[2] Tamu Tak Diundang

4.2K 433 16
                                    


sebelum & setelah membaca,
silakan berdoa.

*****

Hidup ini berputar.

Yohan membenarkan itu. Bahwa, setelah kesedihan pasti ada kebahagiaan. Setelah kebahagiaan, mungkin ada hal yang tak diinginkan akan terjadi. Tetapi, jika ia sendiri sudah membenarkan itu, mengapa ada yang tidak terjadi?

Mengapa kesedihan atas masalah keluarga tak kunjung mereda?

Setiap manusia punya kelebihan dan kekurangan. Yohan kaya; setiap hari bisa jalan-jalan ke tempat mana pun yang ia suka, membeli berbagai kebutuhan tanpa takut menghabiskan uang, dan lagi, ia bisa mendapatkan itu kapan saja.

Kapan saja.

Tapi mengapa kasih sayangnya dalam keadaan krisis? Orangtua—semuanya, sibuk mencari uang sampai-sampai ia merasa tak punya keluarga. Yohan anak tunggal, harusnya diberi kasih sayang tanpa bagi-bagi dengan hal lain. Ia lebih memilih hidup sederhana dengan kasih sayang lengkap daripada hidup kaya tanpa kasih sayang.

Kalau biasanya, anak lelaki tunggal, tak mendapatkan kasih sayang cukup, kebanyakan akan bersikap nakal—atau disebut badboy. Tetapi, sisa dari kebanyakan itu patut diperhitungkan. Sesedikit apapun, lelaki yang memilih tak menjadi nakal itu ada. Yohan contohnya.

"Han!"

Pemuda yang sedari tadi berkutat pada layar laptop itu menoleh. Ada temannya di ambang pintu kamar. Sudah biasa seperti ini. Bi Inah, asisten rumah tangga yang dipekerjakan ibunya, susah mengenali temannya yang bernama Ahkam ini.

"Hm? Duduk aja," balas Yohan santai.

Ahkam dan Yohan adalah sahabat dekat semenjak SMP. Mereka memutuskan satu SMA karena memiliki tujuan yang sama untuk ke depannya. Mereka akan sukses tanpa melupakan teman seperjuangan. Itu salah satunya.

Meskipun berbeda keyakinan, tak lantas membuat hubungan keduanya merenggang. Malah semakin rapat karena rasa toleransi yang sama tingginya.

"Ada kerjaan, nggak?"

"Ini ngerjain tugas. Katanya besok dikumpulin, kan?"

Ahkam mengangguk. "Udah mau selesai?"

Yohan menjeda ketikan tugas membuat laporannya di laptop. "Ada apa?"

"Ikut, yuk! Sparing futsal."

Yohan terdiam sejenak, tampak menimang-nimang. "Boleh," jawabnya kemudian.

Ahkam tersenyum puas, lalu merebahkan diri di tempat tidur Yohan. Ia memandangi beberapa benda di atas meja belajar sahabatnya itu: buku tebal, topi, dan satu benda berbentuk tanda tambah.

*****

Orangtuanya akan pulang larut. Tak ada salahnya ia ikut Ahkam latihan futsal sampai malam. Toh, secepat apapun kepulangannya nanti, orangtuanya akan pulang lebih lambat darinya—entah lima atau sepuluh menit.

Ada niat lain saat mengunjungi tempat latihan ini. Paling tidak, saat lewat perumahan di Blok Mawar nanti, ia akan melihat rumah seorang gadis yang kemarin diikutinya. Yang kemarin mengecewakannya, dan selalu seperti itu sebenarnya.

ShafWhere stories live. Discover now