5. Adik? Oh Sh*t

3.6K 166 2
                                    

"Ika, kamu berangkat naik mobil sama Fiza ya?" pinta Adi pada putri semata wayangnya yang baru saja sampai di anak tangga terakhir.

Wajah tanpa ekspresi itu seakan mengekang keadaan di rumah keluarga Adi Wijaya. Adi selaku ayah dari anak itu mengerti apa yang dirasakan putrinya selama ini setelah istrinya yang selalu membandingkan Ika dengan anak dari almarhum adik istrinya.

Ia ingin kehidupan keluarga kecilnya seperti dulu, bahagia dengan seorang istri dan satu putrinya. Namun mungkin takdir berkata lain setelah mengirimkan dua anak almarhum adik istrinya yang harus ia asuh karena ibu mereka yang sudah meninggal dan ayahnya yang pergi entah kemana.

"Kamu masih anak ayah, jadi sudah kewajiban ayah mengutamakan kehidupan sehari-hari kamu," keluh Adi.

"Kamu udah diajarin Kenzo bawa mobil kan? Kuncinya ada di atas meja makan. Nanti anterin Icha sekalian aja ya? Yaudah, ayah mau berangkat sekarang," pamit Adi

Ika tak ingin membantah ucapan ayahnya itu, ia hanya mengangguk samar lalu mencium lembut punggung tangan sang ayah. Ia menghormati dan menuruti permintaan ayahnya itu selagi ia bisa. Tapi entah kenapa, ia akan selalu mengabaikan dan bahkan bahkan tak menganggap penting apa yang ibunya ucapkan.

Mungkin sekarang Ika dan ibunya itu masih tinggal bersama. Tapi Ika selalu merasa kalau ibunya sama sekali tak menganggapnya lagi sebagai seorang anak, melainkan seorang musuh yang wajib dihindari.

Ika mengalihkan pandangannya pada dua makhluk yang tengah menyantap makanan buatan ibunya di meja makan. Ika melangkahkan kakinya melewati mereka.

"Kak Ika, makan dulu kak! Mama masakin ayam panggang," ajak Icha dengan nada suara imut khasnya.

Sakit, benar-benar sakit saat ia mendengar Icha yang notabenya hanya sebagai anak angkat dengan polos memamerkan apa yang gadis kecil itu dapat dari sang ibu kandungnya

Lalu bagaimana dengan ia sendiri? Jalankan memasakkan makanan untuknya, ia mencium tangan ibunya saja sudah akan terjadi pertengkaran diantara keduanya. Ika mengacuhkan ajakan Icha.

"Gue tunggu 15 menit," ujar Ika tanpa ekspresi di raut wajahnya, lalu melenggang pergi dari sana.

Gadis kecil kelas 3 SD itu memberhentikan acara sarapannya. Ia mengambil tasnya di atas meja, "Kak, Icha ke depan dulu ya," pamit Icha pada Fiza yang belum mengalihkan perhatiannya.

Icha langsung berlari mengejar Ika yang sudah sepenuhnya menghilang dari indra pengelihatannya.

Sedangkan Fiza? Ia menatap lurus ke depan sambil terus makan sarapannya, entah apa yang sedang dipikirkan gadis itu, tapi intinya sekarang raut wajah sinis itu sudah menjelaskan segalanya.

.
.
.

"Ini?" tanya Ika

"Iya kak," jawab Icha semangat saat sudah sampai di depan sekolahnya.

Ika meminggirkan mobilnya ke pinggir jalan agar memudahkan Icha keluar dari mobil milik ayahnya itu.

"Kak, Icha sekolah dulu ya?" pamit Icha seraya memegang pintu mobil

Fiza menganggukkan kepalanya pelan. Icha sudah berada di luar mobil, gadis itu berlari ke arah beberapa temannya yang juga baru sampai.

"Lo yang turun, atau gue yang turun?" tanya Ika tiba-tiba. Pertanyaan Ika membuat Fiza mengernyitkan dahinya bingung, tak mengerti.

"Lo pasti tahu maksud gue!" tandas Ika datar.

Menunduk dalam, Fiza tak ingin melihat Ika yang duduk di kursi pengemudi itu. Ia memilih bungkam tak ingin menjawab pertanyaan Ika.

Airka: My Queen BullyingWhere stories live. Discover now