Akihiro X Kanako (2)

29 6 0
                                    


Selepas perbincangan yang entah bagaimana telah berubah menjadi sesi curhat yang tidak membawa manfaat tersebut, Kanako pun memilih untuk kembali memikirkan ulang seluruh percakapan yang telah terjalin di antara dirinya dan Irene tadi. Ia menimbang-nimbang semua saran yang di telah diucapkan oleh sahabatnya tersebut, sembari membandingkan baik dan buruknya, apabila nantinya ia telah memantapkan hati untuk pindah dan tinggal dalam satu atap bersama sang tunangannya itu.

Sebab, bagaimana pun juga, permintaan tersebut adalah sebuah permintaan besar yang akan mengubah tidak hanya teman untuk berbagi hunian tetapi juga seluruh aspek yang terkait dengan kehidupan yang tengah di jalaninya kini. ia tidak ingin, keputusannya ini menjadi sebuah keputusan impulsif yang tak memiliki dasar. Terjadi begitu saja, akibat dorongan dari hati dan sisi emosionalnya saja. Ia harus benar-benar memikirkan semua ini secara logis dan juga terstruktur. Jangan sampai, setelah seluruh keputusan telah ia ambil, maka yang tersisa hanyalah sebuah rasa penyesalan yang tiada tara. Penyesalan yang pada akhirnya hanya akan membuat ia berandai-andai dengan masa lalu yang tak akan mungkin dapat ia ubah, tidak peduli sebagus apa pun bentuk pengandaian tersebut.

Karenanya, setelah melalui beberapa tahap perenungan serta pemikiran yang mendalam akan tanggung jawab dan risiko yang dapat timbul di kemudian hari atas keputusan yang akan diambilnya itu, maka Kanako memutuskan untuk menerima dan mengikuti seluruh permintaan beserta syarat-syarat yang sempat sang tunangan ajukan kepadanya beberapa waktu yang lalu itu. Keputusan ini ia ambil, demi dirinya dan juga hubungan asmara yang telah terjalin begitu lama dengan pemenang hatinya itu. Ia ingin, agar hubungannya yang pernah mesra dulu, dapat kembali romantis. Tanpa adanya permasalahan-permasalahan tak berarti seperti ini. Apalagi sumber dari permasalahan ini, hanya kesalah-pahaman yang diiringi dengan kekeras kepalaan dari kedua belah pihak. Lagi pula, dirinya sendiri pun merasa bahwa masalah ini sudah terlalu lama dibiarkan berlarut-larut begitu saja. Dan menurutnya ini adalah saat yang tepat untuk mengakhiri sekaligus berkompromi atas semua kesalah pahaman yang telah keduanya pendam untuk sekian lama tersebut.

"Jadi, sekarang kamu mau apa?"

"Aku mau kompromi sama kamu."

"Fine, tapi syarat yang aku minta tetap berlaku ya. Dan kalau kamu nggak bisa memenuhi persyaratanku itu, maka aku anggap pembicaraan kita ini tidak pernah ada. Sehingga, kompromi yang kamu inginkan pun secara otomatis tidak akan pernah terlaksana. Kamu paham?" Ucap Akihiro memberi peringatan.

"Ya." Jawab Kanako dengan tenang.

"Dan pilihanmu adalah?"

"Aku bersedia mengikuti semua syarat-syaratmu itu."

"Seluruhnya? Tanpa terkecuali?"

"Ya, benar-benar seluruhnya. Tanpa ada satu pun pengecualian di dalamnya."

"Baiklah. Dan jika ini memang sudah menjadi keputusanmu, maka aku harap kamu tidak akan pernah menyesalinya di kemudian hari kelak. Ingat, kamulah yang secara sadar telah menyetujui dan mengambil keputusan ini. Jadi, jangan pernah datang dan merengek kepadaku, bila nantinya kamu sendiri yang merasa tak sanggup dalam menjalani pilihan yang telah kamu pilih ini. Apa kamu mengerti, Kanako?"

"Ya." Kata Kanako singkat.

"Bagus, kalau begitu segera berkemaslah." Ujar Akihiro dengan galak. Ia sudah tidak peduli lagi, bila nanti sang kekasih akan menganggap dirinya kejam, atas keputusan yang ia berikan itu. Sebab yang terpenting baginya ada kesediaan sang kekasih hatinya itu sendiri. Kesediaan yang akan membuat mereka menetap dalam satu atap sembari mengarungi pergantian hari bersama-sama. Bersama berdua, tanpa ada seorang pun lagi, hanya ada dirinya dan Kanako saja.

"Tapi, aku bolehkan mengucapkan selamat tinggal dan berpamitan dengan sahabatku itu? Bagaimana pun juga, Irene adalah orang yang penting buatku. Dia adalah satu-satunya sahabat serta teman hidup yang pernah aku miliki, semenjak pertama kalinya aku menginjakkan kaki di negara asing ini. Selain itu, dia pulalah yang selama ini telah menjadi teman serumahku di apartemen tersebut. Masa aku main pergi begitu aja? Tanpa berpamitan sama sekali? Kan jadi terkesan nggak sopan dan nggak tau diri."

"Ya, silakan saja. Tapi, kalah aku jadi kamu, aku akan lebih memilih untuk tidak melakukannya. Buat apa? Toh, pada akhirnya kamu akan tetap bertemu dengan dia setiap harinya." Ujar Akihiro dengan misterius.

"Ha? Gimana-gimana?"

"Udah nggak usah bawel, sana cepat beres-beres. Ntar kamu juga tau sendiri maksud aku apa."

"Njeh, pak, njeeh! Baru jadi tunangan aja udah judes kaya gitu, gimana pas jadi istri coba? Duh, gusti apes banget sih, aku. Nemu laki kok ya begini amat? Bisa tukar tambah nggak, sih? Untung sayang, coba kalau nggak. Udah tak jorokkin sampean, Bang, di teras tadi. Ckck. Nasiib, Nasib."

***

Way to Your Heart [TAMAT]Där berättelser lever. Upptäck nu