Awal

10.8K 761 39
                                    

Malam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Kursor Fakhri masih menari di atas lembar desain digitalnya, sesekali Fakhri menyandarkan punggungnya ke kursi kerjanya. Fakhri menarik nafas, menenggelamkan kepalanya ke rengkuhan lengannya yang kokoh. Pekerjaannya sudah selesai,

Sekelebat tiba-tiba Fakhri teringat Ara dan Ziyah. Wajah Fakhri berubah murung seketika. Andai Fakhri menolak dengan keras pernikahannya dengan Ziyah, andai Fakhri bisa menahan rindu pada Anaya, mungkin Ara tidak hadir dalam lingkaran masalah ini. Fakhri menengadah ke atas langit-langit, 'Ya Allah, apa yang harus aku lakukan.. Aku benar-benar sangat menyayangi Anaya, aku sangat membutuhkannya.. Aku membutuhkan anak-anakku..' pilu Fakhri.

==============================

Langkah Fakhri mendekat ke ranjang kamarnya, terilihat Anaya yang sudah tertidur dengan baju tidurnya. Fakhri merebahkan dirinya di samping Anaya, ia benar-benar rindu. Tangan besarnya merengkuh Anaya, memeluknya, kemudian mengelus perut Anaya dengan perlahan, menikmati kehadiran anaknya di dalam rahim orang yang dicintainya.

'Nak, maafkan Ayah, semoga kamu selalu bahagia' batin Fakhri.

Rengkuhan Fakhri mengerat, mengartikan bahwa ia benar-benar merindukan Anaya yang dulu, namun tak lama setelah itu tangan Anaya memaksa rengkuhannya untuk terlepas. Fakhri terkejut dan tidak percaya sikap Anaya sedemikian itu pada Fakhri.

"Nay, kok bangun?" Kata Fakhri saat melihat jam menunjukkan pukul setengah satu pagi sambil berusaha merengkuh Anaya kembali.

"Lepas" kata Anaya. Fakhri tak menuruti Anaya, bahkan mengeratkan pelukannya.

"Lepasin mas" kata Anaya lagi.

"Kenapa aku harus melepaskanmu? Kamu kenapa sih?" kata Fakhri lagi.

"Kamu itu jangan sok lupa mas, tanya sama dirimu sendiri kenapa aku begini" kata Anaya sewot sambil sedikit mengambil jarak dari Fakhri.

"Hubungan kita?" tanya Fakhri.

"Keluargamu juga" ucap Anaya.

"Aku sedang muak saat ini mas" imbuh Anaya yang malas meladeni Fakhri.

Sunyi, suara kemuadian sunyi.

"Kamu ingin bagaimana Nay?" kata Fakhri, memecahkan sunyi di antara keduanya.

"Aku tidak mau kita berpisah" imbuh Fakhri.

Anaya hanya mendengarkan.

"Lalu apa yang membuatku harus bertahan denganmu mas sedangkan cinta, kasih sayang, dan rasaku pun sudah kamu renggut dan campakkan karena perempuan itu?" kata Anaya lirih.

"Beri aku kesempatan Nay, aku yakin ini akan semakin jauh lebih baik seiring waktu" pinta Fakhri sambil mengelus lengan Anaya yang sedang memunggunginya.

Diam. Anaya tidak bersuara. Hatinya sedang menghitung keputusan yang ia harus putuskan.

"Diamku belum tentu mengiyakan maumu mas, sudah, aku istirahat. Cukup camkan dalam dirimu ya mas, jika kamu sudah muak dengan sikapku dan kehidupan kita saat ini, aku sudah sangat siap untuk pergi dari kehidupanmu" ucap Anaya tanpa berbalik.

"Maafkan aku" kata Fakhri lagi. Sunyi, mungkin Anaya sudah terlelap.

========================

Pagi mulai terlihat lebih cerah daripada hari sebelumnya, Anaya sudah siap dengan pakaian kerja dan beberapa dokumen di ruang tamu. Fakhri yang baru selesai mandi dan hanya menggunakan kaos biasa serta celana santai menghampiri Anaya.

"Kamu benar-benar jadi berangkat?" tanya Fakhri, ia melihat jam dinding masih menunjukkan pukul 6 pagi.

"Sarapan sudah aku siapkan. Untuk makan siang dan camilannya juga sudah aku buatkan, bisa diangetin juga makanannya kalau mas ingin" jawab Anaya, sedikit tidak nyambung.

Kesempatan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang