Prolog

125 13 6
                                    

Terlihat jelas di bingkai jendela seorang gadis bersurai sepunggung berulang kali menekan tombol ponselnya, meski hujan terus membuat kabur jendela kaca itu. Namun, tak dapat mengaburkan wajah gadis yang penuh harapan.

Selama satu bulan ia menahan semuanya berharap akan berakhir. Tapi malam ini gadis yang terus menatap layar ponsel ini ingin penjelasan.

Hingga saat deringan entah keberapa puluh lelaki di seberang sana menjawabnya, bibirnya tersenyum lebar mengilangkan kedihan yang menghampiri.

Tak ada suara di seberang sana, entah mengapa air matanya meluncur bebas tanpa bisa di tahan. Diam, senyam hanya ada suara hujan di balik jendela kaca yang berembun di depan Gadis itu.

"Ka-kamu apa kabar?" Tanyanya, malam ini untuk pertama kalinya ia bisa berbicara lagi dengan lelaki di seberang telepon.

Tak ada jawaban dari pertanyaan gadis beriris cokalat ini, "Aku selalu cariin kamu. Kata temen kamu, kamu pergi sama dia. Kenapa?" Masih tak ada jawaban membuatnya kebali meluncurkan air mata.

Diusap pelan sungai kesedihan yang meleleh di pipinya, tak ada lagi senyum saat berbicara dengan lelaki di seberang sana, tak ada lagi tawa karena candaan mereka. Hampa, semuanya lenyap seketika.

"Ak-aku..." terdiam sejenak untuk menyamarkan Isak yang kian ingin di dengar. "aku... Rindu kamu, ka-kamu ga rindu aku...," ucapnya pelan seperti suara gong dan sebuah detingan jarum jam, Isak itu tak mau kalah ia ingin didengar.

"Kenapa? Kenapa kamu gini? Apakah dia menggantikan aku, jangan seperti ini, ini menyakitiku, kamu ga suka kan kalau aku sakit," masih tak ada jawaban, sengugukan menyusul, mengadu pada lelaki di seberang telepon. Mangadu bahwa ia sengsara bersama lara.

Isak kian mengeras. Namun, tempat Isak dan sengugukan itu mengadu menulikan telinga diam bagai tak ada kata-kata.

"Kamu kenapa? Bilang sama aku kalau ada hal yang ga kamu suka dari aku, ajari aku lebih baik jangan menjauh, menjauh tak akan menyelesaikan masalah," gadis ini masih berusaha membuat pemberi luka berbicara.

"Semua sudah selesai." Jawaban yang sangat tak ingin ia dengar jawaban itu merobohkan bangunan yang mereka bangun bersama.

"Belum," jawabnya lembut "semuanya belum selesai masih ada janji yang belum kita tepati, masih ada impian yang ingin kita gapai bersama, kamu ingat kamu ingin membuat sebuah pesawat untukku, pesawat yang hanya ada aku dan kamu, kamu ingat--" ia menjelaskan dengan semangat seolah-olah kejadian itu sedang ia alami.

"Ik--"

"Tidak, tidak, tidak. Kamu ingat waktu di perpustakaan kamu bilang kita akan se--"

"LUPAKAN SEMUANYA." Setelah ucapan yang membuat gadis itu terdiam, sabungan telepon pun terputus.

Isaknya seketika terdiam hanya ada tangis tanpa suara, dipandanginya telepon telah mati tersebut.

"Kenapa kamu biarin dia masuk ke dalam kebahagiaan kita, apa kamu ga pernah mikir aku yang akan tersakiti." Gadis bersurai hitam ini melangkah mendekati jendela tersebut.

Hujan mereda membuat suara nyanyian hewan malam semakin terdengar di telinganya, ucapan lelaki itu mengehentikan pertanyaanya, dan jawabanya semuanya telah berakhir. berakhir tanpa penjelasan.

Tahun dikalah oleh bulan, sebuah kisah yang dirakit bertahun-tahun hilang dalam satu bulan, rakitan kisah yang telah indah telah dibongkar dan menyisakan puing-puing kesedihan untuknya, janji itu hanya sebuah ucapan penabur bahagian yang akan datang luka.

🌸🌸🌸

Jangan lupa tinggalin jejak.

Ini cerita yang aku publis ulang:) ada sedikit ceritanya aku rubah. Namun alurnya tetap sama.

The Secret Behind A Smile {COMPLETE}Where stories live. Discover now