18[CC]

4.7K 359 66
                                    

Author POV.

Makan malam kali ini benar-benar ribut, karena ulah suara Jaebi dan Jimin yang berdebat tentang sekolah. Jaebi akan Jimin pindahkan ke sekolah elit agar pendidikannya terjamin tapi Jaebi tidak mau karena ia sudah banyak memiliki teman di sekolah lamanya.

Dan ini benar-benar memicu emosi Jimin, ia sebagai kepala keluarga dan figur seorang ayah ia hanya ingin anaknya berpendidikan yang layak. Di sekolah lama Jaebi sangat kurang bahkan minim sekali ilmu pengetahuannya dan pendidikan karakternya, dan jika dari sini ke sekolah itu cukup memakan waktu banyak.

"Tapi Jaebi mau di sekolah lama, Daddy!"

"No! Sekali kubilang tidak ya tidak! Aku yang bayar, kau hanya tinggal sekolah! Teman bisa dicari jika kau ingin tau!"

Jaebi membuang pandangnya, ia kesal dan tak mau menatap Jimin. Bahkan air matanya hampir jatuh, selama hidup bersama ini kali keduanya sang Daddy membentaknya.

"Aku tak mau dengar alasan apa lagi, pokoknya besok kau sudah masuk sekolah!" Final Jimin. Jaebi membanting garpunya lalu segera minum air putih, dan lekas berlari ke kamarnya.

"Jim, ayolah dia masih kecil untuk kau bentak seperti tadi,"

"Aku hanya ingin dia mengerti dan menurut apa perintahku, itu semua untuk kebaikannya!" Jika sudah begini, berarti hukumnya mutlak dan Jimin tidak mau di bantah.

"Itu terserahmu," sunggut Minji, lalu memasukkan potong gurita ke mulutnya.

"Sial kenapa semua membuatku kesal hari ini!" Jimin segera mengakhiri acar makannya dan kembali ke kamar.






°°°










Jimin memangku laptopnya untuk mengecek pekerjaan yang menunggak saat di kantor. Matanya dengan focus membaca dan mengetik beberapa kalimat di atas keyboard, menyeruput kopi hitam buatan istrinya dengan anteng dan kembali berkutat dengan laporan di laptop.

Sampai kusen kamar mandi berderit samar juga Jimin tak menyadari. Minji baru keluar dari kamar mandi, berjalan dengan langkah pelan menghampiri Jimin.

"Jim~" rengek Minji, tapi Jimin yang kini masih diam dan focus pada laptop.

Minji menggeserkan laptop di pangkuan Jimin dan bergilir kini dia yang duduk disana, Jimin memandang datar dengan alis yang naik sebelah.

"Kalau sedang marah jangan perang dingin ayo berciuman."

Jimin masih memasang wajah datarnya, kini ia sudah ingin memindahkan Minji agar tak duduk di pangkuan, namun Minji kekuh, ia mengalungkan tangannya di pundak lebar Jimin.

"Tidak mau bertengkar dengan, Daddy."

"Ya oke tidak usah bertengkar," sahut Jimin cuek.

"Daddy,"

"Dad," Jimin menghela nafas, lalu menubrukkan bibirnya ke bibir tipis Minji.

Mesenyap dan melumat dengan kesetanan bibir mungil itu, mengoral isi dalamnya hingga Minji kesulitan mencari udara.

"Hmnghh," lenguh Minji tertahan bibir tebal Jimin. Jujur ia butuh oksigen.

"Babe, kau yang memulai!"

"Dad, mau lihat dia, mau lihat..." Jimin membuka bajunya serampangan, dan mencium kembali bibir istrinya.

Minji mengakhiri sesi ciuman panasnya lalu mengerenyitkan alisnya saat melihat rusuk Jimin. "Dad, kau mentatto tubuhmu?"

"Iya, ini tatto saat berpacaran dengan Jungkook, bahkan ia juga membuat tatto di tubuhnya." Jawab Jimin. Tak ada ekspresi marah atau'pun kesal yang Jimin tangkap dari raut Minji.

"Tidak marah'kan?"

"For what? Toh itu masa lalu,"

"Buka sendiri, sayang." Jimin mengalihkan pembicaraan, bukannya apa ia hanya malas berdebat dan berujung gagal bercinta.

Lalu Minji melaksanakan tugasnya membuka celana joger Jimin dengan gerak yang sedikit ia lambatkan. Setelah terbuka, Minji benar-benar meneguk ludahnya susah, terpapang alat vital Jimin yang masih terbungkus rapi oleh dalaman-bermerek brand terkenal Thong-yang mengembung besar.

"Dad, dia besar." Gumam Minji.

"Ya besar sayang, hanya 7 sampai 8 inchi."
Minji terperangah tak percaya, hanya?

Lalu menyikap celana dalam yang menghalang kemaluannya. Hingga terpapang vital Jimin yang benar-benar membuat pipi Minji memerah.

"Dad-daddy," meneguk liurnya sekali lagi, ini adalah pandangan baru bagi Minji melihat langsung kemaluan laki-laki.

Jimin hanya menyisir rambut panjang Minji dengan sayang. "Emut babe,"

Minji mulai ragu apakah muat di mulutnya, penis Jimin sangat over menurutnya.

Tangan Jimin menuntun jari-jari lentik Minji untuk menggenggam penis tegangnya, Minji membuka sedikit bilah bibirnya ragu. "Jangan takut, hmm?" Celetuk Jimin, seakan tau dari binar mata istrinya.

"Jim, aku tidak punya pengalaman mengoral penis dan sex." Ia mendongak dengan wajah polosnya.

"Ya i know, mau kuajari?" dan dijawab anggukan oleh Minji.






A.N

Hehehe gantung jemuran dulu ya, sekali-kali digantung biar enak😁

Makasi dukungan voment kalian ya🧡

Yang mau ada next chap lagi ayo di voment sebanyak mungkin.

Aku gantung NC-nya karena otakku lagi kesampet, aku takut ngetik NC pas otak kesampet tar jadinya abal-abal dan gak bagus, makanya nunggu jernih dulu baru aku lanjut ngetik NC. Pasti up kok, next chapter akan sedikit panas 💦

Thancu All💫🍒🖤

Crazy Ceo [PJM]Where stories live. Discover now