Epilog

2.6K 185 28
                                    

Tak ada aroma apapun di sini. Tak ada siapapun di sini. Yohan sendiri. Yohan merasa sepi. Semuanya serba putih. Sampai ketika netranya mendapati sebuah titik cahaya menyilaukan. Yohan penasaran itu cahaya apa, sampai kakinya melangkah mendekati cahaya itu dengan mata sedikit---sangat sedikit---terbuka.

Kepalanya berdenyut sakit, tetapi matanya memaksa terbuka. Hingga yang ia lihat bukanlah ruangan serba putih lagi kosong lagi. Tetapi, ruangan serba putih dengan beberapa warna lain. Aromanya berganti, didominasi oleh bau antiseptik dan obat-obatan.

Yohan sadar. Ini rumah sakit.

Seorang bertubuh jangkung berjalan cepat ke arahnya, memeriksanya dan tersenyum. "Kamu sudah sadar, Nak."

Yohan mengernyit, penasaran dan sakit kepala dalam saat bersamaan. "Saya ... koma?"

"Satu bulan, Yohan." Dokter itu tersenyum, lantas menceritakan sedikit kejadian, "Kamu mengalami kecelakaan. Menghindari truk dan masuk jurang. Tuhan masih mengasihimu. Dia masih memberi kesempatan untuk kamu hidup. Selamat, istri kamu pasti bahagia mendengar kabar ini. Sebentar, ya, saya panggilkan."

"Dok, t-tunggu." Yohan mendadak stagnan. "Menghindari truk? Masuk jurang? Dan ... istri? Saya tidak tahu apa yang Dokter maksud. Jangan bercanda, Dokter. Saya tahu ini mengenaskan, tapi jangan bikin omong kosong!"

"Kamu butuh penjelasan dari istrimu, Yohan."

Setelahnya, dokter itu pergi, meninggalkan Yohan di ruangan itu sendiri. Beberapa menit berlalu, suara pintu terbuka diikuti seorang perempuan muda, sangat membuat Yohan terkejut. "Hanna ...."

"Kamu udah bangun, Han." Hanna memeluknya, menangis terisak di pelukannya.

"Han, please kamu jangan gini. Aku tahu kamu suka aku. Tapi, tolong jangan melanggar perintah Tuhan kamu. Jangan bersentuhan denganku." Yohan berusaha seperti kebiasaannya semasa SMA, menjahili Hanna. Ia rindu masa itu.

Hanna semakin terisak. Ingatan Yohan menghilang sebagian. Jadi, dengan sabar perempuan itu mulai menjelaskan.

"Yohan, umur kamu udah dua puluh lima."

Yohan tercengang.

"Kamu udah masuk Islam sejak dulu. Sejak kelas tiga SMA. Kamu awalnya kabur, tapi akhirnya orangtua kamu menghubungi aku dan Dipta. Mereka menyesal, mereka merasa kaburnya kamu pasti karena amarah mereka. Mereka memutuskan mencari kamu. Panjang ceritanya mereka mau mengenal Islam. Aku, Dipta, orangtua kami, banyak yang menjelaskan kepada orangtua kamu. Sampai akhirnya, mereka memutuskan untuk mencari kamu. Mereka kirim pesan ke kamu, kan, 'jangan ke tempat itu sendirian'. Kamu tau, itu karena orangtua kamu ingin membersamai kamu."

Yohan merasa napasnya tersekat. "Itu ... itu tadi mimpi aku. Tapi, aku nggak tau kalo makna pesan itu kayak gitu."

Hanna memeluknya. "Itu udah kejadian bertahun-tahun yang lalu, Yohan. Sekarang, keluarga kamu sudah percaya pada satu Tuhan. Allah."

Yohan bergeming, tetapi matanya mulai berlinang. Ia hanya terngiang kejadian bertahun lalu. Itu hanya efek dari kecelakaannya.

"Jadi, kita itu ...."

"Kita udah nikah."

Deg.

"K-kapan?"

"Setelah lulus SMA." Hanna terkekeh. "Waktu itu, kamu bilang mau cepat-cepat halalin aku."

"Kamu langsung nerima aku yang baru mualaf?"

Hanna mendongak, mengusap lembut tangan Yohan dan membalas, "Kalau aku nolak, itu sama artinya aku menolak apa yang aku suka."

END

***

A/n: iya, selesai. Alhamdulillah. Aku nggak punya janji lagi yaa. Maaf kalo nggak sesuai ekspektasi kalian dan kesannya dipaksa cepet selesai.

Sekarang aku tanya,

1. Apa amanat yang kamu dapat dari cerita IF?

2. Mau terus baca per chapter itu kenapa?

3. Tahu cerita ini dari mana?

4. Apa harapan buat IF ke depannya?

5. Kalian suka cerita pure Islami atau teenfic-Islami kayak gini?

Oh, iya. Sekalian mau bilang, aku nggak tau akun ini masih dibuat publish cerita baru lagi atau enggak, soalnya aku mau fokus di akun insomnisme. Tapi ..., kalo kalian mau baca teenfic-Islami lagi yang sejenis kayak gini, mungkin aku akan aku tulis. Nggak janji tapi. Soalnya ada project baru terus wkwkwk.

Minggu, 19 Januari 2019.

ShafWhere stories live. Discover now