○ 18

6.5K 586 31
                                    

Arsya melangkahkan kakinya ke dalam rumah yang sudah ia tinggalkan selama 2 bulan ini.

"Mbak Arsya? Tumben, kesini pagi-pagi."

Arsya tersenyum. "Nenek ada?"

Ita mengangguk. "Ada di meja makan, mbak. Baru saja selesai."

Arsya berjalan ke arah meja makan, dan menyapa kedua orang tuanya, juga adiknya.

"Apa ada yang mau kamu bicarakan?"

"Aku bisa ajak nenek keluar sebentar? Aku mau ngobrol berdua."

"Arsya.."

Arsya menatap mamanya. "Ada suatu hal penting, yang harus aku bicarakan sama nenek, ma."

"Tapi ..."

"Kamu mau ajak saya kemana?"

"Nenek gak perlu khawatir, aku cuma ajak nenek ngopi pagi."

Nenek Rahma tampak menimbang-nimbang sebentar, lalu mengangguk.

"Tolong jangan sakiti Arsya lagi ya, bu. Aku memaafkan ibu, dan tetap mengizinkan ibu tinggal di sini juga karna Arsya."

Nenek Rahma terdiam, melirik Arsya sekilas. "Hmm. Saya ambil tas dulu."

"Ayah sama mama jangan khawatir. Aku hanya akan menyelesaikan masalah kecil diantara kami."

Reno mengangguk. "Ayah percaya sama kamu."

"Arsya, apa kamu sudah memaafkan mama? Mama sudah lama sehat, tapi kamu tidak pernah mengatakan kalau kamu memaafkan mama." ucap Ratih, menatap Arsya sendu.

Arsya hanya membalas ucapan mamanya dengan tersenyum.

"Ayo, Arsya!"

Arsya menoleh ke arah neneknya, dan mengangguk. Ia mengecup tangan kedua orang tuanya, dan merangkul Safia sekilas.

Arsya segera melajukan mobilnya keluar dari halaman rumah Reno.

Beberapa menit kemudian, Arsya menghentikan mobilnya di depan restoran asri. Arsya sengaja memilih restoran ini, karna tempat ini sangat menyejukkan, dengan pohon-pohon yang tumbuh rapi disekitarnya. Cocok untuk mereka yang akan membicarakan suatu masalah.

Arsya mengajak neneknya untuk duduk dimeja outdoor, yang beratapkan seperti gubug. Mereka memesan dua cangkir kopi hangat.

Arsya menghembuskan nafasnya pelan. Ia menatap mini garden dan air mancur buatan yang ada didekatnya. Melihat mereka, adalah salah satu cara untuk mengurangi stress dan emosi Arsya.

"Aku ingin mengajukan pertanyaan yang pernah aku tujukan kepada nenek, dulu. Aku juga sudah mencari semua informasi, yang berkaitan dengan nenek. Tapi, aku ingin nenek yang menjelaskan secara langsung padaku."

Nenek menatap Arsya tak suka. "Apa yang mau kamu tau?" ketusnya.

"Apa hubungan nenek dengan Tante Wirna? Aku tau, ini pasti ada hubungannya dengan alasan nenek membenciku sampai sekarang."

"Kamu tidak perlu tau tentang itu!"

"Nenek, mau sampai kapan kita terus seperti ini? Aku capek. Aku capek harus memiliki masalah yang berlarut-larut dengan seseorang. Andaikan nenek mau mengatakan alasan kebencian nenek kepadaku dari dulu, mungkin sekarang kita akan duduk dengan tatapan hangat. Bukan aura permusuhan dan ketidakberdayaan seperti ini. Aku mohon, nek. Selesaikan semuanya sekarang."

Nenek Rahma menatap kedua mata Arsya yang merah dan berkaca-kaca. Ia dapat melihat tatapan frustasi dari kedua mata gadis itu.

"Asal kamu tau Arsya, tidak ada alasan pasti atas kebencian saya terhadap kamu. Saya adalah tipikal orang yang suka memendam. Rasa sakit apapun yang saya rasakan, selalu saya pendam sendirian. Saya sulit mengekspresikan perasaan saya. Sampai waktu itu, Reno mengatakan kalau dia akan bercerai dengan Wirna, dan menikah dengan mama kamu. Saya benar-benar marah kepada Reno, apalagi Ratih. Gara-gara mama kamu, rumah tangga anak saya hancur. Saya tidak bisa menyakiti Ratih secara langsung, karna saya tau, Reno akan membenci saya jika dia tau itu."

REGRET [END]Where stories live. Discover now