Emergency Love

213 14 0
                                    


Petugas perawat ambulans datang membawa masuk korban kecelakaan ke UGD (Unit Gawat Darurat). Korban itu masih sadar. Di paha laki-laki itu terdapat luka robek yang mengeluarkan banyak darah, dan di sekujur tubuhnya banyak luka memar.

Dibantu seorang perawat, aku mulai melakukan balut tekan dengan kasa, membersihkan kotoran pada luka,  kemudian menjahit luka robek untuk menghentikan pendarahannya. Laki-laki itu menatapku, lalu terdengar rintihan suaranya.

“Naa… Inaaa… “

Aku menoleh ke arahnya dan terperanjat. Jarum dan gunting terjatuh dari tanganku, tubuhku tersentak ke belakang.  Tapi kini, pasien itu hanya menatapku dan terdiam lemas.

Keesokan harinya, kuperiksa keadaan laki-laki itu. Lalu kutatap wajahnya, wajah tampan yang membuat darahku mengalir deras dari jantung, denyutnya melebihi 60-100 kali per menit, melebihi batas normal. Apa ini artinya aku masih mengharapkannya? Masih mencintainya?

“Na, aku mencarimu selama ini.”

Aku terkejut mendengar suaranya, tiba-tiba ia sudah membuka matanya.

“Untuk apa kau mencariku?” sahutku ketus.

“Aku selalu mencintaimu, Na. Dari dulu.” jawabnya.

“Kalau dulu kau mencintaiku, kenapa tidak pernah kau katakan padaku?” tanyaku.  Ingin aku berteriak dan menyebutnya, 'dasar pengecut! jaim!’.

Masih kuingat masa kuliah dulu. Gilang selalu menatap dan memperhatikanku. Aku juga menaruh hati padanya, jantungku berdetak kencang tiap kali ditatap olehnya, mataku tidak sanggup membalas tatapan matanya yang tajam. Dengan setia, aku menunggu kepastian darinya. Tapi aku sudah terlalu besar rasa, kepastian itu tidak pernah ada, cinta kami menggantung.

Kami pun terpisahkan begitu saja. Gilang tugas ke daerah,  sementara aku melanjutkan kuliah kedokteran di Amerika.

“Dulu aku gak berani menyatakan cinta padamu, perempuan cantik dan  pintar di kelas.”  Gilang mencoba menjelaskan.

“Begitu aku tahu kau sudah pulang, aku mencarimu. Lalu, kudengar kabar keluargamu akan mengadakan pernikahan.”  Lanjutnya.

Dan terjadilah kecelakaan lalu lintas itu, saat Gilang memacu kencang motornya menuju rumahku.

“Yang akan menikah itu kakakku.” ujarku.

“Jadi kau belum menikah, Na?” tanya Gilang dengan penuh harap, ada pijar-pijar cahaya di bola matanya.

“Sedang menunggu…” jawabku sekenanya.

“Siapa yang kau tunggu?” tanyanya. Wajahnya yang tampan mendekati wajahku. Hembusan napasnya terasa hangat di wajahku. Kutekan tangan di dada kiriku, memastikan bunyi detak jantungku yang kencang tidak terdengar olehnya.

“Menunggu kau untuk membuat kepastian.” Sahutku sambil kucubit lengannya dengan keras. Gilang tertawa dan meringis kesakitan.

“Cinta itu butuh kepastian. Mengerti kau?”

Dengan geram, kukatakan itu persis di depan wajahnya.

“Ga perlu! cinta itu butuh ke KUA.” sahutnya dengan menggenggam erat kedua tanganku, seolah tidak ingin dilepaskan.

The Shadows and others storiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang