52. Terungkap

1.6K 102 7
                                    

Ika masih menangis di samping ranjang. Tangisannya terdengar pilu, membuat orang yang mendengarnya menjadi seolah ikut merasakan apa yang ia rasakan. Setelah pertengkarannya dengan Arka tadi, ia memilih diam dan dan tidak lagi menjawab, tubuhnya sudah terlalu lelah. Ia merasa hampa dan putus asa, batinnya benar-benar tersiksa karena semua ini.

Arka yang masih berada di pojok ruangan menatap Ika setelah cukup lama ia menenangkan diri. Ia ingin marah, tapi ia tidak bisa melampiaskannya kepada Ika. Ia yakin Ika sama sekali tidak menginginkan semua ini. Arka mendekati Ika, ia membungkukkan tubuhnya. Ia menarik kedua tangan Ika agar gadis itu mau berdiri.

Arka mengusap pipi Ika yang sembab karena air mata.

"Lo istirahat dulu di sini. Biar gue cari makan sama baju ganti buat Lo,"

Ika tidak menjawab. Sungguh, ia tidak ingin berhadapan dengan Arka sekarang. Ia merasa sangat malu. Air mata itu kembali turun tanpa diperintah, Ika segera menghapusnya kasar, ia tidak ingin terlihat lemah.

Arka menatap Ika dengan tatapan teduh, lalu memeluk Ika hangat. Ia mengusap bahu Ika beberapa kali sampai ia memutuskan untuk melepaskan pelukannya. Untuk sekarang ini sudah cukup, masih ada hal yang ingin ia selesaikan terlebih dahulu.

"Lo istirahat dulu. Jangan ke mana-mana, oke?"

Ika menatap manik mata Arka, mencoba mencari ketenangan dari tatapan teduh itu. Ika berusaha menangkan hatinya, sebelum akhirnya ia mengangguk patuh. Arka tersenyum, ia mengusap lembut kepala Ika.

"Janji jangan ke mana-mana sampai gue ke sini lagi," ucap Arka menekankan. Dan Ika hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Ini ponsel gue. Lo mainin aja kalau bosen, gue nggak akan lama," ucap Arka. Dan Ika kembali mengangguk, suaranya mendadak hilang entah ke mana.

Setelah itu Ika naik ke atas ranjang, ia merebahkan tubuhnya pelan-pelan. Arka mengecup kening Ika lembut. Setelah memastikan Ika tenang, Arka pergi keluar dari kamar itu. Untuk sekarang tujuannya hanya satu,

Mencari keadilan untuk Ika.

.
.
.

Arka membuka pintu yang beberapa jam lalu sudah ia buka dengan kasar itu, bukan dengan tangan, melainkan ia menendangnya kasar sampai tiga kali hingga membuat pintu itu terbuka. Dan karena caranya itulah 2 orang yang berada di dalam sana menghampirinya.

"Lo ngapain balik ke sini, hah?!"

Tanpa berpikir panjang, Arka langsung menghampiri Digo dan Jeje dan langsung memukuli mereka membabi buta. Beruntungnya ia karena ternyata hanya ada kedua pria lemah di sana, jadi dia tidak perlu berusaha keras menghabisi banyak orang, dan dosanya pun menjadi sedikit berkurang.

Setelah keduanya benar-benar tumbang, Arka menarik kasar seorang pria yang sepertinya merupakan otak dari yang Ika alami hari ini, Digo. Dan hal itu memang benar, tebakan pria itu memang tidak pernah salah.

"Lepasin gue bangs*t!!!" Digo berusaha memberontak, tapi semakin ia berontak, malah Arka yang semakin mengeratkan pelintirannya, membuat Digo merintih menahan sakit di seluruh tubuhnya.

"Lepasin bangs*! Tangan gue mau patah!" rintih Digo.

"Kenapa Lo lakuin itu ke Ika?" tanya Arka dengan suara tertahan.

"Lo siapa hah?! Akh akh! Sakit," Arka terus menarik lengan itu, mungkin sebentar lagi kedua lengan itu akan patah karena pelintirannya.

"JAWAB!!"

"Gue nggak ngapa-ngapain Ika! Sumpah!"

"JANGAN BOHONG!!"

"Eh! Beneran gue nggak ngapa-ngapain Ika. Lepasin gue Akh, gue bakal jelasin ke Lo! Lepas!" Arka benar-benar melepaskannya begitu saja, lagipula ia juga yakin kalau pria itu pasti tidak akan bisa kabur ke manapun dengan kondisi separah itu.

Airka: My Queen BullyingWhere stories live. Discover now