○ 3

10.1K 1K 127
                                    

"Selamat pagi."

Sapaan Arsya di meja makan membuat ketiga orang yang berada di sana menatapnya dengan senyuman manis, dan tersirat sedikit tatapan khawatir.

Arsya tidak buta untuk mengartikan tatapan mereka padanya. Semenjak pulang dari pesta kemarin, Arsya langsung berlari ke kamarnya tanpa berniat menjelaskan apapun pada mamanya juga adiknya, yang menatapnya kebingungan.

Arsya bertekad untuk menjalani kehidupannya kembali seperti awal. Tidak ada bayangan masa lalu yang terus menghantuinya, dan dia akan mencoba menghapus perasaan itu. Dia harus bisa move on. Toh, jika Arsya dan Kenan berjodoh pasti takdir akan menuntun mereka untuk kembali bersama.

"Kakak baik-baik saja?"

Arsya menatap Safia dengan anggukan kecil, lalu duduk disamping kirinya. Berhadapan dengan mamanya.

"Ayah pulang kapan?"

"Tadi malam jam sebelas."

Arsya menganggukkan kepalanya mengerti.

"Kamu kenapa, Kak? Apa acara tadi malam ada yang menyakiti kamu?"

Arsya menghentikan suapan kedua pada mulutnya. Ia tersenyum menatap ayahnya.

"Ayah gak perlu khawatir, aku baik."

"Kamu putri Ayah, kebahagiaan kamu adalah tanggung jawab Ayah."

Arsya menghela nafas pelan. "Iya."

Arsya terdiam sesaat, dan memasukkan sarapannya kedalam mulut. Setelah itu, ia meneguk air putih dan menatap ayahnya juga mamanya yang sedang menyantap sarapan mereka masing-masing.

"Nanti aku ijin mau nginep dirumah papa."

Ratih dan suaminya—Reno—saling menatap satu sama lain. Mereka tau kalau ada sesuatu yang terjadi dengan putrinya.

Reno adalah ayah tiri Arsya. Suami baru Ratih, setelah perceraiannya dengan papa Arsya—Surya—17 tahun lalu. Tepat saat Arsya menginjak usia 7 tahun.

"Berapa hari, Kak?" Tanya Ratih menatap wajah putrinya dengan sendu.

"Satu minggu, boleh?"

Reno menganggukan kepalanya, "Tentu. Jaga kesehatan ya, salam buat papa sama bunda kamu."

Arsya mengangguk, "Aku berangkat sekarang. Nanti aku minta tolong Bela buat ambil barang-barangku."

Arsya beranjak dari duduknya dan menghampiri ayahnya untuk berpamitan.

"Arsya berangkat," ucap Arsya mencium tangan ayahnya dan mencium pipinya. Reno pun membalas dengan mencium kening putrinya dengan sayang.

"Nanti aku kabarin kalau udah sampe rumah papa," ujar Arsya lagi, seraya mencium tangan juga pipi mamanya.

"Jaga pola makan, jangan tidur malam-malam, jangan stress, jangan capek-capek," pesan Ratih menatap putrinya.

"Iya, Ma."

"Salim dulu, nih," kata Arsya, dengan menyodorkan tangan kanannya pada Safia.

Safia menerimanya, dan menciumnya. Safia tau, kalau Arsya bukanlah kakak kandungnya. Tapi bagaimanapun juga, mereka tetaplah kakak adik. Satu ibu, satu sepersusuan, dan satu rahim. Mereka juga menyayangi satu sama lain.

"Jangan kangen ya."

"Dih, najis."

Arsya terkekeh dan mengacak rambut adiknya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

***

REGRET [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora