24. Bangs*t

2.1K 125 3
                                    

Suara ketukan pintu makin terdengar menuntut dari detik ke detik. Ika membuka kelopak matanya malas, ia menepuk pelan lengan Icha-- berharap gadis itu bangun dan mau membukakan pintu. Tapi nyatanya nihil, Icha sama sekali tak terganggu dengan guncangannya, posisinya masih sama-- membelakangi Ika.

Bukannya pergi, orang yang mengetuk pintu kamar Ika kini malah makin menjadi. Ika menendang selimutnya kasar, ia kesal setengah malas dengan orang yang mengganggu tidur nyenyaknya. Ika bangun lalu berjalan mendekati pintu.

Ia menarik handel pintu, lalu menariknya.

"Why?!" tanya Ika kesal plus jengah saat tahu kalau yang mengganggu tidurnya adalah Arka.

Arka berdecak pelan.

"Lo lupa sama tugas tadi siang?" tanya Arka.

"Apa?"

Arka tak menjawab,

"Turun! Kita kerjakan di bawah!" ujar Arka berbelit-belit, dan semakin membuat Ika menjadi bingung.

"Apanya?"

"..."

"Tugasnya apaan?"

"Biologi!" jawab Arka sarkas.

Ika mendesah malas.

"Bukannya biasanya tugas gue lo sendiri yang buat?" tanya Ika setengah mencibir.

"Ini kelompok!"

"Bodo, gue ngantuk!"

"Cepet turun!"

"Ogah!"

"Oke! Gue tunggu 2 menit kalau lo nggak turun, berarti tugas ini nggak selesai,"

"Lo ngancem gue?!" tanya Ika nggak terima.

"Dua menit!"

Ika menggeram kesal saat cowok itu pergi dari hadapannya. Ika kembali masuk ke dalam kamar, ia menutup pintu keras sampai membuat gadis kecil yang tadi terlelap itu terperanjat.

"Kenapa kak?" tanya Icha reflek karena kaget.

Ika tak menanggapinya, ia mengambil beberapa buku tebal dari dalam tas, lalu berjalan keluar dari kamar.

"Kak Ika kenapa sih tiap hari gitu sama Icha?" tanya Icha pada dirinya sendiri.

Icha menunduk sedih. Walaupun masih dalam keadaan mengantuk, tapi kesadarannya sudah kembali 99 persen.

Jujur saja, sekalipun ia tak pernah mendapat perhatian dari Ika, ralat bukannya tidak pernah. Ika mau memperlakukan Icha baik hanya kalau berada di depan umum saja alias drama. Ia sangat menyayangi Ika layaknya kakak kandungnya sendiri, bahkan rasa sayangnya pada Ika melebihi rasa sayangnya pada Fiza.

"Kak Ika kapan bisa nerima Icha?" tanya Icha pasrah. Ia merebahkan dirinya lagi di atas kasur, lalu kembali berusaha tidur.

.
.
.

Bruk

Ika melemparkan buku-buku di tangannya di atas meja ruang tamu.

Arka menoleh sekilas untuk melihat sosok yang melemparkan beberapa buku tebal di samping laptopnya. Hanya menoleh sekilas, lalu ia kembali menatap layar di depannya.

Ika duduk di samping Arka. Sekarang posisi mereka duduk di atas karpet bulu di ruang tamu. Ya, mereka duduk di bawah karena tidak memungkinkan juga untuk duduk di atas sofa, mengingat tinggi meja sama dengan tinggi tempat duduknya, pasti sangat tidak nyaman.

Lima belas menit berlalu, Ika mulai bosan terus berdiam diri. Ini dirinya yang kurang peka, atau Arka yang tak membutuhkannya?

Entahlah, lebih baik ia tidur dan berharap pria itu sudah selesai setelah ia bangun nanti.

Airka: My Queen BullyingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang