13[CC]

4.1K 456 108
                                    

Author POV.

Jimin masih marah kepada Minji akibat hal kemarin. Niat hati, ia pulang untuk makan siang di mansion saat itu, namun tak menemukan siapa-siapa dan hanya ada para maid. Bertanya tentang kemana perginya Minji, lalu yang ia dapatkan jawaban tentang Minji yang sedang berada di kamar lamanya, hingga tanpa ia sadari disanalah emosinya membuncah seketika.

Inti dari pada inti, ia mendiamkannya hingga Minji sendiri merasa amat bersalah kepada Jimin akan tingkah lakunya.

Dan Jaebi juga kena getahnya, ia bingung melihat tingkah Daddy-nya yang tiba-tiba mendiamkannya juga dari kemarin, ingin memberi tahu bahwa ia mendapat nilai bagus di kelas playgroupnya, tapi urung, karena melihat raut datar sang Daddy.

"Jim, sarapan dulu," ujar Minji, sambil membesit hidungnya. Matanya sudah membengkak dari semalam efek menangis.

Lalu ia meraih dasi yang dirasa cocok dengan setelan Jimin, dan mengalungkannya ke leher kokoh itu. Tak ada penolakan, karena pada dasarnya Jimin memang tidak pandai membuat simpul dasi.

"Jim, kumohon jangan diam terus—hiks,"

Ah, rasa-rasanya air mata Minji tak pernah habis dari semalam ia menangis, bahkan pagi ini ia kembali menangis dengan isakan pelan.

Jimin masih sanggup menutup bibirnya rapat-rapat dan membuang pandangannya ke arah lain. Hampir goyah sebenarnya, tapi berusaha untuk tetap tahan.

"Mommy, sepatu Jaebi dimana? Kenapa tidak adaaaa??!! Arhh itu sepatu kesayangan Jaebi!" Jaebi berteriak di depan kamar orangtuanya dengan muka menekuk sebal.

Jimin yang sudah beres di pasangkan dasi'pun segera keluar dari kamar untuk melihat putra sulungnya.

"Ya! Minta baik-baik kalau merasa perlu! Jangan berteriak seperti tadi!"

Jaebi terpaku di tempat melihat Jimin memarahinya. Hingga akhirnya, Jaebi hanya bisa menunduk menahan bendungan di matanya.

"Tidak apa, Jim, jangan memarahinya."

"Kau selalu membela yang salah! Kapan ia akan belajar sopan santun dengan orangtuanya?!" Jeda. "Anak pungut memang  susah untuk di didik!"

Minji menatap Jimin tak percaya, Jimin yang selalu ia pikir sangat menyayangi Jaebi tapi, kenapa jadi kejam begini cara bicaranya?

"Kontrol mulutmu! Jika kau merasa Jaebi membebani disini maka aku sebagai ibunya akan membawanya angkat kaki,— percuma aku juga minta maaf hingga bersujud hanya kesalahanku yang bahkan tak begitu besar!"

Minji menatap Jaebi yang hanya menunduk dengan bahunya yang naik turun, dan kini giliran Jimin yang menatap Minji nyalang.

"Pada dasarnya kalian hanya hama dalam hidupku! Menyesal aku dulu menikahimu Choi Minji kau tak lebih dari sampah yang tak berguna selama ini. Kemasi barang-barang kalian!" Lalu Jimin benar-benar melenggang pergi.

Jaebi menatap punggung tegas Daddy-nya dengan mata basah, ia hanya sedang kesal, karena sepatu pemberian Jimin hilang sebelah, tapi siapa tau kalau Jimin bakal membentaknya seperti tadi.
Dan ia terlampau paham bahwa Jimin tengah mengatainya.

"Sayang, bagaimana kalau suatu saat kita tidak memiliki apa-apa, apa kau tidak menyesal?"

"Tidak—hiks asal ada Mommy cukup," Pecah sudah bulir air mata yang sedari tadi ditahannya.

Minji menatap nanar pintu kamar yang tengah terbuka lebar di sampingnya. Peluang pergi memang sangat besar saat ini, karena memang mertuanya tengah pergi ke Perth untuk pertemuan kolagen bisnis VISA-nya dan malam nanti akan balik terbang ke Seoul. Sedangkan Chanyeol beserta istrinya memang sudah pisah rumah seminggu lalu.

"Baiklah, kita akan berkemas barang sekarang,"

Sedangkan Jimin sendiri menyetir mobilnya dengan uring-uringan, ia juga tak mengerti kenapa bisa berbicara demikian dengan Jaebi maupun Minji, tapi saat ini ia juga terlampau enggan untuk memutar kemudinya ke mansion, dan malah membanting setir memilih menenangkan pikirannya ke rumah sang mantan.

°°°







Minji dan Jaebi benar-benar pergi dari kediaman megah keluarga Park pukul sembilan pagi, semua bersih tak ada jejak sama sekali yang mereka tinggali.

"Mommy, benarkah kita akan pergi sejauh mungkin?"

"Iya, sejauh-jauhnya bila perlu. Rumah kita bukan disini lagi, jadi jangan pernah berpikiran untuk kembali kesini, arra?" Minji merapikan anak rambut Jaebi yang tebal dengan sayang, dan kini mereka ada diperjalanan menuju tepi desa pelosok nan terpencil di bibir kota Seoul dengan menghandalkan uang secukupnya. Ia hanya  menggunakan sisa-sisa uang cash yang ia punya, sedangkan ATM-nya ia kembalikan dan disimpan di atas meja kerja Jimin  

Ia sudah memikirkan segala hal disana, mulai dari pekerjaan, uang biaya hidup dan, sekolah Jaebi. Berdoa dalam hati semoga ini jalan yang benar ia ambil.

Dan yang ia terus berpikir apakah benar ia hama? Lalu maksud dan tujuan rencana Jimin sebelumnya apa? Kalau dulu tau begini ia takan termakan omongan Jimin untuk jadi perantara.


Ting!

Minji membuka lockscreen ponselnya dan membaca pesan masuk baru.

Saint👶:

Ya! Nuna, kau dimana? Aku bangun tidur kenapa rumah sudah tak berpenghuni sama sekali? :'(

Read ✓✓
09:30

Saint👶:

Nuna, kau jahat hanya membaca pesanku!

Read ✓✓
09: 38


Saint 👶:

Nuna, akan aku adukan kau ke Jimin Hyung kau kabur dari rumah:(

Read ✓✓
09:45

To: Saint 👶

Adukan saja aku tak perduli!

Read✓✓
09:47





Minji cepat-cepat mematikan ponselnya saat Saint tengah mengetik sesuatu untuk membalas pesannya.

Tak perduli, mau ia dipadukan dengan Jimin, toh—juga Jimin yang memintanya angkat kaki, bukan?

Diliriknya Jaebi yang tertidur lelap di pahanya dengan diiringi dengkuran halus.
Ia juga akan ikut tidur sembari menunggu sampai.












Tbc

A.N

Sumpah Author gk tau ngetik apaan ini, maafkan kalau kurang bgs, but setidaknya update yaa💞

Dan ini tanpa proses revisi jadi maaf klk agak acak adul✌️

Crazy Ceo [PJM]Where stories live. Discover now