Marion X Ardi (1)

21 4 10
                                    

Adakah hal yang paling dinantikan sekaligus membahagiakan bagi para pekerja selain jam yang telah menunjukkan waktu untuk pulang dan juga tanggal gajian? Rasa-rasanya hampir tidak ada, selain tentunya sejumlah bonus yang terkadang mampir di akun rekening masing-masing. Itu pun, jika beruntung. Sebab, si bonus lebih sering tidak datangnya dibandingkan dengan jumlah kedatangannya. Alias kedatangan yang tidak pernah dapat diprediksi, sehingga tidak seharusnya terlalu diharapkan begitu tinggi. Begitu juga bagi Ardi, seorang karyawan biasa yang kini bekerja di salah satu perusahaan penyalur listrik terbesar milik negara. Memang sih, jika ditilik dari kehidupannya, Ardi merupakan bagian dari karyawan biasa yang terbilang berkecupan. Ingat, bercukupan loh ya, bukannya mapan-mapan banget. Tetapi, setidaknya dirinya memiliki sebuah hunian yang dapat menjadi tempatnya beristirahat dan juga bernaung.

Eits, jangan kira rumah Ardi itu adalah sebuah rumah mewah nan besar seperti di sinetron-sinetron ya. Tidak, tidak, tidak seperti itu. rumahnya adalah hunian sederhana yang terletak di daerah pinggiran Jakarta. Namun, meski tidak besar, huniannya itu merupakan hunian idaman yang berhasil ia dapatkan dari jerih payahnya bekerja keras selama ini. Selain hunian, dirinya juga memiliki dua buah kendaraan yang berfungsi membantu mobilitasnya di kota metropolitan ini. Yaitu, sebuah mobil sejuta rakyat, Ayla, dan sebuah motor vespa matic yang dapat membantu dirinya menghadapi kemacetan ibukota tersebut. sehingga, dirinya tidak perlu repot berdesak-desakan di dalam KRL hanya demi menuju dan kembali pulang dari kantornya itu.

Hm, jika sudah membicarakan asset, sepertinya tidak akan lengkap bila tidak disertai dengan asset-aset lainnya yang berupa barang elektronik. Dan seperti anak muda kebanyakan, Ardi pun memiliki sejumlah gadget yang tida pernah lepas dari hadapannya ini. Yang pertama, jelas saja sang ponsel pintar, sedangkan yang kedua adalah sebuah laptop beserta tab-mini yang berfungsi untuk menunjang performanya dalam bekerja, dan yang terakhir tentu saja alat-alat elektronik yang berhubungan dengan hobinya bermain game. Sebut saja, Nintendo, PSP, XBOX hingga perlengkapan PS pun ia miliki secara lengkap. Jadi jangan heran, bila seminggu sekali dirinya suka sekali mengadakan mabar bersama dengan teman-temannya tersebut. Akan tetapi, selain hobi bermain game, masih ada lagi hobi lainnya yang begitu gemar ia geluti. Yaitu membaca dan memelihara hewan, terutama hewan berbulu dengan tingkah absurd yang begitu digilai oleh sejuta umat. Ya, Ardi diam-diam begini juga pecinta anak bulu garis keras, loh. Makanya, jangan heran bila sudah sore seperti ini, dia akan belingsatan di meja kerjanya itu. Sudah nggak tahan, bro, pengen pulang dan bermanja-manja dengan mahluk peliharaannya tersebut.

"Sing sabar, mas. Ora katon kaya wong ambien" ujar Bimo menasihati.

"Jam lima kok kayanya lama banget, ya bim? Gue udah nggak sabar nih, kepengen ngacir. Pengen cepet-cepet pulang terus ketemu sama si Miro, deh."

"Siapa lagi tuh, Ar? Jangan-jangan cewek baru lo, ya? Astagfirullah, Ar. Sing nyebut, Ar. Nggak baik itu, bawa anak gadis orang malam-malam ke rumahmu. Apa kata tetangga nanti? Lo mau diciduk sama satpol PP?"

"Yee, suujoon aja terus lo kerjaannya. Miro itu kucing, woy. Kucing peliharaan gue. Dan For your information nih ya, si Miro itu jantan. Alias berbiji kaya kita."

"Oh, kucing toh. Bilang dong, gue pikir lo mau nyekep anak gadis orang."

"Lo pikir gue udah sengenes itu apa, sampe nggak bisa menemouh jalan yang bener?"

"Kali aja, Ar. Kan lo udah jomlo sejak lahir. Kali aja lo nggak tahan yekaan, ngeliat pasangan pada mesra-mesraan di jalanan" kata Bimo seraya tertawa hingga terpingkal-pingkal dibangkunya itu.

"Kurang ajaarrr! Dasar suombong! Gue doain, biar cewek lo cepet sadar dari tipu muslihat lo itu. Terus abis sadar, dia pergi deh, ninggalin lo seorang diri."

"Ya, Allah, kok lo tega banget sih sama gue, Ar? Yang lo lakuin ke gue itu jahat tau!"

"Bodo amattt, Bim, lo mau ngomong apa juga gue bodo amat! Yang penting tuh, gue bisa cepet pulang, terus main-main sama Miro, deh. Ck, mana jam lima lama banget lagi, padahal tinggal lima menit lagi" balas Ardi senewen sembari terus memperhatikan gerakan jam dinding yang terasa begitu lambat tersebut. Lalu, ketika jarum pendek sudah benar-benar menyentuh angka lima, dirinya pun melonjak senang sambil bergegas beranjak dari kursinya, guna berpamintan kepada sesame rekan kerjanya itu, "Yes, udah jam lima. Gue udah bisa pulang, sekarang. Dah, Bimo! Selamat berlembur-lembur ria, ya bro!"

Way to Your Heart [TAMAT]Kde žijí příběhy. Začni objevovat