Absurd

242 17 4
                                    

Suara derasnya air hujan yang berlomba-lomba membasahi bumi tatkala aku menutup jendela kamarku karena air hujan yang menerobos masuk.

Malam ini sangat membosankan. Aku mengayunkan kakiku menuju nakas di samping tempat tidur untuk mengambil ponselku.

Dengan lihainya jari-jari tanganku mengetikan sebuah nama di papan ketik.

Abang! Sini ke rumah Ara, ajak Ara keluar. Cepet!

Setelah terkirim aku melempar asal handphone yang ada di tanganku.

"Kasi tau opa nggak ya?" Aku berpikir sambil mengetuk-ngetukkan jari telunjuk di daguku. "Eh. Tapi jangan deh, nanti bakalan gak seru!"

"Gue ada ide!" seruku senang. Terlintas seperti biasa ide gila di otakku. "Pasti seru kalo gue ikut tawuran, yakali masa SMA gue datar-datar aja kayak triplek."

"Tapi ... gue gak tau gimana caranya berantem, yang ada sekali tonjok gue malah langsung pingsan atau ... lebih parahnya lagi gue bisa mati, kan nggak lucu gitu baru maju udah mati!" Aku ngedumel sendiri bak orang gila yang sedang berjalan di trotoal. Tanpa menyadari sepasang mata tengah memperhatikanku dari tadi.

"Deketin aja salah satu dari ketua gengnya." Aku terkesiap saat mendengar suara setan ganteng yang tengah berdiri di depan pintu kamarku yang terbuka. Orang itu tengah sibuk memainkan ponselnya, sudah diduga jika dia tengah bermain game.

"Buset dah bang. Lo cepet amat ampek sini, belum juga semenit!"

"Giliran cepet salah, lambat salah. Emang ya kalau cowok itu selalu salah," ketus Bagas kesal. Cowok itu berjalan mendekat kemudian duduk di sampingku, masih dengan mata menatap fokus ke arah ponsel.

"Bang?"

"Hmm?" jawabnya singkat. Ingin rasanya aku mencakar wajahnya itu.

"Maksudnya tadi apa?"

"Yang mana?"

"Yang tadi depan pintu. Pas Abang bilang deketin salah satu ketua gengnya. Maksudnya itu apa?" tanyaku lagi. "Lo denger semua omongan gue?" tambahku.

"Hmm."

Aku menggeram kesal.

Pugh!

"Sakit monyet!" teriak Bagas memegangi kepalanya yang aku pukul sangat keras.

"Gue nanya itu di jawab! Jangan kayak orang bisu jawabnya hmm hmm hmm. Gue colok juga tuh mata!" Geramku.

"Yah ... kalah," lirih Bagas, cowok itu menatap pilu ke arah ponselnya yang bertuliskan defeat.

"Gak peduli gue!"

Bagas melempar ponselnya sembarang, cowok itu menghiraukan aku yang tengah merajuk. Kalau seperti ini aku rada-rada ngeri. Yang pasti cowok itu tidak akan ngebujukku.

"Gue tarik kata-kata gue tadi. Lo gak boleh ikut tawuran. Kalo lo ikut trus lo kenapa-kenapa gue gak mau nanggung resikonya. Gue punya adek kayak lo itu cuma satu doang limited edition. Susah nyarinya, makanya lo gak boleh ikut!" ujar Bagas tanpa menoleh sedikitpun ke arahku.

"Dan ... kalau lo ikutan gue bakal aduin lo ke papa biar lo pindah ke Amerika sama kakak lo yang kejam itu!" Bagas tertawa seperti iblis yang sedang menyiksa maksanya.

"GAK LUCU!"

Pugh!

"Sharaaaaa sakit pala gue lu pukul-pukul!" geram bagas mengusap-usap kepalanya.

Aku menghiraukan Bagas yang meringis kesakitan, kesal dengan sikap labil Bagas seperti cewek. Aku saja tidak selabil dia. Tetapi, bukan Ara namanya kalau menuruti kata-kata Bagas.

Dan bukan Bagas namanya kalau tidak tau ide gila apa yang bakalan ada di otak adiknya.

______

Suara alarm kembali membangunkan tidur nyenyakku. Dengan berat hati aku membuka mataku perlahan sambil beradaptasi dengan cahaya yang masuk ke dalam kamarku.

Tanganku bergerak otomatis mengambil alarm yang ada di nakas samping tempat tidurku. Aku melihat disana sudah menunjukkan pukul enam.

"Lima menit lagi," gumamku kemudian aku menutup mataku lagi.

Byur!

"Banjiirrr!" Aku langsung membuka mata saat seseorang menyiramku dengan air. Aku menatap nyalang ke arah orang yang telah berani-beraninya mengganggu tidurku.

"Ara bangun. Entar telat, buruan mandi!" titah papa sambil menunjuk kamar mandi.

"Yaudah sih enggak usah isi nyiram segala. Dikira kebo apa!"

"Kan, kamu emang kebo, sukanya tidur!"

"Yaudah sih. Toh Ara anak Papa yang secara otomatis Papa juga Kebo!"

Papa menyunggingkan senyumnya. "Kalo Papa ini limited edition cuma ada satu." ucapnya membanggakan diri.

Aku mengambil bantal basah yang ada di samping tempat tidurku. "Bodo! Ara gak peduli. Mau mandi, entar telat. Kalo telat Papa yang salah!" Setelah mengucapkan itu aku melempar bantal yang basar itu lalu berlari ke kamar mandi. Melakukan ritual rutin di pagi hari.

"Anak persetan!"

"Yang penting imut. Hahaha!"

"Oh ya Pa. Jangan lupa cuci sarung bantal sama seprainya sekalian ya Pa. Kan, Papa yang basahin. Kalau enggak ntar Ara tidur di kamar Papa, nanti Papa yang tidur di kamar Ara. Terus Papa gak bisa sama Mama deh. Hahaha!" teriakku dari balik pintu kamar mandi, entah di dengar papa atau tidak. Yang penting aku puas.

Siapa suruh nyiram aku pagi-pagi. Terus ngatain Kebo. Gak nyadar diri apa.

______

Sorry ya guys aku lama updatenya jadwalku padet (sok jadi orang penting aja) *pletak 😂

Jangan lupa di vote and commet ya guys.

Tencuu :*

SHARA (TAMAT)Where stories live. Discover now