(30)

13.1K 1.2K 38
                                    

"Gue gak mungkin gak ngenalin lelaki yang gue suka Riana." Gue langsung natap Lily tajam setelah ucapannya.

"Lo gak berniat nikung guekan Ly?" Tanya gue gak habis pikir, jangan macem-macem, lo nikung, gue tabrak sekalian.

"Lo apaan coba? Siapa juga yang mau nikung, cuma ngomong asal aja gue tadi." Lily tertawa pecah dengan ucapannya, apa Lily beneran cuma asal ngomong?

"Jangan asal-asal tar jadinya malah berabe, urusan hati gak bisa lo becandain, dengan tegas gue peringatin, jangan macem-macem kalau soal ginian, gue gak suka."

Ada saatnya untuk becanda tapi gak dalam hal rumah tangga gue, taruhannya besar, gue gak bisa mempertaruhkan ikatan pernikahan dengan tali persahabatan yang baru coba gue bangun.

"Serius amat lo, gue_

"Gue memang serius."

Gue memang gak terlalu peduli soal penampilan Kak Ken baik dulu ataupun yang sekarang tapi kalau sampai ada peremluan lain yang mikirin Kak Ken lebih dari gue, gue akan ngebuat orang itu mikirin peringatan gue lebih banyak lagi.

"Iya iya santai, yaudah mau masuk apa nemuin Kak Ken ni jadi?"

"Ya masuk, ngapain juga nemuin Kak Ken? Kan ada kelas." Gue udah geleng-geleng kepala gak habis pikir, soal Kak Ken tar gue tanya langsung maksudnya apa ngikutin gue terus?

.
.
.

Selesai kelas, gue keluar dan lagi-lagi penampakan seorang Kendra membuat gue narik nafas pasrah, dari arah kantin gue ngeliat Kak Ken udah natap gue dengan tatapan dinginnya.

Selesai kelas, gue keluar dan lagi-lagi penampakan seorang Kendra membuat gue narik nafas pasrah, dari arah kantin gue ngeliat Kak Ken udah natap gue dengan tatapan dinginnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kenapa Kakak disini?" Tanya gue begitu berdiri tepat dihadapan suami gue.

"Minum kopi." Jawab Kak Ken ngangkat cangkir kopi ditanggannya.

"Dan Kakak berharap Rian percaya? Kakak kenapa selalu ngikutin Riana? Risih jadinya tahu gak?"

Ayolah ini bukan FTV apalagi drama Asia, gue warga sipil biasa yang udah jelas akan ngerasa sesangat risih kalau diikutin terus-terusan sama orang walaupun kenyataannya orang yang kurang kerjaan itu suami gue sendiri.

"Apa Kakak harus jawab pertanyaan bodoh kamu lagi?" Pertanyaan bodoh? Wouha ngajak perang ni orang.

"Kakak gak punya kerjaan lain gitu? Gak berniat ngelamar kerja?"

"Jabatan Kakak udah jelas walau tanpa lamaran kerja sekalipun." Hah?

"Sombong! Ayo pulang." Gue narik lengan Kak Ken paksa.

"Sebentar." Kak Ken yang memberhentikan langkah.

"Kenapa? Buruan kenapa?" Gue terpaksa ikutan berhenti dan natap Kak Ken makin geram.

"Mbak-Mbak pemilik kantinnya merhatiin kita." Gue ngikutin arah pandang Kak Ken dan bener aja, yang punya kantin siap ngangkat sapu ke kepala kita berdua.

"Kenapa Kakak gak bilang kalau belum bayar?"

"Pertanyaan bodoh lagi." Kak Ken melepaskan gandengan gue dan langsung bayar minumannya.

"Sekarang apa lagi?" Tanya gue karena lagi-lagi Kak Ken memberhentikan langkah.

"Bukan apa-apa." Kak Ken natap gue sekilas sebelum berjalan ninggalin kantin lebih dulu, apaan sih ni orang?

Selama perjalanan pulang, gue aslian tidur nyenyak dan tahu-tahu udah dirumah, entahlah apa karena efek kecapean atau memang kurang tidur, mata gue bawaannya ngantuk terus, kaya orang baru selesai makan.

"Kalau mau ngelanjutin tidur pindah ke kamar." Gak perlu gue jelasin yang ngomong barusan juga udah jelas siapa.

"Gak ada romatis-romatisnya jadi suami." Cicit gue dan masuk ke rumah.

Kalau orang lain mungkin gak akan tega ngebangunin istrinya cuma untuk pindah, untuk apa ngebangunin tidur nyenyak gue kalau Kak Ken punya tangan mindahin gue masuk ke kamar dalam diamnya? Khayalan doang itu.

"Kamu sakit? Protes mulu." Tetiba Kak Ken megang kening gue sambilan ngomong begitu.

"Ngatain Rian?" Tanya gue balik natap Kak Ken gak santai.

Memang iya gue banyak protes? Enggak kan? Cuma ngungkapin apa yang ada dipikiran gue aja, orang lain gak akan bisa baca pikiran gue jadi ngomong terang-terangan pilihan paling bagus.

"Tapi Riana yang Kakak kenal bukan gadis pemilih kaya gini, jangan melampiaskan kekesalan kamu sendiri Ri, kamu punya Kakak, nahan diri cuma akan jadi boomerang, itu gak baik untuk kamu." Kak Ken maju dan mendekap tubuh gue erat, mengusap bahu gue dan selalu ngucapin kalau semuanya bakalan baik-baik aja.

"Reza minta kamu menjauh bukan untuk ngebiarin kamu uring-uringan kaya gini, kamu cuma perlu fokus belajar, selebihnya Kakak yang akan urus."

Dalam dekapan Kak Ken, gue mengangguk pelan dan narik nafas cukup dalam, entahlah apa yang salah tapi gue rasa semuanya bakalan jauh lebih berat, untuk gue bahkan mungkin untuk Kak Kendra.

"Lily tadi nemuin Kakak." Gue langsung melepas dekapan Kak Ken setelah ucapannya, menuin Kak Ken? Bukannya cuma ngeliat Kak Ken dari jauh ya?

"Lily nemuin Kakak untuk apa?" Tanya gue masih mencoba sebiasa mungkin.

"Dia bilang kamu selingkuh dan Kakak harus lebih hati-hati." Hah? Selingkuh? Gue kehabisan kata.

Siapa sangka kalau perempuan yang udah gue anggap sahabat ternyata bisa nusuk gue dari belakang kaya gini? Selingkuh? Hati-hati? Harusnya gue yang harus lebih hati-hati ngadepin orang gak tahu diri kaya gini.

"Selingkuh? Masalah yang Rian punya sekarang udah cukup nguras tenaga dan waktu, kapan Rian punya waktu untuk nyari selingkuhan?" Ucap gue gak habis pikir.

Gue rasa gue sendiri gak perlu ngejelasin masalah gak penting kaya gini panjang lebar, pikir logis aja, gue dateng dan dijemput Kak Ken selalu on time dan tepat didepan pintu, gue mau selingkuh sama siapa dalam pengawasan 24 jam dari suami gue? Sama nyamuk?

"Lily juga nunjukin bukti foto perselingkuhan kamu." Hah? Separah itukah otak Lily? Bukti apaan lagi?

Kak Ken menjulurkan handphonenya yang dengan malas gue terima, gue natap layar handphone Kak Ken dan lagi-lagi cuma bisa geleng-geleng gak percaya, seriusan Lily yang ngambil foto ini?

"Kalau itu fotonya Rian rasa Rian juga gak perlu ngejelasin apapun lagikan?" Yailah apa yang perlu gue jelasin coba kalau ternyata yang ada difoto itu gue bareng Kak Reza, Kakak gue sendiri.

"Bukan itu yang penting, dihari kamu sama Reza  hampir celaka, kamu tahu siapa pengemudi mobilnya?"

"Siapa?"

"Mereka bukan suruhan dari Om Erlangga melainkan sahabat kamu sendiri pengemudinya."

Gue sama sekali gak berkutik dengan pemberitahuan Kak Kendra, apa gue salah menilai orang lagi? Apa Lily yang gue kenal akan sejahat itu? Dia bahkan masih bisa natap gue pake senyuman setelah ngelakuin hal segilanya, hebat.

"Kenapa Kakak baru bilang sekarang?" Bentak gue gak sadar.

"Karena Kakak sendiri belum yakin waktu itu, Kakak belum yakin kalau Lily pelakunya sampai orang suruhan Reza ngasih tahu hal ini."

Gue hampir aja ngejerumusin Kakak gue sewaktu punya pikiran mau ngejodohin Lily sama Kak Reza, gue hampir aja jadi orang paling bego sedunia kalau sampai hal yang gue pikirin beneran kejadian.

"Rian mau ngelabrak Lily." Gue nyelempangin lagi tas gue berniat keluar dari rumah nemuin Lily sekarang juga, maksudnya dia apaan ngelakuin semua ini ke gue? Karena Kak Ken? Gue gak akan ngebiarin Lily ngerebut sesuatu yang udah jadi milik gue, gak akan.

"Jangan bodoh Ri, banyak cara untuk ngebuat Lily sadar, gak dengan tindakan bodoh yang malah ngerugiin diri kita sendiri."

Married with My Senior (END)Where stories live. Discover now