17[CC]

3.8K 365 59
                                    

Author POV.

Tanpa Jimin duga, Minji benar-benar menguras isi dompetnya bersih. Segala macam dan bentuk skincare mahal sudah dikantongi saat ini, adapula beberapa potong baju pesanan dari butik ternama yang Minji pesan khusus untuk dirinya sendiri. Sedangkan Jaebi, putranya hanya melihat tingkah laku sang ibu dengan raut wajah meringis prihatin.
Bosan melanda kedua laki-laki itu, mata mereka seperti akan rabun melihat pemandangan yang sana-sini isinya baju wanita dengan modelan nyentrik bling-bling.

"Mom, masih lama?" Jaebi jenuh, jenuh melihat sang Mommy yang seperti orang kampung masuk mall untuk pertama kalinya, dan kejadian ini sudah dari 3 jam lalu.

"Mommy, aku lapar, belanjanya udah ya? uang Daddy hampir habis sekarang." Keluh Jimin.

Bohong! Uangnya bukan akan habis tapi rasa kantuk, bosan dan lapar yang membuatnya beralibi seperti itu.

Minji menoleh cepat ke arah Jimin, alisnya menukik tidak terima, bibirnya mengerucut maju, wajahnya dibuat sememelas mungkin setelahnya.

"Ayolah Jimmm, empat potong bikini saja, please"

Dan Jimin mengangguk dengan wajah keruh luar biasa, Minji hanya tersenyum bodo amat asalkan dibelanjai.

4 jam berjalan, Masih belum selesai juga acara mari menghabiskan uang suami. Dan Jimin lapar man ngomong-ngomong, tapi Minji mementingkan dirinya sendiri.

Jimin melangkahkan kakinya ke area cafe terdekat di sana sambil menggendong Jaebi yang sudah kuyu dan mengantuk, Minji tidak tau jika Jimin pergi dari tempatnya, hingga setengah jam berlalu ia baru sadar ia hanya seorang diri.

"Jim-Park Jimin!" Minji mengelilingi area store, tapi tak kunjung juga menemukan suaminya. Mengumpat dengan kesal lalu mendial nomor Jimin dan tak kunjung ada jawaban.

"Jangan bilang Jimin meninggalkanku?" Jeda, ia berpikir sambil tangannya yang sibuk mengespam suaminya dengan raut panik. "Ah! Sial lalu siapa yang bayar ini?!"

Masalah pulang sendiri sih no problem, tapi yang pay itu lho siapa? Sudah belanja banyak dan sekarang mau dikembalikan? No way! Mau ditaruh dimana wajahnya.

Minji lanjut mengelilingi berbagai store untuk menemukan anak suaminya, matanya dengan jeli melihat satu persatu orang-orang yang berlalu lalang, barang kali Jimin ada di salah satunya.

"Hah, Jimin kumohon jangan tinggalkan aku." Lirihnya pasrah.

Ia duduk di kursi depan cafe dengan muka yang ditekuk sedih, memijat betis kecilnya yang sedikit sakit, karena terlalu lelah berkeliling.

Melihat isi dompetnya yang hanya ada uang receh, membuatnya menarik nafas dengan hati-hati. Ia tidak berpikir akan ada kejadian seperti ini, karena toh juga Jimin yang bayar jadi tak perlu susah payah bawa uang bernominal besar.

"Kenapa tidak ambil blackcard-nya saja tadi, dasar pabbo!" Kesalnya, kepalanya ia benturkan berkali-kali di meja kayu disana.




"Blackcard siapa yang ingin kau ambil?"

Ya tuhan ia kenal suara ini! Menoleh kepalanya ke belakang dan cengiran lebar Minji persembahan. Ia langsung memeluk erat leher Jimin, takut Jimin kemana-mana lagi.

Jimin terkejut melihat reaksi Minji seperti ini. "Kau kenapa, hmm?"

"Kau kemana saja iss! Aku lelah mencarimu tau! Setidaknya katakan padaku jika kau ingin makan bersama Jaebi," Minji menginjak kesal kaki Jimin, tapi empunya tidak bergeming.

"Jaebi. Sudah. Mengatakan. Bahwa. Kita Lapar. Tapi. Mommy. Tidak. Peka." Jaebi sudah menekankan semua katanya agar si Mommy paham, enak saja asal menyalahkan dirinya dan sang Daddy.

"Ohh benarkah? Maafkan Mommy ya, Mommy lupa waktu hihi.." Minji hanya memberikan senyuman yang sedikit cengengesan.







°°°












"Mom, Jaebi ke atas dulu ya, mau bermain playstation," Jaebi menaiki tangga dengan kaki kecilnya, bersenandung ria karena hadiah baru dari si Daddy semalam.

"Tidak lapar sayang??" Minji berteriak dari lantai bawah.

"Tidak Mommy cantik,"

"Oke, kalau lapar cepat turun, arra?!"

"Hmmm."

Minji berkutat dengan alat dapur dan apronnya yang menggantung apik di leher.
Membuat makanan kesukaan sang suami, yaitu sup kepala babi bercampur gurita rebus. Jimin memang suka makan ala mukbang-mukbang china, katanya selera makannya jadi bertambah. Entah Minji juga tidak mengerti, tugasnya hanya membuat.
Karena jam hampir menunjukkan pukul 6 sore sebentar lagi Jimin akan pulang dari kantor.

"Babe! I'm home."

"Ya, Mommy di dapur, Dad." Sahut Minji, ia mencuci tangannya lalu menghampiri Jimin yang tengah melepas jas kantornya.

"Lelah sayang?"

"Kalau itu jangan ditanya lagi, butuh isi baterai, Mom."

Minji paham apa mau Jimin jika pulang dari kantor, menarik Jimin untuk di bawa ke dapur, lalu tersenyum semanis mungkin.

"Aku sedang memasak, jadi tidak bisa isi baterai. Nanti malam ya?"

Jimin menghembuskan nafas kesal lalu berbalik ke ruang tamu, tapi sebelum itu terjadi Minji menarik tangan Jimin, lalu memberikan kecupan di bibir volumenya seperkian detik.

"Ihh kau itu ngambekan sekali," goda Minji, menoel-noel dagu Jimin sampai sudut bibir Jimin tersenyum.

"Awas kau nanti malam." Ancam Jimin dengan seringainya.












A.N

So gaes aku back lagi, maaf ya kelamaan yaw?? Sibuk masalnya di rumah, ide jg terbang-terbangan, makannya jadi males ngetik sumpah.

Nah meski pendek dan sedikit kurang jelas nikmatin aja ya💜

Nanti malam aku bakal UP EPISODE 18! No hoax, tapi harus vote sama komen yang banyak, oke? Klk aku bohong masalah up kalian boleh hapus ff ini dari library kalian.


Thancu🧡

Crazy Ceo [PJM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang