Dua Sisi

630 64 1
                                    

Mira membalik tanda "TUTUP" pada pintu kaca tokonya menjadi tanda "BUKA". Pagi ini matahari tampaknya sedang malas bersinar, masih berselimut awan yang berarak. Sepertinya musim hujan akan segera datang, menggantikan panasnya musim kemarau yang sudah beberapa bulan terus menemani Kota Surabaya.

Mira ikut menyiapkan beberapa macam roti di rak display. Beberapa saat kemudian para pelanggan mulai memasuki Sun Bakery. Mira melayani mereka, menawarkan pizza calzone yang menjadi menu spesial hari ini.

"Pagi, Mbak Mira," sapa Bu Dewi, salah satu pelanggan setia tokonya.

"Selamat pagi, Bu. Ibu Dewi cantik sekali hari ini," puji Mira.

"Aduh, Mbak Mira. Saya ini sudah 45 tahun lho, masa iya masih cantik terus," kata Bu Dewi tersenyum malu, senang mendengar pujian dari Mira.

"Ihh, benar lho, Bu. Ibu yakin sudah 45? Kok kelihatannya masih sekitaran 30 ya," katap Mira masih terus memuji.

"Ah, Mbak Mira ini bisa saja."

"Serius, Bu. Pasti suaminya betah nih di rumah terus kalau lihat kecantikan Bu Dewi."

Bu Dewi mendekat ke arah Mira. Mencondongkan badannya sedekat mungkin dengan Mira.

"Sebenarnya saya rutin rawat kulit pakai skincare dari beauty clinic, Mbak Mira. Tahu sendiri kan sekarang musimnya pelakor, seram!" kata Bu Dewi setengah berbisik, bergidik ngeri saat menyebut kata pelakor.

"Oh, gitu ya, Bu?" tanya Mira memastikan.

"Iya, benar, Mbak Mira. Kita sebagai perempuan, harus pintar-pintar merawat diri. Harus selalu tampil cantik. Biar para suami gak tergoda sama pelakor-pelakor di luar sana," jelas Bu Dewi.

Mira mengangguk paham. Dia menatap pantulan dirinya pada kaca etalase toko. Wajahnya memang tampak cantik, tapi untuk apa kecantikannya jika kekasihnya saja jarang sekali menjumpainya, bahkan terkesan menghindari Mira.

Bel pintu kembali berbunyi, Vivian masuk ke dalam toko sambil melepas kacamata hitamnya. Mira berkedip berkali-kali, memastikan penglihatannya tidak salah. Ya, benar, itu adalah Vivian.

"Hai, Viv," sapa Mira.

"Hai. Hmm, kamu.... Oh iya! Mira! Benar kan?" kata Vivian memastikan.

"Iya benar. Silahkan, mau cari roti apa?" tanya Mira, dia masih terheran bagaimana bisa Vivian mengunjungi tokonya.

"Aku mau cari cookies dengan taburan choco chips. By the way, kamu kerja di sini?"

"Iya, toko kecil ini milikku, Viv."

"Oh, great. Usaha yang cocok sekali untukmu, Ra."

"Terima kasih, Viv. Kamu cari cookies ya? Hmm, sepertinya tim dapur masih memanggangnya. Apa kamu bersedia menunggu sekitar 20 menit?"

"Sure, no problem."

"Silahkan duduk dulu."

Mira menyilahkan Vivian untuk duduk menunggu di salah satu kursi. Begitu Vivian berjalan melewatinya, tercium wangi rose dari parfum yang dipakai wanita cantik ini. Mira merasa pernah mencium wangi yang sama, seolah tidak asing dengan parfum milik Vivian.

Mira berjalan ke arah dapur sambil memutar ingatannya. Dan akhirnya Mira teringat sapu tangan peach yang sampai sekarang belum sempat dia tanyakan ke Ryan. Wanginya sama dengan parfum yang dipakai Vivian, dan kebetulan juga sapu tangan itu berinisial V. Apakah mugkin milik Vivian? Tapi bagaimana mungkin Ryan bisa mengenal Vivian? Jika mengingat Ryan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk pekerjaannya.

PAINFUL LOVE [COMPLETE]Kde žijí příběhy. Začni objevovat