[14] Tawa Tertahan

1.9K 266 39
                                    

🍎 BISMILLAH 🍏

*******

Allah berfirman,

قلْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوْا فُرُوْجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا يَصْنَعُوْنَ وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ....

"Katakanlah kepada para lelaki yang beriman, 'Hendaknya mereka menahan sebagian pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat', dan katakanlah kepada para wanita yang beriman, 'Hendaknya mereka menahan sebagian pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka ....'"

*****

"Jadi, mana yang kurang jelas?"

Hanna menatap pemuda di depannya yang tengah menyangga dagu dengan raut kesal. Sore ini, taman kota terasa panas. Entah karena cuaca harian yang tidak menentu, atau pikiran Hanna yang kacau karena sejak tadi tidak selesai-selesai dalam membelajari Yohan.

Baiklah, alasan mengapa mereka lebih menyetujui belajar di luar sekolah adalah karena saat sekolah, tugas hadirnya tidak main-main. Hampir setiap hari ada tugas, entah kelompok ataupun individu. Belum lagi jadwal ulangan dadakan yang diadakan oleh guru-guru killer. Ataupun, alasan lainnya.

Yang jelas, keputusan belajar di luar sekolah adalah pilihan terbaik karena saat itu, tak ada PR yang diberikan guru sebab sistem fullday school.

Mm ... tidak sepenuhnya, sih. Terkadang, masih ada guru yang tetap menyerahi PR dengan nama lain 'tugas'. Seperti ... pelajaran Kimia, Fisika, dan pelajaran yang mengharuskan murid berpikir lama. Kata Pak Didi---guru Kimia kelas XI-IPA 2---tidak mungkin, 'kan, beliau menunggu hasil jawaban anak muridnya dalam menjawab soal pemberiannya. Membutuhkan waktu lama.

Hanna menghela napas berat saat mendapati pemuda yang duduk terhalang meja dengannya itu malah tersenyum tidak jelas. Langsung saja si gadis memalingkan wajah, tidak baik untuk kesehatan.

"Gini aja, deh," putus Hanna kemudian. "Kamu suka baca buku, 'kan?"

Yohan mengangguk semangat. Bagaimana mungkin Hanna tahu? Apa gadis itu memperhatikannya diam-diam selama ini? pikirnya. "Kenapa?"

"'Kan, ada, tuh, buku terjemahan. Coba kamu beli yang versi original sama versi terjemahan. Kamu membaca sambil belajar bahasa Inggris."

Yohan mengangguk kecil, tampak menimang-nimang. Detik selanjutnya, ia mengangguk cepat. "Boleh, deh, boleh."

"Oke." Hanna berdiri, membuat Yohan mengernyit. "Udah, aku mau pulang. Assalamualaikum---eh, mm ... duluan."

"Bentar, aku mau tanya-tanya," cegah Yohan merintangkan tangan kanannya di depan Hanna yang akan lewat. Otomatis gadis itu berhenti mendadak, bernapas abnormal dengan tatapan tajam yang ia layangkan kepada Yohan; oknum yang tak merasa bersalah, malah memasang senyum tanpa dosanya.

"Apa?" tanya Hanna tanpa duduk kembali. Mungkin saja, Yohan hanya memberi satu dua pertanyaan, pikirnya.

"Duduk dulu." Yohan menepuk kursi di sampingnya, membuat Hanna melayangkan tatapan horor kepadanya. "Di tempat kamu tadi, maksudnya."

Hanna berdecak. Diiringi embusan angin sore yang menerpa wajah, ia bertanya malas, "Soal apaan, sih?"

"Agama Islam."

ShafWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu