57 : D-day Before

18.4K 2.3K 167
                                    

Hari berganti dengan sangat cepat. Tidak terasa, semua persiapan untuk pernikahanku dan Taeyong sudah selesai. Ya, terhitung cukup cepat karena Taeyong sendiri yang turun tangan tanpa menyuruh orang. Dia terlihat benar-benar seniat itu menikahiku.

Karena semua sudah selesai, menjelang hari-h, uhm... h-1 sebelum acara pernikahan kami, Taeyong mengajakku bertemu. Kukira ada masalah sampai dia mengajakku bertemu tanpa menambahkan alasan untuk apa, karena dari nada bicaranya yang sangat datar aku tidak bisa menebak gerangan apa yang sampai membuat ia meminta untuk bertemu.

Dan ya-mau tidak mau aku datang, tepatnya ke sebuah cafe kecil dekat danau buatan. Saat aku sampai, Taeyong sudah tiba. Ia terlihat santai memakan kentang goreng yang mungkin sudah ia pesan beberapa waktu lalu. Aku duduk di hadapannya, menatapnya bingung tanpa mengeluarkan suara.

Taeyong menepuk tangannya, membersihkan noda minyak yang menempel, lalu membenahi posisi duduknya. Tanpa bicara, ia merogoh sesuatu dari tas kecil yang tersampir di dadanya, lalu menaruhnya di meja.

Aku mengernyit bingung. "Ini apa?" Tanyaku.

Taeyong mendengus pelan. "Tiket pesawat," jawab pria itu. "Dari papa, buat bulan madu."

Aku cukup tersentak. Astaga, nikah saja belum, kami sudah dapat hadiah untuk bulan madu. Bisa kutebak, pipiku mengeluarkan semburat merah. Sial, pikiranku mulai kacau.

Taeyong mendorong tiket itu sampai ke depan bagian mejaku. "Simpennya di kamu," ujar pria itu. "Penerbangannya mendadak, besok malem kita langsung berangkat."

Aku makin tersentak. Besok malam?

"Nggak bisa ganti jadwal aja?" Tanyaku. "Masa besok malam?"

Taeyong menggeleng. "Jadwal terbang lain minggu depan, itu kelamaan." Pria itu tersenyum genit. "Nggak apa-apa, nanti kalau kita sampai langsung istirahat aja, nggak akan langsung aku terkam, kok."

Sialan sekali ucapannya. "Apa sih!" Pekikku.

Taeyong tertawa kecil. "Ya, aku ngajak ketemu cuma mau bilang itu aja sih," ucapnya. "Jangan lupa, siapin baju dari sekarang."

Aku mengangguk mengerti.

"Mau pesen?" Tanya pria itu.

"Nggak, deh. Kalau makan terus nanti aku-"

"Mbak!" Taeyong memotong ucapanku sambil mengacungkan tangannya, memanggil pramusaji

"Aku nggak pesen!" Protesku.

Pria itu menatapku bingung, lalu bersuara pelan. "Aku pesen buat Mark."

Ugh, menyebalkan sekali!

✨✨✨

"Tadi aku dihalang-halangin Mark waktu mau jalan," ucap Taeyong, begitu kami berjalan menyusuri sebuah tempat pembelanjaan. "Katanya sebelum nikah itu dilarang ketemu selama beberapa hari."

Aku mendongak, menatap wajah Taeyong yang menyorot lurus ke depan. "Terus? Kok malah nekat?"

Pria itu merangkul pundakku, menarikku semakin dekat. "Kangen," jawabnya. "Kalau kangen ya harus ketemu, kan?"

Aku tertawa kecil. "Kan bisa minta videocall?"

"Beda lagi kalau itu," jawab Taeyong pelan. "Aku maunya langsung, tanpa perantara."

"Ya tapi-"

"Eh, kesana yo!" Lagi-lagi dia memotong ucapanku. Kebiasaan! Pria itu menarikku, membawaku ke spot dengan lampu terang yang menyuguhkan peralatan-peralatan untuk... bayi? Sebentar, mau apa kami kesini?

[2] Marriage | Lee Taeyong ✔️  [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang