(21)

15.7K 1.4K 83
                                    

"Kalau kamu mati ditangan orang lain, Kakak gak akan punya senjata apapun lagi apa kamu lupa baby?"

"Kakak yakin?" Tanya gue sebelum semuanya menggelap.

Dalam kurun waktu satu bulan, ini kali kedua gue terbangun dalam keadaan berbaring diranjang rumah sakit, pusing mendadak adalah keluhan gue.

"Kamu gak papa Ri?" Tanya Kak Ken yang seperti biasa setia nungguin gue sadar.

"Heumm!" Gumam gue sekedar, gue mengusap wajah gue dan mencoba bangkit bersandar diranjang.

"Boleh Rian pulang sekarang?" Lirih gue sedikit memohon, gue gak perlu netap lebih lama lagi disini, gak akan ngaruh apapun untuk kondisi gue

"Kakak urus administrasinya sebentar." Dan gue mengangguk pelan.

.
.
.

Entah apa yang salah tapi hari ini gue balik nginep dirumah Bunda karena permintaan Mas Arya, Kak Ken menuruti karena ngerasa ini memang jauh lebih baik.

Ada yang salah dalam kehidupan gue, bukan cuma Kak Ken yang aneh tapi Kak Reza juga, setelah kejadian tadi jujur gue sama sekali gak bisa ngelupain tatapan Kak Reza yang natap gue dengan tatapan khawatirnya, tatapan kaya gitu seolah gak asing untuk gue.

Gue gak bisa berdiam diri dan terima semua perlakuan mereka, kalaupun mereka punya masalah, apa masalahnya sampai-sampai keluarga kita bertiga harus ikut campur? Masalahnya gak mungkin sesepele seperti ucapan Kak Kendra.

Kalau memang gak ada yang mau ngasih jawaban untuk semua pertanyaan gue, okey, gue akan cari jawaban itu sendiri, apa dan bagaimanapun caranya.

"Riana!" Gue menoleh untuk panggilan Kak Ken.

"Heumm, kenapa? Kakak butuh sesuatu?" Tanya gue berjalan mendekat ke sisi Kak Ken duduk sekarang.

Walaupun nyatanya gue baru keluar dari rumah sakit beberapa jam yang lalu tapi kondisi gue sekarang udah cukup baik, pusing dan jatuh pingsan semua keluarga gue bilang itu cuma karena daya tahan tubuh gue lemah.

"Lily tadi nelfon dan ngingetin kamu untuk bawa titipannya besok." Ucap Kak Ken menjulurkan handphone gue.

Titipan? Ah novel yang pernah gue baca? Gue mengangguk pelan dan berjalan keluar kamar beralih masuk ke ruang kerja Mas Arya, perasaan barang-barang SMA gue disimpan Bunda disana deh, semoga aja masih ada.

Menghidupkan lampu, gue berjalan pelan nyariin barang-barang SMA gue, novel sama semua buku pelajaran gue harusnya masih ada, gue ngedarin pandangan gue mulai dari rak buku sampai mata gue tertuju ke salah satu piagam yang tergeletak di sudut lantai.

"Ah ini dia!" Gumam gue begitu mendapati semua buku-buku gue tersimpan rapi.

Gue ngeluarin satu persatu buku sekolah gue dan novel yang Lily mau nyempil dibagian paling bawah, gue sedikit nepuk-nepuk sampul novelnya sebelum semua buku-buku sekolah balik gue rapikan.

Selesai dengan buku, gue keluar dari ruangan Mas Arya dan gak sengaja malah nabrak Mas Ian didepan pintu.

"Aduh, Mas kalau lewat bisa ngasih tahu gue gak?" Ucap gue nepuk pantat yang sakit karena kejedot lantai barusan.

"Hah? Kamu masih pusing Dek?" Dan Mas Ian malah nimpuk kepala gue pake buku yang memang dipegangnya.

"Sakit, itu buku apaan? Memang masih butuh belajar? Udah luluskan?" Tanya gue meremehkan, udah lulus ngapain masih bawa-bawa buku? Kerajinan amat.

"Memang ada larangannya yang udah lulus gak boleh baca buku lagi? Kamu aja yang males Dek!"

"Ya ya ya, tahulah yang kerajinan, memang Mas baca buku apaan?"

Married with My Senior (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang