Karena Judi

47 3 0
                                    

“Malaikat saja bisa berubah jadi setan karena judi. Apalagi orang ini ….” bisikku pada diriku sendiri sambil melirik pada sosok laki-laki paruh baya yang baru saja memasuki kasino.

Di dalam kamar presidential suite yang diubah menjadi kasino untuk semalam, sudah berkumpul tamu VIP dan VVIP. Mereka adalah pejabat berkuasa, pengusaha tambang, pengusaha-pengusaha produk brand ternama, dan artis papan atas yang datang untuk membuang-buang uang jajannya, tidak banyak, hanya kisaran huruf M.

Aku sudah terbiasa melihat wajah-wajah mereka semua, tapi tidak dengan laki-laki paruh baya itu. Aku mengenalnya sebagai salah satu pejabat terpandang, pengabdi rakyat yang disegani karena hidup dan kariernya tanpa cela, tidak ada skandal, tidak ada kasus korupsi, dan beliau memiliki keluarga ideal. Istrinya seorang profesor, pintar dan bersahaja, sosialita yang sering membantu kaum papa. Sementara anak-anaknya sudah sukses di bidang politik dan kedokteran.

“Mengapa Bapak harus datang ke tempat ini lagi? Jangan datang, Pak. Jangan bermain. Pulang, Pak, pulang saja ….” bisikku dalam hati. Sungguh aku kecewa dan menyesali kedatangannya.

Tapi laki-laki paruh baya itu semakin mendekat ke arah mejaku. Dan kali ini ia tidak datang sendiri, tangannya mengamit tangan seorang penyanyi papan atas dengan begitu mesra.

“Mengapa kau harus datang dengan perempuan itu, Pak? Perempuan cabe-cabean itu hanya parasit, Pak.”

Ingin rasanya aku berteriak dan menyuruhnya pulang. Hidupnya yang sudah sempurna tidak layak dipertaruhkan di meja judi. Tapi siapalah aku ini, hanya dealer yang digaji untuk bekerja. Akhirnya aku hanya bisa tersenyum ramah menyambutnya di meja Baccarat.

Pertama kali bermain, keberuntungan berada di pihaknya. Kedua kalinya, ia sudah kehilangan jam rolex dan mobilnya. Sekarang yang ketiga kalinya rupanya ia masih penasaran dan ingin balas dendam akan kekalahannya tempo hari. Judi memang memabukkan.

Setiap pemain sudah menaruh chipnya. Ia memilih bertaruh di player. Aku menarik napas berat, pilihan yang buruk …
Mungkin aku memang harus membuatnya jera. Aku tidak ingin melihatnya datang lagi ke tempat ini dan terjerumus dalam lembah kelam. Rakyat negara ini masih butuh pejabat baik seperti dirinya, ia harus tetap menjadi orang baik.

Kutukar kartu untuk player sehingga nilainya rendah dan yang bertaruh pun mengalami kekalahan beberapa milyar. Meski kalah, ia tetap memberiku yamcha* seperti tiap saat ia selesai bermain di mejaku.
Aku tersenyum manis dan mengucapkan terima kasih. Senyumanku di balasnya dengan senyuman tipis dan tatapan mata yang sinis. Aku tidak tahu apa arti tatapan mata itu, yang jelas senyumannya sempat membuat bulu kudukku berdiri.

Malam ini aku bisa pulang dengan napas lega, mungkin aku juga akan memutuskan untuk berhenti bekerja di meja judi. Aku berjalan di parkiran mobil yang sepi, berdendang sesaat sampai akhirnya terkesiap. Tepat di depanku berdiri seseorang yang mengenakan topeng dan berpakaian gelap sambil menodongkan pistol di depan mataku.

Belum sempat aku berteriak, peluru itu berdesing menembus jantungku. Mataku berkunang-kunang dan aku terjatuh. Lamat-lamat aku masih bisa mendengar seseorang berkata.

“Dasar, dealer jalang! Berani-beraninya berbuat curang padaku.”

Seketika pandangan mataku menjadi gelap ….

***

*Yamcha, tip khusus yang diberikan pemain untuk dealer.

The Shadows and others storiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang