Harapan yang Tersimpan

3.8K 209 43
                                    

Anaya termenung membaca surat dari Indra. Ada rasa tidak nyaman yang memaksa untuk muncul sedemikian rupa.

"Maafkan saya Pak Indra.." batin Anaya.

Anaya mengusap pelan kalung itu, kemudian menutupnya perlahan.

Dengan segera Anaya merapihkan semuanya dan bersiap untuk pulang.

Anaya merasa ia benar-benar ingin segera pulang dan bertemu suaminya, Fakhri.

Bagaimana pun ia sudah memilih Fakhri. Cinta yang sebenarnya adalah miliknya seorang.

Anaya segera menelfon Fakhri dan merengek untuk segera dijemput oleh Fakhri. Fakhri yang saat itu sedang di rumah Ziyah mau tidak mau harus segera menjemput Anaya.

Fakhri yang berkendara seperti kesetanan sepertinya mengira ada hal buruk yang terjadi pada istrinya. Dengan kehawatiran itu Fakhru terus tancap gas.

Sesampainya di depan perusahaan tempat Anaya bekerja, ia melihat istrinya itu sudah menunggu dirinya dengan raut muka yang sulit untu diartikan.

"Kenapa sayang? Kamu habis jatuh? Atau apa?" tanya Fakhri khawatir.

Anaya menggeleng.

"Syukurlah kalau begitu... Ayo masuk.." ujar Fakhri khawatir.

Anaya enggan untuk menjawab Fakhri.

Saat sudah di dalam mobil pun Anaya hanya diam tanpa kata, namun menurut Fakhri, sikap Anaya lebih manja dari sebelumnya. Anaya kini sedang bersandar di bahu Fakhri.

"Nanti cerita ya, saat sudah di rumah.. Aku nyetir dulu.." kata Fakhri yang kemudian mengecup kening Anaya.

================================

=====================================

================

.

.

.

Rambut Anaya sedang dirapihkan oleh jemari Fakhri dengan lembut. Entah bagaimana Anaya dan Fakhri kemudian berakhir di atas ranjang mereka. Fakhri hanya tersenyum saat memandang Anaya yang sedang melamun.

'Are you okay?' tanya Fakhri.

"Ya.." jawab Anaya lirih sambil tersenyum simpul pada Fakhri.

Anaya membelai garis tegas rahang suaminya itu dan terus mengucap syukur karena memiliki suami seperti Fakhri. Anaya pun sudah tidak menggubris niat awalnya untuk segera mengganti gorden, bahkan merapihkan dapur dan banyak perabotan lainnya. Anaya saat itu hanya ingin dekat-dekat dengan suaminya.

Fakhri mengelus perut Anaya dibalik selimut dengan lembut.

"Semoga anak kita sehat.. termasuk Anayaku sayang.." kata Fakhri yang disusul dengan kecupan hangat di kening dan pipi Anaya.

==============================

==============

================

=====================

=======================================

.

.

Mata Indra mengerjap saat ia baru terbangun di atas ranjang king size-nya. Setelah termenung beberapa saat Indra pergi menuju balkon apartemennya yang klasik. Pusat kota Swiss tidak seramai Los Angels, maka dari itu dia memilih kota itu sebagai tempat tinggal beberapa waktu, apalagi ada urusan bisnis yang harus ia urus.

Belum lama Indra menikmati panorama pusat kota Swiss yang klasik, ia harus dikagetkan dengan telfon dari orang-orang perusahaannya yang harus membuat ia sadar bahwa ia bukan hanya untuk menenangkan diri dan menjauhi Anaya hingga jauh-jauh pergi ke Swiss, tapi memang ada tanggung jawab besar yang menunggunya untuk diselesaikan. Indra segera bergegas mengurus keperluannya pagi itu dan segera pergi ke kantornya.

Kesempatan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang