File 24

980 127 5
                                    

Kubuka mataku perlahan. Matahari terik tepat berada di atasku. Anehnya aku tidak merasakan panas menyengat yang biasanya membuatku menyerah berdiri dalam waktu yang lama. Aku mencoba untuk bangun dari posisiku sekarang ini. Tidak lagi ada rasa nyeri di kepala. Baguslah, lebih baik aku segera pulang.

Dalam hitungan nol koma sekian detik, yang kutemukan justru hamparan rumput. Terlihat hijau sepanjang mata memandang. Angin sepoi-sepoi membuat mereka bergoyang seirama. Rasanya, aku benar-benar tidak mengenali tempat ini. Atau, aku memang pernah mengenalnya lalu benturan keras di kepala telah menghapus ingatanku.

Yang tak kalah membuatku bingung adalah rumpun bunga daisy putih yang juga memenuhi sebagian pandaganku, bunga kesukaan Alenna. Tempat ini benar-benar seperti lukisan di galeri seni. Bisa kupastikan ini bukan di dalam kota. Masalahnya kota yang sudah lama kutinggali itu hampir tidak memiliki hamparan rumput seluas ini.

Pendengaranku mulai pulih. Aku bisa menerima gelombang suara samar seorang gadis kecil yang mengenggam beberapa tangkai bunga daisy putih yang terus mengulang perkataannya seperti mantra. Gadis kecil itu menggunakan baju terusan berwarna putih dengan hiasan renda yang terlihat indah ketika tertiup semilir angin.

Déjà vu menyapa saat aku hanya bisa memerhatikan gadis itu dari belakang. Aku terus mencoba untuk mendengar perkataannya, sembari berusaha mengingat. Gadis kecil itu terus-menerus mengulangi perkataan yang sama. Namun tetap saja aku tidak mengerti apa yang dia katakan. Kecuali perkataannya yang terakhir.

"Aku akan bertemu dengannya lagi," ucap gadis itu kemudian melompat kegirangan. Walaupun begitu percuma saja, aku tidak mendengarnya menyebut nama orang yang sangat ingin dia temui itu. Anak perempuan itu terus menari-nari hingga akhirnya manik coklatnya bertemu dengan tatapanku. Saat itulah .... "Kakak?" lirihnya sembari menutup mulut tidak percaya.

Hanya satu nama yang muncul di kepalaku bersamaan dengan perasaan haru yang tiba-tiba membuncah, Alenna. Dia yang selalu saja muncul dalam bayanganku setiap kali melakukan kontak mata dengan Kira. "Alenna ... apa itu benar-benar kau?" tanyaku dalam hati karena lidah yang telanjur kelu.

Gadis kecil itu melepaskan bunga daisy putih yang digenggamnya sejak tadi. Tersenyum senang seraya berlari ke arahku. Aku menyeka air di sudut mata yang tidak bisa kutahan lagi. Ternyata itu benar. Tanpa menunggu lama, anak perempuan itu melompat demi memeluk erat tubuhku yang jauh lebih tinggi darinya. "Kakak, Alenna rindu sekali," bisiknya. Aku yang sudah tidak bisa menahan perasaan ini mengangguk samar, membalas pelukan.

Aku yang seolah kehilangan kemampuan untuk bicara hanya bisa mendesah menahan tangis haru. Sudah lama sekali sejak dia pergi dari hidupku. Kini pertemuan dengannya kembali terasa menyapu semua perasaan rindu yang sudah terlalu lama terpendam. Yang dikatakan Kira hari itu memang benar. Perasaan memang merupakan hal yang paling sulit untuk dimengerti.

"Kakak juga rindu Alenna, kan?" tanyanya. Aku hanya bisa mengangguk sebagai jawaban. Terlalu banyak kata-kata yang ingin diungkapkan justru terkadang membuat kita hanya bisa terdiam karena tidak tahu harus berkata apa terlebih dahulu. Itulah yang kurasakan sekarang ini.

"Alenna, ini bukan mimpi kan?" batinku. Bibirku sudah terlalu kaku walaupun hanya untuk menggumamkan kata itu. Aku tidak lagi memikirkan tentang siapa yang memukul kepalaku sebelum kehilangan kesadaran. Tentu saja, karena kejadian ini sudah cukup untuk membuatku mengabaikan semua kejadian dalam hidup.

"Kenapa Kakak hanya diam saja?" tanya Alenna dengan wajahnya yang masih polos seperti dulu sambil melepas pelukan. Mata bulat itu selalu tampak begitu manis, lebih manis daripada karamel di dalam kue walaupun memiliki warna sama dengan matanya.

"Maaf." Hanya kata itu yang bisa terucap dari bibirku. Rasanya bingung sekali untuk memilih topik percakapan. Alenna hanya mengangguk kuat-kuat hingga rambut panjangnya bergoyang-goyang.

[END] High School of Mystery: Cinereous CaseWhere stories live. Discover now