File 8

1.2K 138 1
                                    

Aku memutar-mutar pulpen demi mengusir kejenuhan. Jika saja pelajaran di jam terakhir bukan biologi, mungkin aku tidak akan semalas ini. Kesulitan memahami penjelasan memang bukan masalah terbesar. Tetapi memancing mood untuk tetap serius mengikuti pelajaran inilah yang menjadi masalah.

Dibandingkan pelajaran lain, mungkin bagiku biologi adalah yang paling tidak menarik. Salah satu penyebabnya tak lain adalah penggunaan bahasa latin sebagai tata nama ilmiah yang entah mengapa terasa aneh di lidahku. Alasan kedua adalah, aku harus sering berurusan dengan benda tajam di laboratorium yang tak jarang membuatku terluka. Kalian sudah pasti tahu jika luka kecil saja bisa membawa serangan panik.

Rasanya lebih baik aku memikirkan kasus ini. Entah mengapa, aku merasa ada yang mengganjal. Tetapi aku tidak bisa menjelaskannya secara rinci. Semua kasus ini terlalu mirip untuk disebut bukan pembunuhan berantai. Banyak sekali kesamaan yang tidak mungkin hanya kebetulan. Bahkan, bisa dikatakan kondisi TKP dari kasus-kasus ini semuanya identik.

Tetapi, jika pelaku adalah satu orang, apakah dia memilih korban secara random? Jika tidak, darimana si pelaku mendapat informasi lengkap tentang calon korbannya yang berasal dari berbagai instansi berbeda. Lalu, apa motif pelaku yang menyebabkan dia memilih untuk melenyapkan orang-orang itu. Jika aku berkesimpulan bahwa pelaku adalah anggota dari perkumpulan pembunuh bayaran yang terorganisir, rasanya itu jauh lebih masuk akal.

Tapi jika pelakunya memang pembunuh bayaran semacam itu, untuk apa pelaku meninggalkan pesan? Selain itu, mengapa Polisi mengizinkanku terlibat dalam penyelidikan dan memberi semua informasi kecuali isi pesan itu? Memang tidak terlalu aneh jika mereka membiarkan anak kecil terlibat penyelidikan. Yang aneh adalah, jika mereka percaya padaku, mengapa mereka masih menyembunyikannya?

Aku juga masih belum mengerti kesamaan dari para korban kecuali posisi mereka di instansi  dan perusahaan masing-masing yang terbilang cukup tinggi. Tetapi jika kuingat lagi, korban terakhir yang ditemukan Riyan tadi pagi merupakan karyawan Ayah yang seingatku tidak memiliki keistimewaan apa pun.

Jika aku tidak cepat menemukan kesamaan di antara semua korban, aku akan sangat kesulitan menebak motif pelaku. Selain itu, juga sangat sulit bagi siswa SMA seperti kami untuk menebak siapa korban selanjutnya. Dengan kata lain, kami nyaris tidak bisa menghentikan ini sampai si pelaku yang menghentikan sendiri aksinya.

Bagaimana ini, apa yang harus kulakukan? Mencari informasi dengan jalan hacking bukan solusi yang tepat untuk saat ini. Cara itu terlalu beresiko. Selain itu, jika kepolisian memang mengizinkanku untuk terlibat, seharusnya aku bisa dengan mudah mendapat informasi lengkap dari mereka tanpa ada yang ditutupi.

Iya, aku tahu. Aku memang masih memiliki tim. Tetapi apa yang bisa mereka lakukan? Aku tidak yakin timku akan aman-aman saja jika aku membiarkan mereka bertindak. Mungkin akan jauh lebih baik seandainya aku yang melakukan semuanya sendiri.

Tidak seperti yang dikatakan orang lain jika suatu pekerjaan akan lebih mudah jika dilakukan bersama, memimpin sekaligus memastikan keamanan mereka bukanlah hal yang mudah bagiku. Kecuali Kira, aku mungkin bisa pastikan dia aman selagi kedua tangan dan kakinya bebas bergerak. Riyan, dia lebih cocok untuk menyerang jarak jauh. Sisi, aku bahkan ragu jika dia bisa melindungi dirinya sendiri.

Dalam kondisi seperti ini, apa strategi yang cocok untuk timku? Aku sudah tidak bisa mengandalkan Kevin yang berada di luar kota selama seminggu. Mia, jauh lebih tidak bisa kuandalkan karena lokasinya sendiri aku tidak tahu. Aku harus bisa memastikan timku aman, lalu menyelesaikan kasus ini bersama. Itu adalah satu-satunya cara.

Bel pulang sekolah akhirnya berbunyi, melodi yang sebenarnya tidak terlalu indah tetapi paling dirindukan oleh seluruh siswa di sekolah ini. Semua bergegas merapikan buku serta alat tulis, kemudian keluar teratur dari ruang kelas. Mungkin aku harus menjadi pengecualiannya. Jika sedang berpikir serius seperti ini, jangan harap aku membuat pergerakan.

"Edward, kamu tidak pulang?" tanya Bu Indri seketika membuatku kembali dari alam bawah sadar. Dia sepertinya hendak segera menutup pintu kelas. Aku terpegun, segera memasukkan buku catatanku sembarangan lalu berjalan keluar kelas. Mungkin jika aku bergeming di ruang loker, tidak akan ada yang memarahi selama tidak menghalangi jalan.

Menanyakan isi pesan itu pada kakak sepupuku? Hmm ... aku tidak yakin dia mau memberitahu dengan jujur sebelum ada konfirmasi dari Komisaris Erlangga. Sekalipun aku menggertak dengan ancaman akan meretas perangkatnya, aku yakin dia tidak akan takut. Orang dengan loyalitas pada atasan yang terlalu tinggi seperti dia terkadang merepotkan.

"Hei, kamu nggak mau pulang? Atau, kamu mau jadi satpam baru di sekolah ini?" Aku segera menoleh ke sumber suara. Mengapa saat aku diam di ruang loker pun masih ada yang berkomentar?

"Kau sendiri tidak pulang?" balasku pada gadis bermata empat yang kali ini tidak pulang bersama tetangganya itu.

"Aku cuma mau mastiin kalo kamu nggak kabur lagi kek kemarin," sahutnya santai. Aku berdecak kesal. Bukankah sudah kukatakan jika aku tidak berniat pergi dari penyelidikan ini? "Lagian, aku sengaja nungguin kamu di sini buat nungguin info terbaru dari ketua tim yang baru." Aku menghela napas.

"Tidak ada informasi baru. Hanya, korban bertambah lagi. Penyebab kematiannya adalah tembakan di bagian vital. Itu saja," terangku dengan singkat, padat, dan jelas. "Sekarang, cepat tinggalkan aku."

"Aku nggak akan percaya begitu aja. Kamu itu nggak jauh beda sama Kevin. Pasti ada yang kamu sembunyiin dari kita." Gadis itu tampaknya begitu curiga padaku. Aku hanya menjawab 'tidak ada' untuk meyakinkannya. "Aku yakin kamu lagi sembunyiin sesuatu. Terutama ... perasaan kamu ke Kira. Aku yakin seratus persen, kalo sebenernya kamu suka sama dia."

Aku mendelik. Bukannya merasa bersalah, gadis berkacamata tipis itu justru memperlihatkan seringai menyebalkan yang seolah menampakkan kemenangannya. Sial, mengapa dia harus membahas soal itu. Apa tidak ada hal lain yang lebih berguna dan informatif daripada ini?

Aku meletakkan beberapa barang di dalam loker, menutupnya, lalu pergi menyusuri koridor. Ternyata Sisi malah mengekoriku. Aku tidak jadi memikirkan strategi yang baik karena dia. Menyebalkan sekali. Sulit dipercaya jika gadis ini akan mengikuti sampai rumah hanya untuk menungguku menjelaskan tentang perasaan yang tidak kumengerti.

"Eh, kebetulan ketemu," ucap Kira yang tidak sengaja berpapasan dengan kami berdua di persimpangan koridor. Dia tidak sendiri, melainkan bersama Riyan. Keterlaluan! Mengapa semua ini harus terjadi dalam waktu berdekatan? Bisa-bisa dia .... Ergh!

"Steve, kau tidak apa-apa?!" tanya gadis oriental itu ketika aku berusaha menutup telinga yang tiba-tiba berdengung. Aku hanya mengangguk samar. Hampir saja. Syukurlah jika dia tidak jadi mengambil alih.

Tiba-tiba, penguntit yang berada di belakangku berdeham keras. "Kamu pasti cemburu kan?" bisiknya, masih dengan seringaian itu. Untung saja Kira tidak mendengar.

"Jangan bicara sembarangan," desisku dengan nada mengancam. Gadis itu hanya mengedikkan bahu tidak peduli lalu berjalan mendekati tetangganya.

"Karena kebetulan kita ketemu di sini, gimana kalo kita pulang bareng? Rumah kita satu arah kan?" usul Sisi, disambut anggukan oleh yang lainnya. Aku hanya menghela napas pasrah. Karena rumahku juga searah dengan mereka, terpaksa aku harus ikut. Lagipula, sepertinya aku perlu memastikan mereka tidak melakukan hal aneh.

"Kak Steve, kau serius tidak apa-apa?" tanya Riyan setelah kedua gadis itu berjalan lebih dahulu. Mungkin dia masih penasaran dengan kejadian tadi pagi. Aku tidak menjawab. Pertanyaan ini, tidak akan jauh berbeda dengan kalimat 'kau baik-baik saja?' dari orang lain. Pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban.

Jelas, aku tidak baik-baik saja.

*

Ichi agak kesulitan sih mendeskripsikan gimana reaksinya Steve kalo lagi salting. Lagian, Ichi juga ragu apakah cowok dingin kayak dia bisa salting. Ya udah deh, terserah. Gitu aja nggak papa deh.

Jangan lupa vote dan comment ya 😊.

[END] High School of Mystery: Cinereous CaseOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz