01[CC]

12.6K 793 67
                                    

Author POV.

Nasib, benar-benar nasib sekali kehidupan seorang Choi Minji. Sudah dipecat di tempat kerja dan saat pulang ke rumah semua barang-barangnya sudah berada di halaman rumah. Ia yakin pasti Shin Ajhuma akan mengomeli masalah tunggakan kontrakan yang sudah jatuh tempo.

"Huh-aku lelah seperti ini," gumaman putus asa terlontar manis dari bibir tipisnya.

Ia memunguti barangnya satu persatu dan memasukannya ke dalam koper, lalu keluar dari pagar rumahnya. Tapi sebelum ia benar-benar keluar, suara cempreng yang sangat khas ia kenal mencegatnya. "Bagus kalau kau pergi! Dulu sudah kukasi hati kau minta kepala, jadi jangan salahkan aku mengusirmu sekarang!" ketus Shin Ajhuma, sambil mengibaskan wajahnya dengan kipas antik di tangannya.

Minji hanya merotasikan bola matanya, lalu melenggang pergi dari mantan rumah kontrakannya. Di jalan ia berpikir untuk tidur dimana, haruskah ia tidur di emperan toko? Ah-tidak-tidak! Itu terasa seperti gelandangan. Tapi-bukankah itu memang faktanya? Bahwa ia tak punya tepat tinggal dan uang sepeser'pun tak ada di sakunya.

"Oh Tuhanku, bantu aku yang sedang kesusahan ini." Mengomel sendiri layaknya orang kurang waras, hingga kakinya menapak pada bangunan gereja yang tidak terlalu ramai.

Untuk sekarang bolehkah ia percaya dengan Tuhan sekali saja? Karena seumur ia hidup, ia belum pernah yang namanya mencakupkan tangan berdoa. Ia tidak percaya dengan yang namanya Tuhan dari dahulu, karena ia menganut ateisme. Mungki karena itu Tuhan jadi marah dan memberi cobaan seperti sekarang.

Ia melangkahkan kakinya ke dalam gereja lalu meletakan kopernya di pojok ruangan dan mengambil lilin yang memang tersedia di sana, mulai berdoa dan meminta maaf kepada yang di atas atas kelalaiannya selama ini. Tapi konsentrasinya seketika buyar saat mendengar perdebatan antara dua laki-laki di samping kirinya.

"Matamu ingin kucolok, hah?! Kau itu sudah besar. Kumohon gunakan sikap mu ini gereja!" Terlihat laki-laki yang lebih tua memarihi sang adik.

"Ck, yang bilang ini Club malam siapa, Hyung!" sahut yang lebih muda tak kalah sengit.

Minji hanya mengerenyit dan menarik nafas. "Tuan-tuan, bisakah kalian tenang? Aku tidak konsen berdoa,"

Sontak kedua lelaki itu diam, dan mengangguk bersama.

°°°

Sesudah berdoa, Minji menghampiri pendeta yang tengah duduk di kursi pojok. "Pendeta, bolehkan saya tinggal di gereja ini untuk beberapa hari kedepan sampai saya mendapatkan pekerjaa?"

"Kau tidak ada tempat tinggal?" ujar Pendeta itu pelan.

Minji sontak menggeleng. "Bolehkah?"

Pendeta berkepala lima itu mengangguk, tersenyum senang tatkala sang Pendeta itu mengijinkan.

"Kamsahamnida, Jongmal kamsahamnida..." Minji terus mengucapkan terima kasih. Mulai sekarang ia harus yakin dengan adanya Tuhan, karena permintaannya yang sederhana benar-benar terkabul.

Di lain tempat, dua pria tadi masih berdebat. "Kapan kau sembuh dan tidak belok seperti ini, Jim? Hanya gara-gara kau kuliah di Amsterdam empat tahun, pulang-pulangnya kau seperti ini?!" Jeda. "Aku masih tidak percaya, kau itu dulu laki-laki manis dan polos, lalu sekarang kau sangat jauh dari yang kukatakan barusan. Dan sebentar lagi kau akan memegang perusahaan Appa, jadi rubahlah sikapmu perlahan agar tidak mencoreng nama baikmu maupun keluarga."

Park Chanyeol, Hyung dari Park Jimin. Memberi nasehat untuk si bungsu, tapi apa yang ia dapat? Tidak ada! Malah sang adik menyibukkan dirinya bermain ponsel untuk menghubungi kekasih laki-lakinya.

Crazy Ceo [PJM]Where stories live. Discover now