KALI TERAKHIR

2.3K 306 8
                                    

"Dia datang tapi tidak akan pergi. Dia lahir tapi tidak akan mati. Dialah cinta sejati."

-calvelours

Dengan langkah yang gemetar, Joohyun berjalan cepat menuju ke UGD tempat suaminya dirawat.

Seulgi menggendong Jaemin menyusul dibelakangnya. Sama-sama dengan hati yang begitu gelisah. Tapi sebenarnya, mereka menyesal untuk mengetahui hal yang terjadi sebenarnya.

"Maaf, kami sudah melakukan semampu kami. Tapi... tuan Son tidak bisa diselamatkan," kata dokter itu membungkuk di depan Joohyun memberi hormat dan permohonan maaf.

Mendengar perkataan dokter itu, kaki Joohyun seolah kehilangan tumpuannya.

Kegelapan seolah langsung menyelimuti dunianya.

Air matanya belum menetes. Dia masih tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Dia masih ingin membangun harapan. Harapan bahwa Seungwan masih bernafas di dalam ruang UGD itu.

"Terjadi pendarahan di dalam otaknya. Tuan Son dinyatakan meninggal dunia pukul 18.22."

"Tidak..." kata Joohyun menolak kenyataan, "Tidak mungkin..."

Dengan langkah kaki yang mulai goyah, Joohyun masuk ke dalam ruang UGD hendak mencari suaminya. Dalam hati dia berharap bahwa dokter itu hanya berbohong.

Tapi...

Seungwan hanya terbaring kaku di atas ranjang itu. Matanya terpejam. Tidak ada alat bantu kehidupan terpasang lagi di tubuhnya.

Dia terdiam, tidak ada lagi jiwa disana.

"Seungwannn!! Tidak!!" seketika itu pula air mata Joohyun mengalir tak terbendung.

Joohyun menepuk pipi dan menggoncang tubuh Seungwan, berharap dia dapat membangunkan Seungwan. Tapi semua sia-sia.

Yang ada di depan matanya itu hanya tinggal tubuhnya saja.

"Eomma... appa kenapa..." tanya Jaemin mendekati ibunya

Jaemin sudah berumur 9 tahun, dia sudah dapat mengerti kondisi yang dihadapinya saat ini. Memang sedikit membingungkan, tapi air mata ibunya menjelaskan sesuatu.

Ayahnya tidak akan kembali lagi.

Sementara itu, Seulgi yang menangis dalam diam, tidak dapat berkata apa-apa. Dia menengadah ke atas, menahan air matanya tapi tidak berhasil.

Jangankan untuk menenangkan Joohyun, untuk menguatkan dirinya sendiri pun dia tidak sanggup. Sahabat yang dikenalnya sejak 17 tahun lalu sudah tiada. Apalagi yang dapat dilakukannya kalau bukan menangis?

**

Rumah duka dipenuhi oleh kerabat dan orang-orang yang menyayangi Seungwan.

Seungwan adalah anak tunggal dan orang tuanya sudah tua. Beruntungnya dia memiliki sahabat seperti Seulgi yang siap berdiri paling depan sebagai penyambut tamu.

Pasti melelahkan. Harus tersenyum dan berjalan kesana kemari melayani tamu dalam duka yang masih begitu mengoyak hati.

Joohyun tidak mungkin melakukan itu, dia terlihat sangat lemah. Apalagi dia juga harus mengurus Jaemin yang tampak masih sangat terpukul itu.

Ya, Jaemin terus menempel pada ibunya. Seolah tidak ingin kehilangan ibunya juga. Beberapa kali dia menangis di pelukan ibunya.

"Ayahmu sudah di surga sekarang, Jaemin. Kita harus berbahagia untuk itu, hmm?" kata Joohyun menguatkan anaknya.

Jika Jaemin memiliki ibunya untuk menguatkan dia, lalu siapa yang dimiliki ibunya? Joohyun sendirian sekarang. Tidak ada lagi tempat mengadu, tidak ada lagi tempat bersandar.

Ibarat buku, dia merasa hidupnya sudah berada di lembar terakhir. Tidak tahu lagi bagaimana caranya untuk kembali menuliskan cerita dalam hidupnya. Pemeran utama dalam kisahnya sudah tiada.

Setiap prosesi pemakaman itu hanya semakin menambah luka di hati Joohyun.

Khususnya ketika peti akan ditutup. Detik itu akan menjadi saat terakhir dia melihat dan menyentuh Seungwan.

"Aku akan menjaga Jaemin dan hidup dengan baik. Kamu jangan khawatir ya. Beristirahatlah," kata Joohyun pada tubuh Seungwan yang tak bernyawa itu

Lalu dia mengecup pipinya lembut dengan air matanya yang menetes.

"Aku menyayangimu, Seungwan. Sangat menyayangimu."

**

The Last True LoveWhere stories live. Discover now