya pada pelayan itu, yang dibalas senyum sopan.

"Kakak gak papa, kan?" tanya Safia menuntun Arsya untuk berdiri.

Arsya hanya mengangguk. Antara syok, malu, terluka, dan kecewa, menjadi satu. Membuatnya seperti orang ling-lung.

"Ada apa ini?" tanya Linda yang baru saja datang.

"Maafin aku, Tan. Aku gak sengaja nabrak pelayannya." Air mata Arsya menetes. Dia menangis. Bukan menangisi kejadian ini. Melainkan, menangisi pria yang dilihatnya tadi.

Linda menggenggam tangan Arsya. "Tidak papa, jangan menangis, Nak."

"Ada apa, Ma?"

Linda menoleh ke samping. "Gak ada apa-apa."

Arsya menatap tautan tangan pria di depannya dengan kosong. Pria itu menatapnya sulit.

Apa dia masih marah pada Arsya?

Ya Tuhan ....

Arsya kembali menatap Linda. "Tante, aku pamit dulu ya. Maaf udah buat kericuhan disini, permisi." Setelahnya, Arsya pergi dari sana dengan membawa sesak yang ada di dalam dadanya.

Tatapan itu ....

Apa Arsya boleh berharap, bahwa tatapan itu memancarkan sebuah kerinduan?

Apakah dia merasakan apa yang Arsya rasakan saat ini?

Aku merindukanmu Kak Kenan, sangat merindukanmu.

***

Semarang, 6 Januari 2021
Salam Indah♡

REGRET [END]Where stories live. Discover now