○ 6

8K 822 111
                                    

"Mbak, gak pulang? Ini udah jam 9 malam, loh," 

Arsya melirik Bela sekilas, lalu memfokuskan diri pada laptopnya kembali. "Kamu mau pulang?"

Bela tersenyum tidak enak. Dan Arsya mengerti maksud Bela. "Kamu duluan aja, nanti saya minta antar sopir kantor, "

"Tapi, Mbak ..."

Arsya menatap Bela dengan datar. "Pulang!"

Bela menatap Arsya yang menampilkan ekspresi datar, tapi tak mampu menyembunyikan guratan lelah yang tercetak jelas diwajahnya.

"Baik, Mbak. Saya permisi, assalamualaikum,"

Arsya mengangguk. "Waalaikumsalam." Setelah melihat Bela yang sudah keluar dari ruangannya, Arsya kembali menatap laptopnya.

Sebenarnya jadwal Arsya hari ini tidaklah padat, hanya saja dia mengerjakan semua tugas yang biasanya dikerjakan oleh Zia dan Rendy. Ia ingin menyibukkan diri di kantor, agar tak terlalu banyak menghabiskan waktu dirumah. Apalagi ada Nenek Rahma yang tinggal seatap dengannya.

Beberapa jam kemudian, Arsya baru menyadari kalau hari sudah semakin malam, saat jam dinding diruangannya berbunyi. Tepat pukul 11 malam.

Arsya menutup laptopnya, dan merapikan meja kerjanya. Ia meraih ponselnya yang mati karna habis baterai, dan berjalan menuju sofa. Arsya merapikan kertas-kertas yang ia diskusikan dengan Bela tadi, dan meletakkannya di atas meja kerjanya. Ia meraih tasnya dan jam tangannya yang ia lepaskan saat ingin salat isya, tadi.

Arsya berjalan keluar dari ruangannya. Lampu-lampu dikoridor belum sepenuhnya dimatikan, karna Bela sudah mengatakan pada satpam, kalau Arsya masih ada di ruangannya. Arsya memasuki lift lantai 5 yang akan membawanya ke lobby. Hari ini Arsya berada di kantor pusatnya. Kantor yang ia bangun untuk usaha toko rotinya dan wedding organizer nya.

Arsya berjalan keluar lift, menuju pintu lobby. Ia menghampiri kedua satpam kantornya dan sopir kantor, yang sedang duduk di depan lobby, ditemani papan catur dan 3 gelas kopi hitam.

"Pak Mahmud!" Panggil Arsya pada sopir kantornya.

"Eh, Bu Arsya. Sudah mau pulang, Bu?"

"Iya, tolong antar saya, ya,"

"Baik Bu, silahkan masuk," ucap Pak Mahmud membukakan pintu mobil untuk Arsya.

"Hati-hati, Bu," ucap salah satu satpamnya, yang dibalas dengan anggukan kepala oleh Arsya.

Mobil berjalan keluar dari halaman kantor. 15 menit kemudian, tiba-tiba mobil berhenti.

"Kenapa, Pak?"

"Saya kurang tau, Bu. Saya cek dulu, Bu,"

Arsya menghela nafas pelan. Badannya sedikit tidak enak. Mungkin kelelehan, dan terpapar angin malam.

"Gimana Pak?" Tanya Arsya menyembulkan kepalanya di balik jendela mobil.

"Mesinnya ada yang rusak, Bu,"

Arsya keluar dari mobil, dan melihat bagasi depan yang Pak Mahmud buka.

"Disini gak ada bengkel, ya?"

"Ada, Bu. Tapi sudah tutup,"

Dari arah belakang mobil Arsya, ada sebuah mobil hitam yang sangat mewah tengah melaju pelan. Tentunya mobil itu adalah mobil mahal dengan harga yang fantastis. Mobil itu berhenti di depan mobil Arsya.
Seorang pria berbalut jas hitam, turun dari mobil itu, dan berjalan menghampiri Arsya dengan sang sopir.

"Ada yang bisa saya bantu?"

"Mobil saya mogok," ucap Arsya menoleh, menghadap pria itu. Matanya membola sempurna, kala menatap Kenan yang berdiri dibelakangnya.

REGRET [END]Where stories live. Discover now