30. Tiga Lollipop.

95 14 6
                                    

Ika melangkahkan kakinya memasuki gerbang sekolah SMA Bintara. tinggal satu bulan lebih lagi gadis ini melalui masa SMA. Rasa takut mulai tumbuh, ia takut setelah lulus maka tak ada alasan lagi untuk Ika bertemu Raon.

Ika terus berjalan di koridor yang tidak terlalu ramai, wajahnya tertunduk menatap sepatu berwarna hitam yang ia pakai. Akhir-akhir ini Ika merasa bahwa Raon menjauhnya sama seperti Martin yang menjauhinya sebelum pergi bersama wanita lain.

Ika mendongak, langkahnya terhenti seketika saat bola Mata coklatnya bertemu dengan bola mata hitam pekat di ujung koridor. Langkah yang terhenti kembali melangkah menghampiri pemilik mata hitam pekat itu. Langkahnya kian melebar sama halnya dengan senyum, gadis itu semakin mengembangkan senyumnya saat lelaki bertubuh jangkung ikut melangkah ke arahnya.

"Hai kak." Ika tersenyum lebar, sapaannya begitu ceria saat Raon hanya tinggal tiga langkah lagi di hadapannya.

Senyum lebar dan sapaan ceria milik gadis itu lenyap ketika lelaki di hadapanya mengikis tiga langkah yang tersisa kemudian berlalu melewati Ika. Ika menangkap ekpresi yang sama di wajah Raon, ekpresi yang sama saat Martin mulai pergi menjauhinya.

"Aku kira setelah kepergian akan ada pertemuan dan Setelah perpisahan akan ada penyatuan, ternyata aku salah." Ika tersenyum kecut, kemudian melanjutkan langkahnya dengan wajah yang kian tertunduk.

Setelah sampai di kelasnya Ika melihat anak-anak berbincang. Ia duduk dalam diam di kursinya. Namun, pembicaraan di balakang membuat ia menegang.

"Ehh, Gwen. Lo tau gak kalo Martin pinda?" Suara gadis yang berada dari tiga kursi dari Ika.

"Gue nggak percaya, bentar lagikan kita lulus, masa dia mau pinda. Lagian juga mau dia pinda atau nggak itu bukan urusan gue lagi." Balas gadis yang di panggil Gwen oleh temannya.

"Serius Gwen. Tadi waktu gue ke kantor ngambil map punya pak Ahmad gue liat nyokap sama bokapnya Martin lagi ngambil surat pinda, Katanya sih hari mereka berangkat."

"Ohh." Balas gadis itu cuek.

Ika terdiam, Ika ingat akan kartu yang kemarin. Sekarang Ika mengerti apa makna dari kartu itu, bisa jadi itu adalah Kartu perpisahan.



🌸🌸🌸



Setelah pulang sekolah anak kelas Xll diberi waktu satu jam untuk istirahat dan langsung melajutkan les di sekolah sampai sore, Ika menghela napas hari ini sama seperti hari kemarin sangat sibuk untuk mempersiapkan ulangan Nasional.

Ika berdiri di gerbang sekolah menunggu Taxi online, ia sengaja meminta untuk tidak di jemput hari ini, ada tempat yang ingin gadis ini kunjungi hari ini, setelah menunggu tak terlalu lama Taxi yang di pesan Ika telah datang.

Setelah menempuh perjalanan beberapa puluh menit Ika sampai di tempat yang di tujuh, membayar ongkosnya Ika keluar dari mobil lalu pergi memasuki gedung pencakar langit itu.

Ika tiba di atas gedung itu. Menepi, melihat pemandangan di bawah sana sendiri, yah sendiri. Tanpa adanya Raon. Tiba-tiba rasa sesak menjalar begitu saja tanpa di minta, ia seperti mengulang kembali merasakan rasa sakit. Namun, kali ini dengan orang berbeda.

Angin terus berhembus menerpa wajahnya, Ika tersenyum saat mengingat pertama kali Raon mengajaknya ke sini, tetapi senyum itu perlahan memudar, sikap Raon belakangan ini memudarkan senyuman Ika. Ia kembali merasakan rasa takut, takut kehilangan. Raon yang Iri dengan pemandangan di sini hanya karena Ika lebih senang menatap pemandangan kota dari atas sini dari pada memandang wajahnya.

The Secret Behind A Smile {COMPLETE}Where stories live. Discover now