File 23

1K 135 14
                                    

Aku mengedarkan pandangan ketika seluruh siswa berhamburan keluar kelas sesaat setelah bel pulang sekolah berbunyi. Aku harus memberitahu salah satu mereka bahwa ada hal penting yang harus kulakukan berkaitan dengan rekaman CCTV itu sehingga aku tidak bisa ikut ke lantai tiga.

Maksudku, bukan melakukan peretasan untuk mendapatkannya. Pergerakanku berkurang drastis karena peraturan yang diberikan Kak Adam. Yang kumaksud adalah mengamati letak beberapa kamera CCTV yang memungkinkan adanya blind spot dan kemungkinan dimanfaatkan pelaku dalam melakukan aksinya. Tentu saja ini akan menjadi bukti yang kuat.

Aku lekas menoleh ketika menyadari seseorang memanggilku dari belakang. "Steve, apa kau tidak ada kesibukan?" tanya Mia. "Bu Yanti memintaku untuk mengajari mereka yang akan ikut olimpiade fisika. Tapi ... kau tahu sendiri kan, aku tidak mengerti kalau membahas konsep ruang dan waktu," pintanya.

Aku tidak segera menjawab. Memang aku tidak memiliki niat untuk menolak. Ini kulakukan agar dia tidak curiga. Memikirkan bagaimana cara terbaik untuk melarikan diri. Maksudku melarikan diri di sini adalah pulang sebelum jadwal demi melakukan penyelidikan ini. "Bagaimana? Aku tidak memaksa jika kau tidak sempat," ujarnya.

"Sebenarnya tidak. Aku hanya perlu memberitahu Kira jika aku tidak bisa ikut dengannya," jawabku. Aku yakin seratus persen, penggemar berat Sherlock Holmes ini akan segera menyampaikannya pada Kira. Lalu, gadis karateka itu akan segera mengerti jika ada 'hal gila' yang akan kulakukan sore ini.

"Ah, tidak masalah. Itu Kira, aku saja yang memberitahunya," ucap gadis itu lalu berlari mendekati Kira, yang seperti biasa pulang bersama tetangganya. Aku tersenyum miring, sesuai perkiraanku. Mia akan tanpa rasa curiga sedikit pun menyampaikan pesan rahasiaku pada kedua gadis itu.

"Ayo," ajak Mia membuyarkan lamunanku. Senyuman polos itu, terlihat jelas jika dia yakin aku tidak menyembunyikan apa pun. Itu bagus, aku akan lebih mudah lari darinya. Tidak perlu khawatir, aku akan jelaskan semuanya jika kasus ini sudah tuntas.

Ruang laboratorium terlihat hanya ditempati tiga orang siswa, dua perepuan dan satu laki-laki. Aku heran, mengapa aku selalu saja harus berurusan dengan para gadis. Mia masuk terlebih dahulu lalu menyapa mereka yang hadir. Sementara aku terdiam cukup lama di depan pintu sebelum akhirnya ikut masuk.

"Kyaa ...! Kak Edward!" jerit dua siswi yang berada di ruang lab, sementara yang satunya hanya bisa menutup telinga. Sudah kuduga, kejadiannya selau seperti ini. Aku memilih untuk memalingkan wajah. Masalahnya, jika aku menatap mereka tajam, jeritan itu akan semakin menjadi-jadi. Dan yah, untung saja wajah marah Mia bisa langsung menghentikan mereka.

"Oke, dengerin Kakak!" seru Mia galak. "Kak Edward dateng ke sini bukan buat tebar pesona. Dan kalian harus tau, dia udah punya pacar yang jauh kebih cantik dari kalian!" katanya. Aku melipat kedua lengan tidak peduli walaupun yang dikatakan gadis itu adalah kebohongan.

"Kita dateng ke sini buat bantuin kalian jawab soal yang dikasi sama Bu Yanti. Sini Kakak liat," jelasnya seraya mendekati tiga adik kelas yang hanya bisa memandang takut wajah galak Mia. Lalu sekarang, apa yang akan kulakukan di sini? Hanya menonton pasti akan membosakan. Tapi jujur saja, aku tidak menyesal. Setidaknya Mia tidak curiga pada penyelidikan ini.

"Tidak ada konsep ruang waktu, kan?" tanyaku pada Mia setelah cukup lama memandangi lembaran soal itu. Mia menoleh, kemudian mengamati soal itu lagi. "Jika tidak ada, aku pulang lebih dulu. Ada yang harus kulakukan," ucapku.

"Y-ya ... baiklah," serahkan saja padaku, ucapnya ragu. Tanpa menunggu lama, aku segera berbalik menuju pintu keluar. Terdengar desahan kecewa dari juniorku. Desahan yang kemudian berhasil diredam oleh omelan gadis yang disukai Kevin itu.

Aku segera menuju TKP yang paling dekat dari sekolah. Yaitu lokasi dimana Riyan menemukan mayat beberapa hari yang lalu. Cukup lama aku mengamati tempat itu. Tidak ada kamera CCTV di sekitar sana. Lampu jalan di sana juga sudah lama mati. artinya, tempat ini cukup gelap ketika malam hari.

Tentu saja ini sangat memudahkan pelaku. Apalagi mengingat estimasi waktu kematian korban waktu itu adalah sekitar pukul sembilan malam. Bisa dikatakan, hampir tidak akan ada yang melihat aksi pelaku dengan temaram cahaya bulan di langit malam yang hampir seminggu ini selalu berawan.

Aku segera beralih ke tempat lain yang juga tidak terlalu jauh dari sini. Tepat di tikungan pertama menuju rumahku, tempat dimana aku memperkenalkan Kak Adam pada teman-temanku. Tidak ada CCTV, tetapi tempat itu cukup strategi untuk dilihat sebagian besar pengguna jalan. Sangat aneh jika tidak ada yang menyadari tindakan kriminal itu.

Aku memang tidak sempat memeriksa korban yang itu karena Polisi lebih dulu datang ke tempat kejadian. Jangan tanya apakah Kak Adam memberitahuku atau tidak. Loyalitasnya selalu saja menghalangi. Tetapi, ketika berangkat sekolah aku selalu melihat keluar jendela bus, dan tidak ada hal aneh yang kulihat hari itu.

Maka bisa hanya ada dua kemungkinan. Pertama, korban dibunuh setelah aku sampai di sekolah. Dan yang kedua, korban sudah dibunuh sebelumnya, tetapi baru dipindahakan setelahnya. Hanya saja, rasanya sedikit mustahil jika pelaku memindahkan korban di saat jam sibuk tanpa dicurigai warga kota. Itulah yang mengganggu pikiranku.

Sejauh ini yang bisa kusimpulkan adalah, pelaku mengetahui persis letak seluruh kamera CCTV serta hal-hal yang bisa menjadi bukti kuat atas kejahatannya. Karena itu, posisi kamera pengawas bisa dijadikan bukti. Walaupun tidak ada petunjuk di sana, justru itulah yang memperkuat kesimpulanku jika pelaku bukan orang yang awam dalam dunia kriminal.

Kembali kulanjutkan perjalanan. Kali ini, langkah kakiku mengarah ke sebuah komplek pemukiman yang cukup sepi ketika siang, apalagi malam hari. Aku sangat yakin jika di antara rumah-rumah itu, ada kamera pengawas.  Dan aku juga yakin, pelaku sudah mendapat informasi yang cukup tentang tempat ini.

Aku bergeming tepat di depan tembok salah rumah warga yang merupakan bekas TKP dan kini sudah dibersihkan. Tampak jika tembok tersebut seperti sudah mengalami benturan keras. Menurutku, ini pasti menjadi petunjuk bagi kepolisian jika korban sempat melawan. Maka tidak salah lagi, ini juga bisa menjadi bukti jika pelaku adalah laki-laki.

Kuarahkan pandangan ke atas hingga tepat berhadapan dengan kamera pengawas. Aku tersenyum kecil, dugaanku tidak meleset. Pelaku pasti sudah memperkirakan ini. Korban akan pulang ke rumanya melalui sisi kanan jalan, hingga dia hanya perlu membuntuti lalu menyerangnya ketika ada kesempatan.

Mengapa tidak ada yang aneh di rekaman CCTV yang diperiksa Kak Adam? Tentu saja karena adanya blind spot seperti yang kuperkirakan. Kamera pengawas itu telrihat condong ke sebelah kiri. Ini menyebabkan mereka yang berada di sisi kanan jalan tidak tertangkap di kamera. Jika saja Kak Adam memerhatikan hal ini, maka dia tidak perlu mengeluh di hadapan juniornya.

Tiba-tiba, kepalaku terasa nyeri setelah terbentur oleh benda keras. Aku merintih memeganginya lalu berbalik. Namun hanya dalam hitungan detik, sebuah benda tajam terasa jelas menyayat lengan kiriku. "Akh ...." Kakiku terasa semakin lemah. Pandanganku seperti berputar. Susah payah aku menatap balik orang yang melakukan ini padaku.

"Maafkan aku, Senior. Ini demi keadilan," ucapnya dingin.

Netraku melebar melihat wajah laki-laki yang tanpa rasa bersalah membuat kesadaranku terus berkurang. Sebelum semuanya berubah menjadi gelap dan sepi, aku hanya bisa mendesis dengan suara lirih.
"El-lion ...."

*

"Ellion, kamu jahat!! Ichi memang bolehin kamu bunuh orang, tapi bukan berarti main character-nya juga boleh 😣."

Gimana Minnasan, apakah kalian kaget atau nggak? Yah, silahkan ungkapkan saja kekesalan kalian pada temen yang (secara harfiah) menusuk dari belakang itu 😂.

Dan seperti biasanya, jangan lupa vote dan comment ya 😊.

[END] High School of Mystery: Cinereous CaseWhere stories live. Discover now