Saat Yang Tepat

5 1 0
                                    

“Ga, kapan lo bakal nyatain ke Malika?” tanya Satria, sahabatku.

“Nunggu saat yang tepat, Sat,” jawabku sambil meneguk air dingin dari botol kemasan.

“Lo dah suka sama doi dari SMP, terus lo ngikutin ke SMA yang sama, dan lo belum nyatain juga? Apa gak kelamaan? Lo gak takut nanti doi ada yang ngembat?” tanya Satria lagi.

“Kalau jodoh gak akan ke mana. Gue gak mau pacaran, kalau dah waktunya, gue mau langsung lamar,” jawabku tersenyum sambil membayangkan raut wajah Malika saat aku datang melamarnya suatu saat nanti.

“Ya, at least, lo kasih tahu dong kalau lo suka dan suatu saat mau langsung ngelamar dia. Emang lo yakin dia mau nunggu lo?”

Aku hanya menjawab pertanyaan Satria dengan mengangkat bahu saat itu, saat masih berseragam putih-abu. Yang aku tahu pasti, Malika juga menyukaiku. Aku dapat melihat dari caranya membalas tatapan mataku dan perilakunya yang salah tingkah jika berada di depanku. Aku yakin ia akan menungguku sampai saat yang tepat nanti.

Tapi dugaanku ternyata salah. Kemarin, setelah aku lolos seleksi untuk PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan berniat melamar perempuan yang kucintai dengan berkata, "Will you marry Me?", datang sebuah surat undangan.

Di atas surat itu tertulis kata dengan tinta emas, We’re getting married, dan di bawahnya tertera dua nama yang kukenal, Malika & Satria… and our family invite you to the wedding.

***
Pic/GIF dari www.123greetings.com

The Shadows and others storiesWhere stories live. Discover now