Kesetiaan

951 74 1
                                    

Mira tersadar saat jam menunjukkan pukul 2 pagi. Kepalanya pusing, terasa berdenyut. Dia duduk bersandar pada headboard dan kaget melihat Vina tengah tidur terduduk di tepi ranjangnya. Mira memutar ingatannya, dari awal dia selesai menghitung di buku besar, hingga sampai pada berita pertunangan Ryan dan Vivian.

Hatinya terasa tertusuk lagi, sakit sekali. Kepalanya berdenyut semakin keras. Kesetiaan cintanya pada Ryan, dinodai oleh keputusan Ryan yang bertunangan dengan Vivian. Ingatan Mora berputar pada saat-saat Mira menyebut kata pernikahan. Pantas saja Ryan selalu menghindar setiap kali Mira membahas perihal pernikahan. Ternyata bukan Ryan yang belum ingin menikah, tapi karena Ryan tak ingin menikahinya.

Mira menangkupkan kedua tangannya menutupi wajah. Ingin dia menangis lagi. Hatinya masih amat sangat sakit. Bersamaan dengan itu, Nusa yang baru saja kembali mengambil segelas air di dapur, masuk ke dalam kamar Mira dan terkejut melihat Mira sudah sadarkan diri. Dia beranjak ke samping Mira, duduk di tepi ranjang, pelan-pelan berusaha tak membangunkan Vina.

"Kamu sudah sadar, Ra? Pusing?" tanya Nusa.

Mira mengangguk. Nusa membuka laci nakas, mengambil vitamin yang telah diresepkan Dokter Pram.

"Minum obat ini dulu, Ra! Ini vitamin biar kamu lekas sehat," kata Nusa.

Mira menerima vitamin dari tangan Nusa, menelannya, kemudian membasahi tenggorokannya dengan air putih. Nusa mengambil gelas yang telah kosong isinya dari tangan Mira dan meletakkannya ke atas nakas. Mira berusaha beranjak dari tempat tidurnya, tapi Nusa mencegahnya.

"Mau kemana?" tanya Nusa.

"Mau duduk di taman sebentar," jawab Mira.

"Tapi ini jam 2 pagi, Ra."

"Aku butuh udara segar, Bang."

"Baiklah, kalau begitu aku akan temani kamu."

Mira berjalan pelan agar tidak membangunkan Vina yang masih terlelap di tepi ranjang, tampak wajahnya kelelahan. Dia tidak ingat apa saja yang telah dia lakukan kemarin, tapi yang pasti sesuatu yang buruk. Mira merasa bersalah telah merepotkan sahabatnya, sampai-sampai Vina harus bermalam di toko untuk menjaganya.

Nusa membantu Mira keluar dari tempat tidurnya, menuntunnya menuju taman. Lampu penerangan jalan masih menyala terang, udara dingin terasa menusuk saat Nusa membuka pintu belakang toko. Mira merapatkan sweaternya, berjalan menuju taman kecilnya. Mira duduk memeluk lutut di kursi ayunan yang terbuat dari kayu.

Nusa menatap wajah pucat Mira, hatinya sakit melihat orang yang disayanginya terlihat menderita. Nusa duduk di sebelah Mira, memegang tangannya dan mengelus lembut punggung tangannya.

"Abang sudah lama ada di sini?" tanya Mira.

"Iya, sesaat sebelum kamu pingsan, aku sampai di sini, Ra," jawab Nusa.

"Aku tidak ingat kedatangan, Abang. Terakhir yang ku ingat hanya berita soal....."

Kalimat Mira terputus, dia menunduk, bulir air mata mulai jatuh membasahi pipinya. Nusa merengkuhnya, mendekap hangat dalam pelukannya.

"Aku sayang kamu, Ra. Please, kamu harus bahagia," bisik Nusa di telinga Mira.

"Apa benar itu mas Ryan, Bang?" tanya Mira.

"Iya, Ra. Aku minta maaf sudah menyembunyikan hal ini."

"Abang sudah lama tahu?"

"Sekitar 5 bulan."

"Kenapa Abang tidak memberitahuku?"

"Berkali-kali aku meminta Ryan agar jujur padamu, Ra. Rasanya tidak pantas jika kebenaran ini keluar dari mulutku."

PAINFUL LOVE [COMPLETE]Where stories live. Discover now