Bab 7. Satu Hal di Masa Lalu

Start from the beginning
                                    

Mendengar perdebatan tersebut, Lyodra jadi tidak enak. Nafsu makannya mendadak menguap. Padahal ia belum makan sejak tadi siang.

Seharusnya ia memang tidak kesini tadi siang. Ia mengira semua keberaniannya terkumpul tapi nyatanya tidak. Menjadi pemberani dan tokoh antagonis tidak semudah yang ia bayangkan. Apalagi ketika berhadapan dengan Nuca langsung seperti sekarang ini.

Jika di awal ia bisa senekat kemarin-kemarin. Semakin kesini, ia sadar bahwa Nuca memang merasa terganggu oleh keberadaannya. Bahkan secara terang-terangan lelaki itu menunjukkan ketidaksukaannya. Dan itu cukup membuatnya sadar bahwa.. Nuca tidak lagi membutuhkannya.

***

JALANAN Jakarta masih saja ketika hujan. Padat lalu lalang kendaraan dan bunyi klakson semakin sering terdengar. Lyodra seperti dapat merasakan hawa dingin di luar padahal jendela mobil tertutup rapat dan AC menyala dengan suhu yang lumayan tinggi. Tampias air hujan membuat kaca berembun. Ia mengguratnya dengan telunjuk. Membentuk pola abstrak. Lalu menghapusnya lagi. Membentuknya lagi. Begitupun seterusnya.

Nyatanya, ada banyak hal yang terlintas ketika hujan begini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Nyatanya, ada banyak hal yang terlintas ketika hujan begini. Memori lama seolah terobrak-abrik dan muncul ke permukaan. Membuat isi kepala jadi penuh, pengap, dan berdesak-desakan keluar untuk kembali diingat. Kadang, hujan tidak mengerti, kepala tidak mau peduli bahwa hati belum siap menanggung imbasnya.

Lyodra menghentikan guratannya. Ia memejamkan mata, membuat air mata yang menggenang sejak tadi turun. Tiba-tiba saja bayangan sosok perempuan yang sudah lama tidak dilihatnya terlintas di pikiran. Ia sudah mencoba menyingkirkan bayangan itu, tapi satu persatu kilasan balik ketika mereka bersama menyusul kemudian. Saat berbincang di ruang makan, saat berjemur di rooftop rumah, saat perempuan itu memotong poninya, semuanya memaksa untuk diingat. Entah kapan terakhir kali mereka bertemu, yang jelas..

ia rindu mamanya.

Bukan tanpa alasan ia pergi dan pindah ke Medan tiga tahun lalu. Memutus kontak dengan orang-orang terdekatnya disini dan menghilang begitu saja. Semua ada alasannya. Di usinya yang baru menginjak tiga belas tahun, ia sudah dituntut untuk memikirkan banyak hal dan bisa memutuskan untuk memilih. Semuanya terlalu tiba-tiba.Padahal, sebelumnya, hidupnya baik-baik saja. Tapi, satu kesalahan besar di masa lalunya membuat hidupnya berantakan. Makanya, jika saja waktu bisa diulang, ia mau menjadi kurang ajar dan memilih untuk tidak dilahirkan saja.

"Lo mau mampir dulu nggak, Ly? Gue ada adek cowok gan--"

"Nggak usah, dia tunggu disini aja. Lagian aku nggak lama. Cuma nyamperin mama sama papa kamu habis itu pulang. Udah malem soalnya," potong Nuca sebelum Tiara melanjutkan tawarannya.

Lyodra tidak menggubris keduanya. Toh, sejak tadi mereka berbicara tentang banyak hal tanpa melibatkannya. Seoalah-olah ia tidak ada.

Ya, Lyodra memang pulang diantar Nuca. Ia duduk di kursi belakang sedangkan Tiara di samping Nuca. Ia sudah mirip obat nyamuk sejak tadi. Kedua orang di depannya itu asik berbincang soal dunianya sendiri. Kadang membahas politik, lagu yang baru rilis, pelajaran, dan banyak hal lain yang tidak ia mengerti.

RetrouvaillesWhere stories live. Discover now