Berhenti Merindu

2.8K 150 6
                                    

Pukul 8 malam, Anaya memilih untuk pulang lebih lambat dari rekan-rekannya. Anaya baru memutuskan untuk keluar ruangannya saat keriuhan para karyawan mulai menghilang. Baru saja Anaya mengunci pintu ruangannya, Anaya kemudian dikagetkan dengan suara berat seorang laki-laki di belakangnya yang memanggil namanya.

"Anaya.." kata suara itu yang mambuat Anaya segera berbalik badan.

"Eh Pak Indra, iya pak? Mau pulang ya Pak? Saya kira tadi bareng sama yang lain.." basa-basi Anaya sambil mengangguk sopan seolah menyapa pada dua orang di belakang Indra.

'Mungkin bodyguard atau semacamnya, perasaan baru kali ini melihat Pak Indra didampingi seperti ini.. dan rasanya tadi dua orang ini tidak mendampingi Pak Indra. Aneh..' pikir Anaya.

Indra tersenyum simpul, namun Anaya tidak paham mengapa mata atasannya itu seakan ingin berkata sesuatu.

"Sehabis pulang kerja ini kamu ada waktu untuk saya ganggu?" tanya Indra yang sontak membuat Anaya bertanya apa yang dimaksud oleh laki-laki di depannya ini.

"Maksud Pak Indra?" Tanya Anaya.

"Ya... Saya ingin mengajak kamu untuk makan malam? Karena saya rasa makan malam beberapa waktu yang lalu tidak berjalan seperti yang direncanakan... Untuk kali ini saja Anaya? Sekalian bentuk rasa terima kasih saya kepada kamu yang banyak membantu saya selama saya di sini... Saya rasa, saya banyak berubah karena kamu Nay.. Kali ini saja.." kata Indra panjang lebar meminta kesediaan Anaya.

"Tapi pak..." namun perkataan Anaya segera disela oleh Indra.

"Kalau perlu saya saja yang meminta izin pada Fakhri.. Saya mohon Nay..." ucap Indra sambil menatap penuh harap pada Anaya.

Anaya menghela nafas berat lalu mengambil handphone yang ada di tasnya. Jari Anaya kemudian mengetikkan nama suaminya, 'Mas Fakhri', dan tombol memanggil segera ditekan olehnya. Anaya tidak lupa untuk sedikit menjauh dari jangkauan tiga orang itu.

"Sebentar ya pak.. saya hubungi suami saya dulu" ucap Anaya pada Indra dan dibalas dengan anggukan saja oleh Indra.

TTTTTT TTT... TTTTTTTTTTT...

"Halo, Assalammualaikum.." suara di seberang telefon bukan menjadi hal yang menyebalkan lagi bagi Anaya. Bagaimana pun Anaya sangat mencintai laki-laki yang memiliki suara itu.

"Wa'alaikummussalam... Mas Fakhri sekarang lagi dimana? Masih di rumah Om? Atau gimana?" tanya Anaya.

"Mau aku jujur atau ndak?" tanya Fakhri.

"Eh, kok kamu balik nanya sih Mas, serius nih...." Ucap Anaya.

"Jawabanku tergantung kamu pengennya gimana Nay.. Pengen aku jujur atau nggak... Mungkin kalau aku jujur, akan sedikit menyebalkan buat kamu.." kata Fakhri sambil tersenyum di balik obrolan telefon itu.

"Okey, jujur saja Mas.. Aku tidak akan marah.." kata Anaya yakin seolah dia tahu apa yang akan dikatakan oleh Fakhri. Pasti tidak jauh-jauh soal Ziyah dan Ara.

"Baiklah.. Ini aku lagi mampir di kafe temen, sambil mesenin kepengenannya Ziyah dan Ara... Kenapa? Minta aku jemput? Atau mau aku antar sesuatu untuk nemenin kamu ngelembur? Bilang aja Nay.. Oh ya... kamu tadi bilang tidak akan marah ya.." kata Fakhri mengingatkan.

"Iya,. Tentu Mas... aku gak marah kok... Ini, Pak Indra mau bicara sama Mas.." kata Anaya mengabaikan rasa tidak biasa di dalam hatinya.

"Iya Nay.. Aku gak masalah.. Berikan ke dia.." kata Fakhri.

"Sebentar.." kata Anaya kemudian segera pergi menuju Indra yang sedang menyenderkan punggungnya di dinding.

"Ini pak.." Kata Anaya sambil menyerahkan handphone-nya pada Indra.

Kesempatan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang