Tembakan

233 8 1
                                    


Author POV 

“Shinki!”

DOR!

Pelatuk pistol ditarik oleh Rio menyebabkan peluru mengarah cepat ke arah yang sudah di tentukan oleh si empu. Pukulan telak mengarah ke arah Rio akibat dirinya yang sudah tidak waras mengarahkan pistol itu ke arah lain.

“SHARA!” 

“ARA!”

Teriak Bagas dan Shinki bersamaan saat melihat orang yang mereka sayangi terkapar di tanah dengan tubuh yang sudah dipenuhi oleh cairan pekat berwarna merah.  Bagas berlari menghampiri Shara yang sudah tak sadarkan diri sedangkan Shinki memukul Rio yang sudah seperti orang gila.

“Brengsek lo!”

Pugh!

Pugh!

Pugh!

Rio menyeringai seperti seorang psikopat. “Terus pukul gue. Pukul!” teriak Rio. Entah kenapa dirinya sangat bodoh mengarahkan pistol itu ke arah Shara, gadis yang sangat dia cintai. Namun, mengingat jika gadis yang dia cintai lebih memilih orang lain daripada dirinya membuatnya  berubah menjadi seorang penjahat.

“Jika gue nggak bisa dapetin dia, lo juga nggak!” Rio masih saja ngelantur saat dirinya sudah babak belur akibat pukulan yang diberikan Shinki.

Shinki berlari ke mobil yang disana sudah terdapat Rio dan Shara. Cowok itu duduk di bagian belakang mobil dengan paha sebagai bantalan untuk Shara meletakkan kepalanya.

Shinki terus saja mengusap-usap telapak tangan Shara mencoba menyalurkan kekuatan agar gadis yang sangat dicintainya sadar.

“Shi–shinki,” Shara tersadar. Shinki langsung merengkuh badan gadisnya itu. “Ra, jangan tutup mata lo. Liat gue.” Shinki bersuara sangat lirih.

Nampak Shara memaksakan sebuah senyum agar Shinki tidak khawatir atas dirinya.  Dengan bersusah payah Shara mengangkat tangan kirinya agar dapat menghapus air mata di pipi cowok itu.

“Jangan nangis. Gue, nggak apa–” Mendadak Shara menghentikan kalimatnya, kesadarannya menghilang. Matanya mulai menutup. Perasaan panik menyerang kedua cowok yang sekarang berada di mobil menuju rumah sakit.

Bagas sesekali menoleh ke belakang. Dalam hati cowok itu merapalkan doa agar adiknya bangun dan tidak terjadi hal apa-apa pada adiknya.

Berbeda dengan Shinki yang sudah histeris saat melihat orang yang sangat disayanginya menutup mata.

“SHARA?”

“RA, JANGAN TUTUP MATA LO!”

“RA, BANGUN RA.”

“RA, JANGAN TINGGALIN GUE!”

“RA, KALAU LO BANGUN GUE JANJI GUE NGGAK AKAN MARAH LAGI SAMA LO.”

“GUE JUGA NGGAK BAKALAN BERSIKAP DINGIN SAMA LO.”

“LO JUGA BOLEH NIMPUK GUE PAKE SEPATU LO.”

“RA TIMPUK GUE RA!”

“Ra bangun ….”

***

Ketika sampai di rumah sakit, dengan segera Bagas turun dan membantu Shinki membawa Shara yang sudah kehabisan banyak darah. Para petugas rumah sakit dengan sigap menangani Shara.

Bagas dan Shinki mendorong brankar dimana Shara di letakkan. Perasaan kacau menyelimuti kedua orang yang tengah berlari menuju ruang operasi.

"Lo pasti kuat!" Shinki menggenggam erat tangan mungil gadis yang sekarang terbaring lemah di brankar rumah sakit.

Perasaan sedih dialami Bagas, andai saja dia tidak menyetujui permintaan Shara pasti adiknya ini tidak akan berada dalam keadaan seperti ini. "Maafin gue Ra, gue nggak bisa jadi kakak yang baik buat lo … " ucap Bagas lirih. Air mata yang susah payah di tahannya akhirnya runtuh juga. Dirinya tidak tega melihat keadaan Shara seperti ini. Pasti sangat sakit.

"Maaf, selain petugas dan pasien dilarang masuk!" ucap seorang suster dengan tegas. Namun, tangan Shinki tidak lepas dari tangan Shara, cowok itu kukuh memegang tangan gadisnya.

"Sus, biarin saya juga masuk. Saya mohon," pinta Shinki dengan air mata yang sudah membanjiri pipinya. 

"Saya harap, Adik bisa mengerti. Biarkan kami menangani pasien!" tegas Suster itu.

"Ki, biarin mereka melakukan tugasnya," ujar Bagas lemah. Cowok itu mencoba melepaskan genggaman tangan Shinki dari adiknya. Untung saja cowok itu mau melepaskannya walaupun dengan sedikit paksaan. Para petugas dapat menangani Shara dengan segera tanpa ada hambatan.

"Semua ini salah gue!"

"Arghh!" 

"Bangsat!"

Shinki memukul-mukul tembok yang ada di sampingnya, tangannya sampai mengeluarkan darah segar. Aksi Shinki membuat Bagas geram melihat cowok itu yang terus saja menyalahkan dirinya sendiri.

Bagas menghajar Shinki, menyadarkan cowok itu akan perbuatannya. Menyakiti diri sendiri tidak akan membuat Shara bangun. Aksi Bagas terhenti karena kedatangan Papa dan Mama Shara.

"Gimana keadaan Ara?" tanya Ayah Shara khawatir, ketara jelas dari wajahnya yang menyiratkan sakit saat mengetahui anaknya tertembak. Tak luput dari Ibu Shara, wanita paruh baya itu menangis terus menerus sampai-sampai wanita itu sempat pingsan akibat terlalu lama menangis.

Bagas menghela napas pelan. "Dokter masih menanganinya, Om," lirih Bagas. Cowok itu mendudukkan dirinya di kursi tunggu yang ada di sana. Ibu Shara menangis sesenggukan dan terus merapalkan doa supaya anaknya selamat.

Sudah satu jam menunggu namun belum ada tanda-tanda operasi akan selesai. Semua orang sudah berada di sana termasuk sahabat Shara dan juga Bara.

Jika ditanya bagaimana sekarang dengan Rio, Papa Shara sudah mengeluarkan cowok itu dari sekolah dan menyuruh cowok itu untuk pergi selamanya dari hadapan Shara dan juga keluarganya. Dia tidak mau jika kejahatan harus dibalas dengan kejahatan pula. 

Ceklek.

Terdengar suara pintu dibuka dari arah ruangan operasi, semua orang berdiri dan menghampiri Dokter itu.

"Dok, gimana keadaan anak saya?" tanya ayah Shara cemas.

Dokter berbadan berisi itu menutup kembali pintu operasi sebelum menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Ayah Shara. "Peluru yang ada di tubuh pasien sudah berhasil kami keluarkan, untung saja peluru itu tidak mengenai jantung pasien," ujar Dokter itu. Semua orang yang mendengarnya merasa lega.

 "Tapi-"

"Tapi apa, Dok?" seru Shinki karena merasa ada sesuatu hal yang akan terjadi.

Dokter itu menghembuskan napasnya pelan. "Tapi, kami belum bisa memastikan keadaan pasien sekarang, karena pasien mengalami kehilangan banyak darah. Berdoa saja semoga dalam waktu dua puluh empat jam ini pasien sadar. Jika tidak-"

"Araa …. " lirih Ibu Shara saat mendengar ucapan dari Dokter.

"Dok, adik saya bakalan baik-baik aja, kan?" seru Bagas. 

Shinki menerobos masuk ke dalam ruangan itu. Cowok itu menghampiri Shara. Beberapa alat medis berada di tubuh cewek itu membuat Shinki semakin membenci dirinya sendiri. Shinki menggenggam erat tangan mungil yang sekarang berisi selang infus.

"Ra, lo pasti kuat. Gue yakin, lo itu bukan cewek yang lemah!"

"Gue nggak akan ngata-ngatain lo lagi."

"Lo boleh ejek gue semau lo."

"Gue mohon bangun …. "

"Please, don't leave me!"

"If me … given one chance with you. I will be very grateful!" 

"Ra …. "

"Bangun … demi keluarga lo, Abang lo dan juga … gue," lirih Shinki, tidak sanggup melihat alat-alat medis menempel di tubuh gadisnya.

Semua orang berdiri di ambang pintu dengan air mata yang terus mengalir tanpa henti, memperhatikan kisah cinta seperti yang ada di novel-novel.

😊😊😊

SHARA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang