Bima menepuk pundak Rico, Rico memundurkan punggungnya tanpa menoleh.

Bima memajukan badannya "Bibil bilang, Juju juga gak tau kemana. Padahal ranselnya ada" bisik Bima.

Rico menganggukkan kepalanya, namun dalam pikirannya, ia sangat tidak tenang. Dengan kejadian di kantin, sampai ketidak hadiran 4 sahabatnya di saat jam pelajaran di mulai.

💟

3 remaja sedang berdiri di depan ruang UGD, mereka masih menunggu kabar keadaan Echa. July sedari tadi hanya berdiam diri.

Ia masih syok saat melihat keadaan Echa di kamar markas tadi. Darah mengering di kedua tangannya, ia masih terpaku. Ia tidak menyangka kalau Echa semenyerah itu.

"Ay... cuci tangan dulu yuk" suara lembut Juna membuyarkan lamunan July.

Ia menoleh ke Juna, rasa sesak muncul lagi.

"Berdoa aja, supaya Chaca baik-baik aja" bisik Juna. Ia langsung membawa July ke toilet umum di RS untuk membersihkan noda darah di kedua tangan mereka.

Tidak lama mereka kembali ke depan ruang UGD. Dokter keluar dari ruangan tersebut.

"Keluarga saudari Recha?"

Mereka bertiga langsung berdiri "Iya, kami sahabatnya Dok. Bagaimana keadaan Recha?" tanya Juna.

"Alhamdulillah, kalian cepat membawa pasien ke RS. Setidaknya ia tidak kehabisan darah, dan untuk luka goresan tidak mengenai nadinya. Pasien harus istirahat total sampai besok. Tapi... apakah dia pernah mengalami depresi?" tanya Dokter tersebut.

July dan Oji segera memandang Juna, Juna terdian sejenak "Dulu... pernah Dok, tapi 3 tahun yang lalu. Emang kenapa Dok?".

"Pantas, mungkin ada suatu masalah yang membuat pasien kembali kambuh. Tapi kalau boleh saya menyarankan, hubungi Dokter yang menangani depresinya" pesan Dokter tersebut.

Juna mengangguk "Baik Dokter, terimakasih".

"Pasien akan di pindahkan ke ruangan".

Oji memandang jam tangannya "5 menit lagi jam pulang, lo kabarin deh yang lain. Gue yakin mereka bingung kita kemana" gumam Oji.

Juna mengangguk, ia langsung membuka aplikasi WA.

"Jangan di grup Ay, Chat Coco aja" ucap July.

"Loh, kenapa?".

"Sasa gak boleh tahu"

"Ay, kenapa?".

July menatap Juna "Kumpulin anak-anak, nanti aku ceritain. Tapi ingat, tanpa Sasa".

Juna mengangguk, ia segera mengetik sebuah pesan dan ia kirim ke Rico.

💟

Ibu Sheila baru saja keluar dari kelas, semua murid sibuk berkemas.

"Ranselnya Chaca kita bawain aja ya Hon" ucap Meyshi.

"Iya, kita sekalian mau ke warung bakso di simpang 4 kan?"

Meyshi mengangguk dan tersenyum.

"Lo berdua yang bawa ransel Chaca?" tanya Isa yang kini sudah siap untuk pulang.

Rico dan Meyshi mengangguk.

"Oke deh, titip ya. Gue buru-buru, duluan!!" teriaknya dan berlari menuju pintu keluar kelas.

Ponsel Rico bergetar, ia membuka sebuah Chat dari Juna.

Nana caem: Tolong bawain tas gue, Chaca, Oji sama Juju. Kalian langsung ke RS Bina Kasih sekarang. Tanpa Sasa.

Rico mengerutkan dahinya "Kita ke RS sekarang. Bim bilangin Bibil bawain tasnya Juju" ucapnya.

"Saha anu gering Co?" tanya Bima.
(Siapa yang sakit Co?).

Rico berdiri "Gak tahu, gue dapat chat dari Nana. Hon, kamu bawa ranselnya Chaca ya, Aku bawa ranselnya Oji. Lo Bim, bawain ranselnya Nana".

Mereka tidak menjawab atau bertanya lagi. Mereka segera bergegas menuju parkiran dan mengemudikan mobil menuju RS Bina Kasih.

Akhirnya update juga setelah padatnya kesibukkan. Gimana, sampai chapter ini? luar biasakah atau emang biasa aja.

Banyak teka-teki ya? Author juga bingung sebenarnya menceritakan sosok Chaca itu bagaimana.

Sasa emang kacang lupa kulitnya, masak iya melepas berlian demi sebuah perak?

Udah gitu Zeta anaknya Burhan, aduhhhhhhhh... kasian Chaca dong!!!

Kita lanjut ya Genks 💕💕

Minggu, 16 Februari 2020.

DEWE

Jangan lupa vote dan comment ya Genks 💕💕

Recha 'FINISH' Where stories live. Discover now