(41)

12.3K 1K 39
                                    

"Lily bebas bersyarat satu hari yang lalu." Hah! Gue bahkan gak bisa nutupin keterkejutan gue, Lily bebas? Gimana bisa?

Jadi ini yang mau Kak Ken jelasin? Lily bisa bebas kalau di pikir asal juga bukan hal yang gak mungkin, kaya dan berkuasa, Lily juga mempunyai itu.

Tapi masalah kaya gini harusnya Kak Ken atau gak Mas Arya ngasih tahu gue lebih dululan bisa? Seandainya gue tahu, gue gak akan ngebiarin Kak Reza pulang, seandainya gue tahu, gue gak akan ngebiarin Kak Kendra ikut nganter sendirian, seandainya.

"Mas kenapa gak pernah bilang?" Tanya gue masih gak bisa percaya, harusnya mereka ngomong.

Entah kenapa seketika otak gue udah muter parah, gimana kalau semua ini malah ada kaitannya sama Lily sama seperti pemikiran gue dari tadi? Gimana kalau ini semua ulah Lily?

"Mas juga mikirin kondisi terburuk Dek tapi kecil kemungkinanya kalau Lily terlibat jadi Adek jangan terlalu khawatir!" Mas Arya nepuk bahu gue sekali sebelum kembali mengusap wajahnya.

"Kemungkinannya kecilkan Mas, kecil itu bukan berarti gak mungkin jadi gimana bisa Rian gak khawatir!" Lirih gue pasrah.

"Positif thingking!" Mas Arya memaksakan senyumannya.

Gue sendiri narik nafas jengah dan mendudukkan tubuh gue di sofa, melirik Mas Arya dan natap Kak Reza sesekali, sampai kapan keadaannya bakalan kaya gini? Gue mulai bosen, keadaannya udah gak bisa gue baca.

Harapan demi harapan yang udah lama gue bangun perlahan runtuh dengan alasan yang selalu sama, kebahagian yang gue kira semakin dekat ternyata masih sesangat jauh bahkan terkesan tidak nyata.

Dulu gue akan sangat ketakutan kalau harus menghadapi kenyataan gimana hidup gue tanpa Kak Kendra dan sekarang, gue malah semakin ketakutan akan bagaimana hidup gue dan bayi dalam kandungan gue sekarang tanpa Kak Ken? Gue gak akan sanggup mikirin kemungkinan itu.

Gue beralih menengadah dan mulai menatap langit-langit kamar Kak Reza dirawat sekarang, Kak Ken dimana? Gimana keadaannya? Kak Ken sehatkah? Semoga, gue akan selalu berharap yang terbaik untuk suami gue, selalu.

Gue berniat nanya lagi ke Mas Arya apa ada kabar dari Mas Ian mengenai Kak Ken tapi begitu gue berbalik dan mendapati Mas Arya udah tertidur dengan raut kelelahannya membuat gue mengurungkan niat, Mas Arya juga butuh istirahat.

"Kak Ken akan baik-baik aja!" Gumam gue untuk menyemangati diri gue sendiri.

Suasana diruangan Kak Reza beneran hening, hanya hembusan nafas gue yang sangat terdengar tidak beraturan, gue ngambil selimut yang memang disediakan rumah sakit untuk nyelimutin Mas Arya.

"Ri!" Gue langsung berbalik begitu nama gue disebut, Kak Reza sadar.

Gue meneteskan air mata gue begitu tahu Kak Reza bangun, Mas Arya juga bangun mendengarkan isak tangis gue, manggilin dokter jaga dan kita berdua sangat berharap kalau kondisi Kak Reza semakin membaik.

Selagi dokter meriksa keadaan Kak Reza, gue menggenggam lengan Mas Arya dengan perasaan harap cemas, gue sangat takut Kak Reza gak akan bisa terima kalau dia gak akan bisa berjalan kaya dulu lagi.

Seperti dugaan, begitu Kak Reza tahu, obat penenang adalah solusi terbaik untuk sekarang, Kak Reza juga butuh perhatian lebih seperti ucapan dokter, keluarga adalah penyemangat, gue sangat berharap orang terdekat akan sangat membantu.

.
.
.

Selesai shalat subuh, gue balik ke ruangan Kak Reza dan Mas Arya juga baru selesai ngehubungin Bunda, ngasih tahu keadaan Kak Reza dan masalah Kak Kendra juga, gue gak bisa ngebayangin reaksi Bunda.

Khawatir? Sangat tapi lagi-lagi gue selalu ingetin ini untuk diri gue sendiri, gue dididik untuk nyelesaiin masalah dengan pikiran tenang, menangis memang boleh tapi adakalanya tangisan gak jauh lebih penting disaat genting.

"Bunda udah dijalan!" Ucap Mas Arya begitu sadar dengan kehadiran gue, gue mengangguk pelan.

"Bunda gimana Mas?" Gue khawatir, mengenai Kak Reza yang ternyata putra kandung Bunda juga cukup membuat Ayah kecewa.

Kesehatan Bunda juga terpengaruh karena masalah ini, disatu sisi gue gak bisa nyalahin Bunda tapi disatu sisi yang lain Ayah juga berhak kecewa, sikap Bunda yang gak jujur adalah alasan Ayah marah, gue sangat memahami itu, kita semua tahu itu.

Ayah kecewa tapi masih bisa menerima, setiap orang punya masalalu, Bunda juga, andai Om Erlangga bisa berpikiran yang sama dan ikhlas dengan takdir, mungkin keadaan bisa jauh lebih baik.

"Kalau Kak Ken gimana Mas? Udah ada kabar?" Tanya gue lagi, udah gak terhitung gue nanya pertanyaan yang sama.

Berulang kali gue bertanya, berulang kali juga Mas Arya menjelaskan dengan penuh kesabarannya, Mas Arya sesangat mengerti perasaan gue, khawatir? Ketakutan? Perasaan gue lebih kacau dari itu.

"Mas! Gimana?" Ulang gue

"Belum_

Dan di detik yang sama handphone Mas Arya bergetar dan nama Mas Ian terpampang di layarnya, gak butuh waktu lama untuk panggilannya tersambung.

Gue yang memperhatikan udah berdiri gak berkutik dengan mulut yang gak bisa berhenti komat kamit merapalkan doa, semoga ada berita baik, semoga. 

"Oke, Mas kesana!" Ucap Mas Arya nutup panggilannya.

"Gimana Mas?" Tanya gue gak sabaran.

"Kendra di UGD!" Waktu seakan berhenti detik itu juga.

Membuka pintu ruang rawat Kak Reza kasar, gue berlari dengan isak tangis tertahan nemuin Kak Kendra di UGD, jangan sampai suami gue kenapa-kenapa.

Di depan UGD gue memberhentikan langkah begitu mendapati Kak Kenza menangis tertunduk sedangkan Papa menyandarkan tubuhnya disudut ruangan, ini sebenernya kenapa?

"Mas!" Lirih gue menggenggam tangan Mas Ian, gue masih mencoba setenang mungkin.

"Kak Ken dimana!" Tanya gue dengan suara tertahan.

Mas Ian hanya diam menanggapi pertanyaan gue, gue yang gak mendapatkan jawaban apapun beralih ke arah Kak Kenza yang semakin tertunduk dengan isak tangisnya.

"Kak, Kak Kendra kenapa?" Tanya gue ikut berlutut didepan Kak Kenza duduk, sama halnya dengan Mas Ian, Kak Kenza juga enggak memberikan jawaban apapun, seseorang tolong jawab pertanyaan gue.

"Kak Kendra kenapa?" Bentak gue yang mendapati reaksi cukup kaget dari Papa.

"Dek! Adek gak boleh kaya gini!" Tetiba Mas Arya berlari mendekap tubuh gue.

"Kak Ken kenapa?" Lirih gue dengan tangis yang mulai terdengar.

"Kendra koma!"

Married with My Senior (END)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora