Di Antara Surga dan Neraka (4)

2.4K 133 37
                                    

Disclaimer: Ada beberapa episode yang akan dipublikasikan hari ini, tapi tidak sekaligus dan bisa saja berlanjut sampai besok karena ketatnya acara😌... 🙏🏻🙏🏻  Mohon doa restunya ya readers untuk pernikahan saya hari ini... Terima kasih banyak,, semoga doa-doa baiknya berbalik kebaikan... Aamiin...🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻🌷🌷🌷
.
.
.


P.O.V. Ziyah- 

Aku masih melihat laki-laki yang aku sayangi sedang tertidur lelap. Di luar masih gelap rasanya. Dengan sedikit berjinjit aku pergi ke kamar Ara. Ara masih terlelap. Aku lebih memilih untuk segera bersiap dan kemudian membangunkan suamiku, Mas Fakhri.

Aku sangat bahagia akhir-akhir ini. Membayangkan menjadi keluarga yang ideal untuk Ara selalu menjadi angan-anganku. Kini, aku sangat bersyukur melihat keadaan kami. Bagaimana tidak? Tinggal di rumah yang bagus, lingkungan yang nyaman, sering bertemu dengan Mas Fakhri, dan hampir tidak ada gesekan antara aku dengan Mbak Anaya.

*****

.

.

.

.

Sudah sekitar dua pekan Mas Fakhri cukup sering menginap di rumah. Sering aku tanya bagaimana dengan Mbak Anaya, tapi kata Mas Fakhri itu tidak perlu dipusingkan. Aku hanya tersenyum dan memutuskan untuk tidak melanjutkan pertanyaanku. Aku telan bulat-bulat rasa penasaran pada sikap Mbak Anaya yang membiarkan begitu saja Mas Fakhri untuk sering berkunjung ke rumah ini.

Mas Fakhri masih memangku Ara sambil bergurau dengannya, sementara aku masih berdiri sambil mengoleskan selai coklat ke atas roti. Senyum merekah tidak ada habis-habisnya saat menatap keduanya. Aku memutuskan untuk duduk saat rasanya badanku tidak terlalu nyaman.

"Kenapa?" tanya Mas Fakhri.

"Gak apa-apa mas, pengen duduk aja.. rasanya agak gak nyaman aja.." jawabku.

"Yakin? Atau mau aku antar periksa? Kalau kamu sakit, gimana sama Ara.. Jangan sampai sakit.." kata Mas Fakhri.

"Iya mas.. tenang aja.." kataku menjawab Mas Fakhri yang tampaknya sedikit khawatir padaku.

Mas Fakhri mengambil handphone-nya dan mengetuk layarnya beberapa kali. Tidak lama handphone-ku bergetar. Ada dua notifikasi. Sebuah alamat dan notifikasi uang masuk.

"Itu. Kalau kamu mau periksa sendiri.. Pakai uang itu ya.. Itu juga alamat rumah sakit dekat sini. Naik taksi saja.. Sekalian kalau kamu mau jalan-jalan.. Aku masih gak bisa ngajak kamu keluar jalan-jalan" kata Mas Fakhri.

Aku mengangguk. Senyuman lagi-lagi muncul. Rasanya benar-benar senang. Satu kata, bahagia.

***

.

.

.

.

Sudah tengah hari saat aku masih menidurkan Ara. Jika biasanya aku menidurkan Ara dengan menggendongnya, sekarang aku lebih memilih untuk menggendongnya sambil duduk. Rasanya benar-benar aku merasa lelah.

Sudah 30 menit sejak aku menggendong Ara dan kemudian menidurkannya ke kamarnya. Aku melenggang ke kamar saat ada satu hal penting yang baru aku ingat. Aku baru ingat. Benar-benar baru ingat. Sudah sekitar dua minggu aku terlambat tidak haid.

"What if.." pikirku yang mulai kalut.

Tiba-tiba rasanya pandangan di sekitarku berputar. Aku terduduk lemas di tepi ranjang saat membayangkan apa yang bisa saja terjadi saat ini padaku. Sekitar seperempat jam aku lebih memilih untuk diam dan merenung seolah sedang memproses apa yang harus aku lakukan.

Kesempatan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang