MENJEMPUT CINTA

2K 298 14
                                    

"Keluarga bukanlah mereka yang memiliki DNA yang sama denganmu, tapi mereka yang dengan tulus menyayangimu."

-Calvelours

Seulgi tampak antusias. Dia duduk bersama Joohyun menunggu penampilan Jaemin di sekolahnya. Ya, dia benar-benar datang.

"Ini adalah ayahku. Dia bekerja membantu orang-orang di rumah sakit," kata Jaemin melakukan penampilannya.

Untuk penampilan hari ayah kali ini, dia bercerita tentang apa yang dilakukan ayahnya sebagai seorang dokter. Dia menggunakan alat peraga yang telah dibuatnya bersama Seulgi semalam.

"Dia mengingat semua kalimatnya," kata Seulgi, "Dia memang pintar."

"Seperti ayahnya," kata Joohyun bangga melihat anaknya membawakan penampilan dengan begitu baik.

Andai kamu melihatnya, Seungwan. Dia bercerita tentang dirimu.

Penampilan terus berlangsung, hingga semua anak telah memberikan yang terbaik di atas panggung itu. Banyak anak yang tidak menyelesaikan penampilannya, entah karena lupa atau malu.

Tapi Jaemin melakukannya dengan sangat baik.

Usai acara, Seulgi dan Joohyun menunggu Jaemin di depan gedung aula. Anak itu pun datang sambil berlari dengan sesuatu di tangannya.

"Eomma, lihat! Aku mendapat medali," kata Jaemin menunjukkan apa yang dia dapat.

Jaemin mendapat dua medali. Satu medali bertuliskan 'Great Son' dan satu medali bertuliskan 'Great Dad'.

"Ayo kita pergi ke tempat appa dan memberikan ini," kata Jaemin lagi.

Tapi sesuatu melintas dipikiran anak kecil itu. Meski medali itu semestinya ditujukan untuk ayahnya, tapi mungkin kali ini kasusnya berbeda. Yang membantunya mempersiapkan acara itu adalah Seulgi.

"Samchon..." kata Jaemin sambil memberikan medali itu untuk Seulgi, "Ini untuk samchon saja."

"Huh? Bukankah kita akan pergi ke tempat ayahmu sekarang?"

"Ayo pergi tapi... medali ini untuk samchon. Karena samchon yang sudah membantuku untuk penampilan ini."

Seulgi melihat ke arah Joohyun karena masih bingung harus bereaksi seperti apa. Di dalam hatinya, dia merasa tidak enak dan segan. Bagaimana pun dia bukan ayahnya Jaemin.

Tapi Joohyun tampaknya sepemikiran dengan anaknya.

"Terima saja, Seulgi. Jaemin mendapatkannya karena bantuanmu."

**

Hari yang melelahkan bagi si kecil Jaemin. Seharian dia di sekolah untuk perayaan hari ayah. Lalu dia berziarah ke makam ayahnya dan pergi makan malam. Baru sekarang ini jam 9 malam dia tiba di rumah.

Dia sudah terlelap sejak di perjalanan tadi.

"Jangan dibangunkan," kata Seulgi mencegah Joohyun menyuruh Jaemin bangun dari tidurnya, "Biar aku menggendongnya saja."

Seulgi memang merasa kasihan pada anak itu. Dia pasti lelah, pikirnya. Maka dia pun menggendongnya dan membaringkannya di ranjang kamarnya.

"Dia pasti kelelahan," kata Seulgi pada Joohyun sambil menutup pintu kamar itu.

"Besok pagi energinya juga pasti akan lebih banyak dariku," kata Joohyun, "Lalu apa kamu mau tinggal dulu untuk minum teh? Akan kubuatkan secangkir untukmu jika kamu mau."

Seulgi mengiyakan tawaran itu. Lagipula apa yang akan dia lakukan jika dia langsung pulang? Dia tinggal sendirian, tidak akan ada yang menunggunya pulang juga.

Dia pun duduk bersama Joohyun menikmati malam yang sunyi itu.

"Aku tidak punya keponakan karena aku anak tunggal," kata Seulgi, "Baru kali ini aku benar-benar menghabiskan waktu dengan anak kecil."

"Lalu bagaimana?"

Seulgi tersenyum, "Menyenangkan."

Perkataan Seulgi itu memang benar. Dia tidak pernah benar-benar menghabiskan waktu dengan anak kecil. Dia sibuk bekerja atau sibuk dengan teman-temannya. Tanpa anak kecil.

"Lalu kenapa kamu tidak menikah? Kamu bisa bermain dengan anakmu sendiri setiap hari."

"...entahlah," kata Seulgi, "Pernikahan... aku belum memikirkannya."

Diusianya yang sudah sangat matang itu, 36 tahun, Seulgi belum juga menikah. Ya dia memang belum pernah memikirkannya. Bahkan ketika teman sebayanya, Seungwan, sudah memiliki satu anak.

"Seumur hidupku, aku hanya pernah jatuh cinta 2 kali. Aku sulit untuk jatuh cinta. Jadi pernikahan juga pasti akan sulit bagiku."

"Ya... kita memang tidak bisa menjemput cinta. Dia yang akan datang menghampiri."

**

The Last True LoveWhere stories live. Discover now