03 : The Last

37K 5.7K 401
                                    

Ramein dong :'(

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ramein dong :'(

✨✨✨

Hari ketiga, aku kembali datang ke rumah Mark. Hari ini aku datang agak terlambat, karena habis pulang kuliah. Nggak mungkin aku terus meninggalkan kuliah karena terus mencari Renjun. Nanti absenku buruk. Aku melirik jam tanganku, masih ada waktu sepuluh menit sampai Mark pulang sekolah. Kali ini aku nggak masuk ke dalam rumah, aku hanya duduk di depan. Hari ini aku benar–benar lelah. Tugas kuliahku numpuk dan nggak keurus. Gimana aku mau lulus kalau tugasku banyak yang terbengkalai, hng.

"Hei!"

"AAKH!!"

Aku memekik keras karena sebuah suara parau mengagetkanku dari belakang. Aku memukul–mukul dadaku, berusaha menetralkan detak jantungku yang sedikit memburu. Aku menoleh ke samping dan menemukan Om Taeyong yang berdiri sambil bersandar di pintu.

"Nggak ada kerjaan banget sih om ngagetin aku!" omelku.

Om Taeyong menaikkan sebelah alisnya. "Mau berangkat sekarang cari adikmu itu?"

"Lho? Jeno sama Mark nggak ikut? Mereka—"

"Gak." Om Taeyong memotong ucapanku lalu buru–buru menutup pintu. "Mereka nggak ada gunanya sama sekali. Cuma bikin ribut aja di dalam mobil. Ayo cepat, nanti keburu sore."

Aku mengangguk lalu mengikuti langkah Om Taeyong. Dia masuk ke dalam mobil berwarna hitam. Aku menyusul, duduk di sebelah jok pengemudi.

"Sekarang kita cari kemana?"

Aku melamun sebentar, kemudian teringat satu tempat yang biasa Renjun datangi kalau dia sedang sedih. "Coba ke Pemakaman Batu Lama, aku mau tanya sama penjaga makamnya apa Renjun pernah kesana atau nggak. Nggakpapa kan om?"

Om Taeyong mengangguk.
"Omong–omong, makam siapa?"

"Mamaku om." aku melirik Om Taeyong sekilas. "Om tau nggak kenapa mamaku bisa meninggal dan kenapa Renjun bisa kabur?"

"Saya nggak tau, nggak mau tau, dan nggak usah dikasih tau," Om Taeyong menolehkan kepalanya, menatapku dengan tatapan dingin. Aku merinding. "Itu urusan pribadi kamu, saya nggak suka ikut campur urusan orang lain."

"Tapi Om mau bantuin aku cari Renjun. Itu artinya Om ikut campur masalah—"

"Saya cuma gantiin Mark, itu aja. Saya nggak mau waktu belajar adik saya terganggu karena kamu minta dia bantuin cari Renjun."

Aku terdiam beberapa detik, merenung. Aku baru sadar kalau dengan cara seperti ini aku bisa mengganggu waktu belajar Mark. Ya walaupun kami mencari Renjun di waktu sepulang sekolah, tapi tetap saja. Mark seharuanya belajar, bukan malah susah payah mencari Renjun.

"Oh, oke," aku manggut–manggut. "Maaf ya Om aku ngerepotin. Aku janji ini yang terakhir, besok aku nggak akan ke rumah Om lagi."

Om Taeyong hanya diam, dia fokus menyetir. Sementara aku melihat jalanan lewat kaca jendela mobil. Suasananya jadi canggung. Tak lama, kami sampai di Pemakaman Batu Lama. Aku buru–buru turun, lalu mencari batu nisan mamaku.

Nafasku kembali memburu, aku nggak menemukan Renjun disana. Aku terduduk di samping gundukan tanah merah yang masih baru itu. Pertahananku hancur saat menatap batu nisan bertuliskan nama mamaku. Semangat hidupku seolah lenyap saat sadar kalau sumber kebahagiaanku satu–satunya terkapar beku di dalam gundukan tanah ini. Aku menangis sambil terus meminta maaf ke mamaku karena nggak becus menjaga Renjun.

"Aku pulang ya ma. Aku janji bakal temuin Renjun, secepatnya."

Aku kembali berdiri, lalu kembali ke mobil Om Taeyong.

"Maaf lama," kataku sambil duduk di tempatku. "Kita pulang aja Om. Turunin aku di persimpangan sebelum rumahnya Om."

"Saya nggak lewat sana, langsung pergi ke kantor."

Aku mengangguk mengerti. "Oh, oke. Kalau gitu aku disini aja, makasih tumpangannya Om."

"Rumah kamu dimana?"

"Jauh, om nggak usah anterin."

"Saya nggak bilang mau anterin kamu."

Aku mengerucutkan bibir, kesal. "Terus?"

"Kamu nggak lupa bawa dompet lagi, kan? Ada ongkos buat pulang?

"Ada."

"Ya udah, tunggu apalagi? Cepat turun dari mobil saya!"

Aku mendelik malas. "Om kasar! Aku nggak suka sama Om!"

"Saya juga nggak suka sama kamu," samar–samar aku mendengar Om Taeyong bilang seperti itu.

Cih!

✨✨✨

[2] Marriage | Lee Taeyong ✔️  [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang