BUKAN TIDAK MUNGKIN

2.8K 282 16
                                    


"Kalau terjadi sesuatu, telpon aku ya," kata Seulgi.

Pagi itu dia mengantar Joohyun pulang. Setelah semalam mereka habiskan berdua, Joohyun harus pulang dan mengurus anaknya lagi.

Seulgi tidak terlihat seperti akan mampir, dia memang harus pergi kerja, bahkan di akhir pekan itu.

"Mmm... jangan terlalu lelah bekerja," kata Joohyun lalu melepas sabuk pengamannya,

Dengan sebuah ciuman 'sampai jumpa' mereka pun berpisah. Joohyun turun dari mobil dan segera masuk ke rumahnya. Berharap adik dan anaknya tidak membuat masalah.

Tentu saja tidak.

Jaemin dan Yeri sedang asik bermain video game dengan piyama yang masih melekat di tubuh mereka. Joohyun menyapa dan menghampiri mereka.

Tapi video game tampaknya lebih menyenangkan dari dirinya. Dia pun memutuskan untuk pergi ke dapur dan mempersiapkan sarapan.

Yeri memperhatikan Joohyun sedari tadi. Cara berjalannya beda. Wajah kakaknya itu juga sesekali mengernyit seolah sedang tidak nyaman.

Tentu Yeri langsung mengutarakan pikirannya itu ketika mereka sedang berdua tanpa Jaemin.

"Jadi... apa sesakit itu?"

"...?"

"Semalam... apa Seulgi oppa termasuk yang kasar atau yan..."

Joohyun paham maksud adiknya itu dan memotong perkataannya, "Anak kecil tidak boleh membahas ini."

"Aku sudah 27 tahun, unnie. Unnie bisa berbagi pengalaman denganku."

"Benar-benar!"

**

Hubungan Seulgi dan Joohyun adalah hubungan yang manis.

Mereka belum menikah, tapi sudah saling mengambil peran itu. Irene sering mengirim makanan untuk Seulgi, layaknya seorang istri.

Sedangkan Seulgi menjaga Joohyun dan Jaemin, bahkan dia mengantar Jaemin ke sekolah.

Jaemin pun semakin nyaman berada di dekat Seulgi. Bahkan anak SD itu sudah berani menanyakan sesuatu yang serius.

"Samchon... apa samchon akan menikahi ibuku dan menjadi ayahku?"

Saat itu Seulgi sedang menyetir, dalam perjalanan menuju ke sekolah Jaemin. Dia cukup terkejut mendengar pertanyaan Jaemin. Tapi dia tetap tenang dan menjawabnya dengan bijaksana.

"Samchon harap, samchon bisa menemani ibumu sampai tua nanti. Tapi ayahmu tetap menjadi ayahmu, Jaemin. Tidak ada yang tergantikan."

"Baiklah..."

"Apa Jaemin tidak suka samchon dekat dengan ibumu?"

"Aku tidak masalah. Eomma juga selalu tersenyum kalau ada di dekat samchon. Samchon... juga orang yang baik. Dan menyenangkan."

Apakah ini sebuah restu?

Seulgi tersenyum merasakan kebahagiaan instan dalam hatinya. Jawaban Jaemin menjadi penyemangat untuk terus memperjuangkan hubungannya dengan Joohyun.

Tidak ada lagi kata tidak mungkin.

Restu Jaemin adalah sebuah keberhasilan yang harus dirayakan.

Seulgi datang ke rumah Joohyun malam harinya. Dia tampak berada di ruang keluarga, menunggu si tuan rumah yang sedang sibuk di kamar mandi.

Sebelum tidur Joohyun selalu membersihkan wajahnya dulu. Semuanya biasa saja, tapi ada satu hal yang dia sadari berbeda.

Tidak ada cincin di jari manis tangan kanannya.

Kemana dia...

Joohyun berusaha mengingat dimana dia meletakan cincin kawinnya itu. Dia tidak pernah melepas cincin itu. Setidaknya hingga beberapa hari lalu.

Ketika dia menginap di rumah Seulgi dan tidur bersamanya.

Dia melepaskan cincin itu. Benda kecil itu pasti tertinggal disana. Dia pun berencana untuk pergi ke rumah Seulgi besok dan mengambilnya.

Tapi tampaknya itu sudah tidak diperlukan lagi.

"Apa kamu kehilangan ini?" tanya Seulgi sambil menunjukkan cincin yang dicari Joohyun sejak tadi.

Joohyun melihatnya dan merasa lega. Dia benar-benar tidak ingin kehilangan cincin itu.

"Tapi bisakah kamu tidak memakainya lagi?"

"Mak...sudmu?"

**

The Last True LoveWhere stories live. Discover now