29 - Deru Ombak dan Kamu

358 46 11
                                    

Semua orang punya rahasia.

Semua orang pasti punya satu orang yang dikagumi dalam hati, hanya tentang doa dan harapan yang disemai rapi dalam relung hati.

Hanya tersamar oleh belenggu rasa takut.

Takut salah menaruh rasa.

...

Deru ombak mengiringi kedua manusia itu menangis bersama, melepas segala sakit dan sesak yang terpenjara dalam hati mereka. Membiarkan tangis membawa pergi segala perih dalam hati mereka, setidaknya menangis adalah cara paling ampuh membuang luka.

Sayangnya, mereka berdua terlampau sadar bahwa tidak sesederhana itu.

Keduanya sama dalam merasakan yang namanya patah hati.

Tangis Mean benar-benar mengiris hati Plan, ia kira hanya dirinya yang terluka karena menahan perasaan seperti itu, nyatanya Mean dua kali lipat merasakannya.

Tidak ada yang sanggup menghentikan tangis, segala sesak seolah tidak juga lepas.
Sesenggukan, saling menatap dan saling memeluk, bukan untuk saling menguatkan, namun untuk saling menemani ada kalanya manusia menyerah dan lalu terpuruk dalam tangis seperti ini.

"Aku tidak pernah menangis depan orang lain, dan padamu, aku tak bisa menahan diri bahwa aku baik-baik saja." kata Mean masih dengan sesenggukan, air matanya masih mengalir, dadanya masih terasa sesak.

Ini menyakitkan.

Seluruh topeng baik-baik sajanya runtuh saat menatap Plan yang kini juga menangis bersamanya.

"Aku menangis didepanmu bukan karena aku melihatmu sebagai Plan, tapi aku melihat kamu seperti Perth, aku mencintainya Plan, dengan sangat, seolah seluruh hatiku ia genggam dengan sempurna, namun aku sadar, semakin lama aku tidak bisa mengatakan bahwa aku  baik-baik saja hanya berada disisinya sebagai kakak." Mean akhirnya mengakui segalanya.

Perasaannya yang telah radang mungkin membusuk.
Berpura-pura memakai topeng seolah ia palinng tidak perduli atau bahkan seolah tidak pernah jatuh cinta.

Plan menghapus air matanya meski masih sesenggukan.
Tidak mampu berkomentar.
Melihat luka orang lain, rasanya seolah kamu tidak punya luka apapun.

Seolah Plan tidak merasakan sakitnya juga karena mencintai Mark, sedang Mean terluka begini parah.

"Aku ini orang yang egois, menjadikanmu pelarian, merasa hanya menyukaimu, menghakimi perasaanmu yang tidak kamu katakan pada Mark, mengancammu demi Perth agar tidak berkorban, menyakitimu dengan keterlaluan, tapi Plan rasanya aku memang seegois ini." kata Mean dengan kacau.

Plan mengenal Mean, dia orang paling ambisius, egois, kadang suka menyakiti seseorang dengan mulut tajamnya, keras kepala dan angkuh dalam dinasehati.

Si keras kepala yang seolah tidak punya hati.

Plan akui, ia pernah tersinggung atas judge dari Mean soal rasanya pada Mark, namun disisi lain, pada akhirnya Plan tahu harusnya ia katakan rasanya dari awal.

Tidak perduli pada ending.

Karena Plan bukan Tuhan yang seolah tahu ending di ujung jalannya.

Namun, kali ini, ia lihat betapa seorang Mean pun lemah karena cinta.
Cinta yang terlalu rapi ia sembunyikan, yang terlalu ia simpan begitu dalam, dan tidak mampu ditebak.

"Aku munafik jika tidak berharap apapun soal rasaku, aku juga berambisi memilikinya, menjadikan dia satu-satunya kepunyaanku, namun, aku malah ditakdirkan menjadi kakak angkatnya, aku menyangkal mati-matian rasa ini, menganggapnya tidka wajar dan buruk, hingga semakin tersesat pada kemunafikanku, aku melarikan diri padamu, menjadikan kamu alasan aku jatuh cinta. Namun saat kamu mengatakan bukan aku yang kamu cinta tapi Mark, perkataan singkat dan rasa bersalahmu mengembalikanku pada kewarasanku." Mean benar-benar kacau dan hancur.

Heartbeat (MP - End)Where stories live. Discover now