Wedding Day 1

1.6K 74 0
                                    

"Tak ku sangka sepucuk surat itu mengalahkan ketegaran hatiku"

-Miranda-


Mira membolak-balik pelan undangan pernikahan berbahan hard cover dengan hiasan glitter emas. Harum wangi tercium halus dari kertasnya. Tinta timbul berwarna merah mengukir indah nama Ryan dan Vivian. Sedangkan nama Mira, tertuliskan pada sampulnya, hanya sebagai tamu, bukan sebagai pengantin.

Vina berkali-kali memastikan apakah Mira yakin akan siap menghadiri pesta itu. Datang di pesta pernikahan mantan kekasih, bukan hal yang pernah ia bayangkan sebelumnya. Apalagi baru hitungan minggu saja mereka berpisah. Mira membaca kembali undangan itu. Tertulis dengan jelas bahwa acara resepsi pernikahan mereka akan dilaksanakan sore ini.

"Lu gak perlu datang, Ra," kata Yuna, memegang erat cangkir berisi kopi latte hangat.

"Iya, kita semua gak perlu datang," imbuh Vina.

"Gue gak apa-apa. Gue akan datang," jawab Mira mantap menatap wajah kedua sahabatnya yang sekarang berkumpul di dalam kamarnya.

Vina dan Yuna bertatapan, tampak rasa ragu muncul dalam raut muka mereka. Mereka tidak yakin apakah Mira sanggup melihat mantan kekasihnya berdiri di atas pelaminan bersama dengan wanita lain.

"Ra, gue tahu lu mungkin cuma pura-pura tegar. Lu datang ke pesta mereka cuma buat nunjukin kalau lu gak apa-apa. Tapi, apa lu yakin? Hati lu? Lu yakin hati lu siap?" tanya Vina memastikan.

Mira menatap mata Vina, terdiam cukup lama.

"Rasa sakit di hati gue udah terlalu banyak, kalau hanya ditambah satu lagi, gue rasa gak apa-apa," jawab Mira mencoba tertawa, namun kedua temannya merasa tawa itu hambar, tak bermakna.

Vina menghembuskan napas dalam, kemudian menatap Yuna. Yuna berdehem dan mengangkat bahu. Kopi hangat itu terasa menyangkut di tenggorokan, membayangkan bagaimana nanti perasaan sahabatnya di pesta pernikahan itu.

"Oke, lu boleh datang ke pesta. Tapi lu gak boleh jauh-jauh dari pengawasan kami," kata Yuna.

"Na, gue bukan anak kecil," kata Mira.

"Patah hati bisa bikin seseorang jadi anak kecil, Ra."

Kini giliran Mira yang menghembuskan napas dalam.

"Oke, deal. Gue akan ikut kemana pun kalian pergi, gak akan jauh-jauh."

Mira beranjak dari duduknya, berjalan menuju lemari pakaian. Mengambil dua potong gaun, dan menunjukkan pada kedua temannya.

"Bagus yang mana?" tanya Mira sambil mengangkat kedua gaun di tangannya.

"Mana aja bagus," jawab Yuna.

"Ah, kalian gitu sih," gerutu Mira sambil kembali berbalik menatap cermin.

"Gue mau siap-siap juga kalau gitu," kata Vina sambil beranjak keluar.

Yuna mengekor di belakang Vina, meninggalkan Mira yang masih sibuk menempelkan gaun satu persatu di badannya. Begitu pintu tertutup dan Mira benar-benar sendirian, lengannya mendadak lemas hingga dua gaun indah itu meluncur jatuh. Dia menatap pelan pantulan dirinya, tak ada perbedaan sedikitpun pada tubuhnya. Dia masih tetap cantik, tetap menawan, mungkin hanya sedikit pucat diwajahnya. Tapi hatinya? Sungguh rasanya seperti ada paku yang ditancapkan kuat-kuat menusuk relung hatinya yang paling dalam.

"Tuhan, benarkah hatiku akan sanggup melihat Mas Ryan di pelaminan? Sanggupkah?" batin Mira.

Mira menggeleng keras, buru-buru mengambil gaun yang berserakan di lantai kamarnya. Benar apa kata Yuna, apapun yang nanti Mira kenakan akan membuatnya terlihat cantik. Toh, nanti bintang acara adalah kedua mempelai. Apalah arti seorang Mira di pesta pernikahan itu? Hanya seorang wanita yang telah ditinggalkan oleh laki-laki yang kini menjadi mantan kekasihnya.

PAINFUL LOVE [COMPLETE]Where stories live. Discover now