32 - Kita Dan Bintang

371 39 52
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

...

Malam tampak indah, Bintang-bintang bersinar dengan terang, sebagai teman dua insan yang kini sedang memandangi mereka.

Perth dan Mark menatap Bintang-bintang dengan berbaring di Balkon kamar Mark yang ada tempat berbaring. Tempat Mark selalu menatap langit berbintang sendirian, mungkin sebagai teman ia yang kesepian, namun kini tidak lagi sepi, ada Perth yang menemani.

Mark mengenggam tangan Perth, mengenggan erat dengan hangat.

"Aku merasa begitu takjub, kini aku bisa memiliki seseorang untuk teman menatap bintang dilangit sana." kata Mark dengan tersenyum.
"Aku juga merasa senang menjadi bagian dari sisimu yang suka menatap bintang dilangit." kata Perth.

"Sejak kecil, kebiasaanku sebelum tidur adalah menatap mereka. Kata Bunda, jika aku merasa kesepian disaat orang tua bekerja, aku pandangi langit saja, agar aku tahu aku tidak pernah sendiri." kata Mark sendu. Sebuah kesepian yang menjadi temannya, terbiasa, dan jadinya suka menatap bintang di langit.

"Kamu tidak pernah sendiri, karena meski berjauhan, kamu tahu mereka selalu bersamamu, hanya jarak." balas Perth.
"Iya, sebenarnya Bunda bisa saja berhenti bekerja, namun bukan uang yang dicari, tapi karena ia dibutuhkan oleh mereka yang sakit." kata Mark. Perth menoleh ke arah Mark.
"Kamu belum pernah cerita apa pekerjaan Papa dan Bundamu? Yang aku tahu mereka memiliki Panti Asuhan dan menjadi donatur di setiap kamu bersekolah?" tanya Perth yang penasaran dengan pekerjaan Orang Tua Mark hingga mereka sangat kaya, tapi Mark masih tumbuh sebagai lelaki hangat meski seribg sendiri dan kesepian.

Mark menoleh ke arah Perth.
Dan tersenyum.
"Papa Kepala perusahaan Penerbitan, dan Mama seorang Dokter Psikolog." kata Mark membuat Perth tercengang.
Pantas Sibuk.

Jadi bukan semata karena uang, Orang Tua Perth sibuk karena tugas mereka untuk banyak orang.
Mengabdikan diri bukan hanya karena Materi.
Tidak ada niat menelantarkan Mark, tapi mereka sibuk. Dan mereka bahagia memiliki anak seperti Mark, tidak terlalu memberontak, meski dulu sang Papa sering dipanggil ke sekolah karena Mark biang onar saat SMA. Namun tidak marah, Papa malah minta maaf pada Mark karena tidak memperhatikan dirinya. Setiap begitu, Mark akhirnya sedikit menjadi lebih baik.

Sedang Bundanya tidak mempermasalahkan, jika Mark merasa ada perasaan marah, Mark disuruh cerita.

Kedua orang tuanya memahami kenakalan putranya, menasehati dan meminta maaf, bukannya menghina atau menyalahkan putranya.

Bukan dimanja, tapi karena mereka sadar, putranya menjadi onar karena kurangnya perhatian mereka.
Hanya dalam diam berdoa agar putra mereka menyadari kesalahannya sendiri, agar putranya tumbuh baik, hanya memberi pengertian dengan tutur lembut dan senyum tulus.

Mendoakan agar putranya nanti bertemu dengan seorang yang bisa membuat Mark bertanggung jawab dan tumbuh semakin dewasa hingga mengerti bagaimana orang tua Mark sangat mencintai Mark. 

Heartbeat (MP - End)Where stories live. Discover now