4. Rose

309 96 25
                                    

"Sesuai dengan namamu, kau cantik tetapi berbahaya, biru bukan warnamu akan tetapi itu yang membuatmu berbeda."

Mawar itu cantik, tetapi berduri.

***

Rhealla berlarian dengan semangat menuju lapangan indoor tempat diadakannya pertandingan basket tingkat satu hingga lima. Ia menyukai olahraga basket yang menurutnya para pemain akan terlihat sangat keren ketika berlaga di lapangan dan melakukan shoot.

Sedangkan perempuan di belakangnya terus menerus mendengus kesal mengingat waktu berharganya akan diisi oleh hal yang sama sekali tidak penting. Bukan benci, hanya saja menurutnya hanya akan membuang waktunya.

"Kau lama sekali, Rose!"

"Cepatlah kita sudah terlambat"

Rhealla mengomel tanpa melihat ke belakang. Ia terlalu sibuk melihat jadwal pertandingan di brosur dalam genggaman tangannya.

Rose menatap tak percaya pada temannya itu. Lihatlah, siapa yang memaksanya untuk ikut padahal Rose terus menolak tadi. Ia menghentakkan kakinya cukup keras pertanda kesal pada sahabat gilanya itu. Rose sedikit menambah kecepatan dan berusaha menyamakan langkah mereka.

"Pertandingannya masih lama Rhe, pukul dua!" ucapnya dengan nada gemas setelah berhasil sejajar dengan Rhea yang terburu-buru.

Tetapi Rhealla tetaplah Rhealla. Ia malah menatap nanar kepada Rose yang terdengar memprotesnya samar.

"Apa kau bodoh? Kau tidak tahu siapa yang menjadi pemainnya?"

"Para senior tingkat lima melawan tim Dave, Rose! Jika kau datang pukul dua, tidak perlu datang. Cukup kau duduk di kelasmu karena tak ada harapan, " ujarnya sangat antusias. Rhealla hanya melengos dan berjalan meninggalkan Rose. Gadis itu terlihat menggebu hanya demi melihat pria tampan yang menduduki tahta Luzernberg.

"Harapan untuk apa?"

"Apa bedanya?!"

"Hey! Rhealla!"

Rose terlihat masih meneriaki Rhealla yang kembali berada di depan Rose setelah ia membungkus brosur yang sempat dilihatnya selama beberapa menit.

Rose benar-benar tidak tahu apa yang dipikirkan oleh gadis itu tentang jajaran orang populer.

....

Tribun yang dapat menampung dua ratus sampai tiga ratus murid Luzernberg telah terisi penuh di posisi paling depan, menyisakan sedikit bagian di ujung tribun atas. Para murid perempuan telah mendominasi tribun terluas se wilayah Eleusina.

Benar seperti yang dikatakan oleh Rhealla. Gadis itu tidak mendapatkan posisi terbaik untuk melihat pertandingan sesuai dengan yang ia khawatirkan. Padahal, Rose dan Rhealla sampai di tribun pukul dua kurang lima belas menit.

Satu-satunya alasan yang mampu menjawab kekecewaan yang terpatri di wajah Rhealla saat ini adalah karena ia tidak mendapatkan posisi depan untuk melihat para pemain kesayangannya berlaga di lapangan. Padahal, ia sudah menanti dan bersiap untuk berteriak paling kencang demi menyemangati salah satu murid yang dipastikan akan bermain dalam pertandingan hari ini.

Rose terkekeh geli memandangi Rhealla yang terus mendumel di sampingnya. Wajahnya tertekuk, sangat terlihat kesal dengan hasil larinya yang berakhir sia-sia.

Bersamaan dengan hal tersebut, sorak sorai penonton mulai terdengar bagaikan gelombang karena terdengar rapi dan beruntun di telinga Rose. Ia melihat ke bawah tribun, para pemain mulai memasuki lapangan. Hal yang membangkitkan semangat penonton dalam waktu sepersekian detik.

EVANDSDonde viven las historias. Descúbrelo ahora