Surti

45 3 0
                                    

SURTI
(Nonny Ranggana)

Warning! Untuk 17 tahun ke atas!

Bang Kumis mengalungkan sarungnya di leher, menyalakan senter, lalu mengajak si Klimis, partner ronda kelilingnya, untuk segera berpatroli mengelilingi gang-gang kecil di kampung.

"Bang, ini malem Jumat, kan, Bang?" tanya si Klimis sambil memeluk erat kentongan yang dibawanya.

"Iya, emang kenapa? Lo takut?" Bang Kumis balik tanya.

Si Klimis hanya mengangguk pelan. Ia berjalan mepet di samping Bang Kumis saat melewati kuburan, mulutnya komat-kamit membaca doa, dan tubuhnya mengkerut karena ketakutan.

"Gak ada yang perlu lo takutin," sahut Bang Kumis lagi sambil melintir kumisnya yang baplang.

Belum satu menit Bang Kumis menenangkan si Klimis, tiba-tiba terdengar teriakan dari kontrakan petakan yang berada persis di samping kuburan.

"Aaaaaaaaaaah!"

Si Klimis spontan terloncat dan memeluk erat tubuh montok Bang Kumis.

"Suara apa itu, Bang?" tanyanya dengan tubuh gemetaran.

Belum sempat Bang Kumis menjawab, kali ini terdengar lagi suara orang berteriak dari tempat yang sama.

"Suuurtiii! Ay laaap yuuu!"

Bang Kumis dan Si Klimis saling bertatapan penuh tanda tanya.

"Itu kaya suara si Tejo, Mis. Ayo! Kita periksa," Bang Kumis mengajak si Klimis untuk mendekat ke salah satu kontrakan petakan yang diduga arah datangnya suara.

Mereka mengendap-endap perlahan, lalu menempelkan telinga di pintu. Kali ini terdengar suara laki-laki mendesah panjang, diikuti suara ranjang yang berderit.

"Aku merindukanmu, Ti," kata laki-laki bernama Tejo itu dengan penuh kemesraan.

Setelah itu terdengar suara orang berciuman penuh nafsu, sampai Bang Kumis berkali-kali menelan air liurnya dan berharap saat itu juga ia ada di atas ranjang bersama istrinya.

Melihat partner rondanya yang terhanyut dan nyaris melupakan tugas, si Klimis menepuk pundak Bang Kumis dan menarik tangannya agar menjauh dari pintu.

"Bang! Ini perbuatan mesum! Si Tejo kan jomblo. Ayo kita gerebeg! tangkap basah aja. Nanti kita arak mereka keliling kampung, biar jadi pelajaran. Jangan sampai kampung kita jadi tempat maksiat," kata si Klimis berapi-api.

Mendengar perkataan si Klimis, Bang Kumis mengangguk penuh semangat 45. Kemudian mereka kembali berjalan mendekati pintu.

Dari luar pintu, mereka bisa mendengar suara Tejo yang mengerang penuh kenikmatan.
Dada mereka terasa panas, dengan penuh emosi, mereka mengangkat kaki, lalu menendang pintu itu dengan sekuat tenaga.

Pintu pun terbuka, terlihat Tejo yang terkulai pasrah di atas ranjang, tangan terlentang, dadanya berkeringat, dan tubuh bagian bawahnya hanya ditutupi sehelai handuk.

"Apa-apaan ini?" tanyanya melotot pada Bang Kumis dan si Klimis yang mendobrak masuk kontrakannya.

"Ketangkap basah lo, ya. Dasar otak mesum!" hardik Bang Kumis.

"Mana tuh cewek?"
Mata si Klimis menyapu ke seluruh ruangan yang hanya berukuran 3x4 meter itu. Ia tidak menemukan seorang perempuan di atas ranjang bersama Tejo ataupun di dalam lemari. Ia lanjut memeriksa ke dalam kamar mandi, dan hasilnya nihil.

"Lo sembunyiin di mana tuh cewek!"
Si Klimis mulai mengintrogasi Tejo.

"Cewek yang mana?" tanya Tejo, mukanya mengernyit kebingungan.

"Jangan pura-pura bego, lo! Itu si Surti!" teriak Bang Kumis, dadanya naik turun menahan kesal.

"Surtiiii???" tanya Tejo lagi, lalu terdengar kata O panjang keluar dari mulutnya.

"Jadi kalian nyari si Surti?" tanyanya lagi.
Tejo tersenyum sambil memeluk perutnya, berusaha menahan tawa.

"Jangan berlagak, lo! Mana Surti?" Teriak si Klimis.

"Kalem aja, Bang. Nih! Kenalin si Surti!" jawab Tejo menepuk-nepuk kasurnya yang empuk.

"Surtiii???" kata Bang Kumis dan si Klimis berbarengan.

"Iya, Surti, kaSUR TIdur."

Bang Kumis dan si Klimis pun melongo dan mematung, sampai akhirnya terduduk lemas di lantai.

***

Pic dari Manado.Tribunnews.com

The Shadows and others storiesWhere stories live. Discover now