Elizabeth X Henry (1)

35 6 0
                                    


Selama tiga tahun dirinya membina biduk rumah tangga bersama sang suami, maka ada beberapa kesimpulan yang dapat ia tarik dari sikap dan juga kehidupan sehari-hari yang di jalani oleh suaminya tersebut. Pertama, sang suami adalah gambaran sempurna dari peribahasa, 'Jangan pernah menilai seseorang hanya dari penampilannya saja, sebab bisa jadi penampilan hanyalah tampilan luar yang tidak sepenuhnya menggambarkan sifat serta karakter dari diri seseorang' dan ya, mereka terbukti benar. Sebab, jika dirinya perhatikan secara saksama, perawakan sang suami justru terlihat begitu biasa. Saking biasanya, ia dapat mengategorikan pria tersebut selayaknya seorang pria biasa yang dapat kalian temukan dimanapun. 

Suaminya itu, tidaklah terlalu tampan bak seorang model ataupun patung Adonis. Pria tersebut bahkan terlihat kurus jika dibandingkan dengan para jajaran pria yang begitu hits di media-media sosial. Akan tetapi, jangan pernah ragukan kemampuannya dalam memimpin dan juga bersikap tegas. Justru dialah satu-satunya orang yang begitu mahir mengintimidasi seseorang hanya dari tatapan tajamnya saja. Sehingga, entah bagaimana caranya, orang-orang tidak akan mampu memandangnya sebelah mata dan malah akan bersikap patuh terhadap apa pun yang ia perintahkan. Yang kedua, pria tersebut adalah pria tercuek yang pernah Lizzie temui di sepanjang hidupnya ini. Dia tidak pernah peduli ataupun repot-repot untuk bersikap manis kepada orang-orang, agar orang tersebut menyukai dirinya. Tetapi, entah mengapa pria itu tetap bisa bersikap manis kepada orang-orang yang ia kasihi. Selain sikap cueknya, ketidakpedulian sang suami juga tercermin secara jelas pada gaya serta pilihan pakaiannya yang ia kenakan. Jika tidak mendesak, maka sang suami akan lebih memilih untuk berpenampilan santai dengan t-shirt maupun kaos pas badan yang akan dipadu padankannya dengan celana jeans atau pun celana khaki

Sebuah penampilan yang dapat membuatnya senewen berat, lantaran terlalu kasual untuk digunakan dalam pertemuan-pertemuan bersama klien mereka sekalipun pertemuan itu terjadi di luar jam kantor dan memang memperbolehkan mereka untuk bersikap lebih santai. Dan hal terakhir serta hal yang mungkin paling membuatnya jengkel adalah sikap over protektif sang suami yang begitu tak terduga. Di satu sisi, dia bisa membiarkan Lizzie untuk bersikap semandiri mungkin, namun disisi yang lain, pria tersebut bisa akan sangat kesal gara-gara hal sepele, seperti cara serta seleranya dalam berpakaian. Dan hal tersebut sudah terlalu sering terjadi, sehingga Lizzie pun sudah berada diambang batas muaknya dan memutuskan untuk melakukan pemberontakan kecil, yang mungkin saja melibatkan keduanya dalam perdebatan panas lainnya.

"Kamu yakin mau pake pakaian seperti itu di pesta ini? Demi Tuhan Liz, aku bahkan bisa melihat bentuk pusarmu yang mengintip malu-malu dari celah bajumu itu! Emang nggak bisa ya, kamu cari gaun lain yang jauh lebih tertutup?" tegur Henry ketus.

"Kenapa emangnya sama gaun ini? Gaun ini bagus kok, cantik lagi kalau digunakan sama aku."

"Iya, tapi tuh belahan dada kamu keliatan kemana-mana. Mana bisa aku ngajak kamu dengan pakaian seperti ini? Yang ada, tuh gaun keburu melorot lagi sebelum kita berdua bahkan sampai di pesta nanti."

"Oh, kalau soal itu kamu tenang aja. Aku udah memastikan jauh-jauh hari sebelumnya, bahwa baju in akan menempel ketat selayaknya kulit kedua ditubuhku ini. Sehingga, pakaian ini akan membalut tubuhku dengan sempurna, sekaligus menonjolkan lekuk-lekuk seksi yang selama ini telah aku miliki. Jadi, kemungkinan untuk melorot ataupun jatuh juga akan sangat kecil. Pokoknya, kamu nggak perlu khawatir deh. Aku jamin nggak akan ada insiden apa pun yang akan membuat kamu malu. Tenang aja ya, Sayang" jelas Lizzie dengan genit.

"Justru itulah hal yang buat aku takut" lirih Henry.

"Kamu bilang apa?"

"Nggak, aku bilang apa kamu nggak malu? Baju kamu tuh sama terbukanya kaya baju yang belum jadi tau, nggak? Terbuka sana sini, sekalian aja kamu nggak usah pakai baju kalau begitu caranya" ujar Henry dongkol.

"Gitu? Emang kamu yakin, bakal bolehin aku telanjang gitu aja diluaran sana?"

"HEH! Itu kan Cuma perumpamaan. Lagian kamu tuh, dibilangin kok ngeyel banget sih?"

"Bukannya begitu, Henry. Aku kan Cuma pengen terlihat cantik dan modis, kalau lagi jalan sama kamu. Dan menurut aku, gaun inilah yang terbaik. Selain memang karena modelnya yang lagi hits banget di kalangan para ibu-ibu muda, gaun ini pun seolah-olah membuat kecantikan aku semakin terlihat berlipat ganda. Kaya auranya keluar banget, gitu loh."

"Duh, gusti. Kok punya istri begini amat ya?" gerutu Henry pelan, "Kalau aku bilang nggak, ya nggak. Kamu nurut dong, Liz, sama aku."

"Emangnya aku nggak cantik ya, pakai baju ini?" kata Lizzie seraya merajuk.

"Cantik, okay? Cantik banget malah."

"Terus-"

"Tapi, nggak begini juga dong, caranya. Masa kamu mau pergi dengan dandanan menggoda gaya gitu? Kalau ada yang liatin gimana?"

"Ya, nggak apa, biarin aja mereka liat. Toh, mereka punya mata. Nggak mungkin juga kan, aku nyuruh mereka merem atau malingin muka setiap papasan sama aku?" balas Lizzie cuek.

'Justru kalau bisa pengen gue colok tuh mata laki yang ngeliatin kamu sampe ngiler-ngiler gitu. Katanya cewek itu mahluk peka, tapi apa buktinya? Gue udah ngomong ngalor-ngidul sampai ngasih kode disana-sini, masih aja si doi kagak peka juga. Masa iya, mesti gue jelasin juga maksud dan tujuan gue?'

"Gini deh sekarang, kamu punya baju lain nggak? Yang bisa dipakai, selain yang ini? aku yakin kok, baju-baju kamu yang lain juga nggak kalah bagusnya."

"Kamu masih kekeh buat minta aku ganti?"

"Iyalah, mana sudi aku ngebiarin kamu keluar dengan pakaian kurang bahan kaya gitu?"

"Tapi, Sayaang, aku udah dandan loh ini. Udah cantik, masa aku mesti dandan ulang? Nanti kalau kita telat gimana?"

"Nggak masalah, aku tungguin. Dari pada tensi darah aku naik lagi, nanti."

"Nggak mau ah, aku paling cantik kalau pakai baju ini, Henry. Boleh ya? Please?" rajuk Lizzie pantang menyerah.

"Percaya sama aku, kamu mau pakai baju apa pun bakalan tetap cantik, Liz. Sekalipun kamu pakai daster batik. Buat aku, kamu tuh yang tercantik dari seluruh populasi wanita yang ada di Indonesia ini."

"Yah, Henry" ucap Lizzie sambil merengut sedih, "Tapi ini baju baru aku, yang belum pernah dipakai. Kalau nggak sekarang, kapan lagi aku bisa pakainya?"

"Di rumah, mungkin? Pas berduaan sama aku? Dan aku bakalan dengan senang hati memuja kamu saat kita berduaan nanti."

"Tapi-"

"Ganti ya, Sayang? Aku janji deh, besok aku akan kosongkan semua jadwal aku, dan bakalan nemenin kamu seharian buat belanja. Belanja apa pun yang kamu mau, gimana?"

"Aku maunya tetap pakai ini, Henry."

"Yaudah, kalau gitu kita batalin aja pergi ke pestanya."

"Yah, jangan dong. Kamu mah, tega banget sama aku! Sekali aja, masa tetep nggak boleh? Cuma sekali ini aja, Sayang, janji. Besok-besok gaunnya bakalan aku museumkan aja, kalau pergi aku sumbangin ke badan amal deh."

"Fine, kalau kamu emang tetap maksa. Tapi, jangan salahin aku kalau kamu nantinya harus menanggung akibat pilihan kamu ini, ya."

"Iya, aku janji. Aku akan lakuin apapun yang kamu mau. Pokoknya aku bakalan nurut deh."

"Bagus, aku pegang kata-kata kamu itu. Yaudah, ayo berangkat, sebelum aku malah menyesal dan ngurung kamu seharian di kamar."

"Ayo, ayo! Makasih ya, Sayang. Kamu emang yang terbaik, deh."

"Hm."

***

Way to Your Heart [TAMAT]Where stories live. Discover now