22. Bimbangnya Raon

121 24 9
                                    

Ika sedang duduk di kursi tunggu yang berada di depan ruangan rumah sakit, tepat di mana Martin diperiksa.

Raon menghampiri Ika lalu duduk di samping Ika. "Martin pasti bisa ngelaluin semuanya." ucap Raon.

"Aku gak yakin kak, selama ini baru kali ini aku liat Raon kesakitan sampai kayak gitu." Ika meremas cardigan abu-abunya menahan isak yang entah kenapa mendesak ingin keluar.

"Dia pasti baik-baik aja, kamu tau kenapa?" Tanya Raon menghibur.

Ika menoleh menatap lelaki yang duduk di sampingnya dengan pandangan bertanya. Lalu jari telunjuk Raon mencawil hidungnya.

"Karena dapet senyuman kamu tadi." Raon tersenyum ke arah Ika. Senyum yang menenangkan.

Ika merasakan hangat dan nyaman saat jari-jari tangan Raon menggenggam tangannya, sebuah kenyamanan yang hilang dari Martin kini hadir di dalam diri Raon, rasa terlindungi kini hadir di diri Raon.

Kini Ika sadar, bahwa Raonlah yang menyanggahnya berdiri di atas puing-puing reruntuhan istananya yang telah dihancurkan Martin, dan  Raonlah yang terus mempertahankan senyumnya.

Ika langsung memeluk Raon tanpa aba-aba, lelaki itu terkejut. Namun, tak urung untuk mengeratkan pelukannya dengan Ika, setelah beberapa detik pelukan itu terjadi mereka melerai pelukan itu.

"Kak Raon waktu di tempat kemah tadi mau bilang apa?" Tanya Ika.

"Nanti aja." Ucap Raon,  Raon tau ini bukan saat yang tepat untuknya mengatakan semuanya kepada Ika.

Tak lama kemudian pak Rendra datang menghampiri mereka berdua.

"Ika, bapak dengar kalo kamu itu dekat dengan Martin dan sempat menjadi mentor Martin dalam pelajaran matematika." Tanya pak Rendra.

Ika melirik Raon sekilas. "Iya pak."

"Bearti kamu punya nomor orang tua Martin, data-data Martin berserta nomor orang tua Martin ada di sekolah, di ruangan bapak. Jadi sekarang bapak boleh minta kamu telefon orang tua Martin?"

"Boleh pak." Jawab Ika sopan.

"Yah 0sudah, bapak keluar dulu sebentar." Pak Rendra melangkah keluar. Namun, sebelum ia benar-benar pergi ia dapat melihat  Raon yang hanyut dalam menatap Ika.

Ika mengambil ponsel di saku celana jeansnya dan mencari kontak seseorang di sana. Setelah menemukan nomor orang tua Martin Ika langsung menelefonnya.

"Assalamualaikum ma." ucap Ika, Raon mengerutkan keningnya mendengar kata terakhir yang di ucapkan Ika. Sedekat itu kah Ika dengan mama Martin? Pikir Raon.

"Wa'alaikumssalam Kaa, udah lama banget Ika nggak main ke rumah sama Martin, mama kangen sama Ika. Martin selalu bilang Ika sibuk, Ika juga sekarang kenapa jarang hubungin mama nak, gimana kabar ayah sama bunda kamu nak? "

Dan sekali lagi Raon merasa sangat tertohok mendengar ucapan mama Martin, sedekat itukah Ika dengan Martin hingga mama Martin dan bunda Ika saling kenal.

Lalu apa Raon pantas menggantikan Martin. Raon semakin bimbang, Bahkan Martin telah mengenal orang tua Ika begitu juga sebaliknya. Sedangkan Raon hanya orang baru yang datang di kehidupan Ika.

Ika menghela napas bingung untuk mengatakan apa kepada mama Martin,  ditambah lagi tatapan mata Raon menyiratkan sesuatu, tapi Ika tak tau apa itu.

"Ma, Martin di rumah sakit."

"Gimana bisa Kaa?! Kamu nggak jagain Martin, padahal Martin selalu jagain kamu"

"Maaf ma."

The Secret Behind A Smile {COMPLETE}Where stories live. Discover now