1. Jati Diri

184K 10.4K 758
                                    

Jangan lupa vote dan komen....
.
.

"Braga," Panggil seseorang membuat pria remaja yang duduk di balkon menoleh.

"Apa?"

"Turun, Bunda mau bicara."

Pria tersebut berdecak, sudah tau apa yang akan Bunda'nya bicarakan. Dengan malas pria itu berdiri, berjalan melewati orang yang tadi memberitahunya. Menuruni tangga dan menghampiri Bunda'nya yang sudah duduk di sofa bersama sang Ayah.

"Duduk," titah sang Bunda.

Pria tersebut duduk di sofa single, melipatkan kedua tangannya di dada.

"Bragalian Cakra Vegario, Apalagi ini?" Sang Ayah melempar sebuah kertas dengan sangat kesal.

Braga-Pria itu membawa kertas tersebut dan membacanya. Dan benar, sudah ia duga. Pasti permasalahan ini lagi. Sebuah surat bahwa ia dan Geng'nya telah berbuat keributan di Sekolah.

"Ck, tawuran doang."

Jeda Brilian Vegario menghela nafas berat. Pusing menghadapi anak keduanya yang super bar-bar. Anaknya yang merupakan ketua Geng Astercyo itu sangatlah sering membuat keonaran, apalagi tatapannya yang tajam itu mampu membuat semua orang bergidik ngeri.

"Ayah peringatkan, jika kamu seperti ini lagi. Ayah tidak segan-segan untuk memindahkan kamu ke sekolah lain," ancam Jeda tidak main-main.

Braga menatap ayahnya datar, lalu mengangguk santai.

"Oke," jawabnya.

Jeda dan Alinea-Bunda Braga saling tatap.

"Baiklah, kalau kamu sudah setuju. Nantinya jika kamu berbuat onar apalagi masalah besar seperti dulu. Ayah tidak akan membantu dan akan angkat tangan."

Braga mengangguk dan mengangkat bahunya tak peduli.

"Braga ke kamar," pamitnya datar dan berlalu setelah mencium pipi adiknya yang masih kecil.

"Anak itu, sangat Menuruni sikap Kakek. Datar, sinis, dan ketus banget." Jeda menggelengkan kepalanya.

Alinea tersenyum, "Tetap pantau dia, Yah. Bunda tidak mau dia memiliki masalah yang hanya sebuah Kesalahpahaman seperti dulu lagi."

"Aku akan tetap menjaga dan melindungi dia, tenang saja."

....

Resha Brifania Fredash, gadis itu terduduk manis di balkon kamar. Pandangannya lurus menatap langit malam yang nampak indah dan membuat suasana hatinya sedikit tenang.

"Sa....Ngapain?" tanya salah satu Pria di belakangnya.

"Kok ngelamun? ada apa?" tanya pria itu kembali, saat tak mendapat jawaban apapun dari gadis itu.

Resha menggeleng sambil tetap setia menatap ke depan. Pria tersebut mengehela nafasnya sebentar lalu menyandarkan kepala Resha ke bahunya dan mengusapnya lembut. Resha memejamkan matanya menikmati sentuhan dari Pria yang tak lain adalah Kakak'nya sendiri.

"Dulu pas Abang masih kecil, Abang inget banget waktu umur Abang masih empat tahun Abang udah punya adik. Dan adiknya kamu tahulah sedingin apa?" Pria tersebut tertawa sebentar.

"Abang ajak main gak mau, diem gak bisa ngomong. Pernah abang ngira dia anak bisu dan tuli sampe Ibu khawatir dan ajak dia periksa. Tapi, pas dokter bilang dia gak papa dan sama sekali gak ada cacat, keluarga kita bukannya bahagia malah heran, anak satu itu sama sekali gak mau berbicara, aneh banget. Dan kamu tau?"

Resha mendongak menatap mata Kakaknya. "Kenapa?"

"Pulang main, Abang sama anak itu diem duduk di depan rumah terus tiba-tiba Abang cium bau pesing, Abang tanya sama anak itu--"

Braga (Sudah terbit) Where stories live. Discover now